Nasib Tulang Manusia Selama Pandemi COVID-19, Alami Kemunduran dan Berisiko Rapuh

Pandemi COVID-19 membuat tulang manusia terus menurun secara fisiologis

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 01 Agu 2022, 08:00 WIB
Ilustrasi Masalah Tulang (freepik.com)

Liputan6.com, Jakarta - Tulang butuh banyak tekanan dengan berbagai aktivitas gerak agar tulang menjadi padat dan kuat. Namun, pandemi COVID-19 yang berlangsung nyaris mau tiga tahun berisiko bikin tulang mengalami kemunduran.

Bagaimana tidak? Tidak sedikit dari kita yang memilih untuk lebih banyak berdiam diri saja di rumah. Terlebih di awal-awal terjadinya pandemi COVID-19, kondisi memaksa kita untuk harus di rumah saja.

Meski sebenarnya tak ada pandemi pun kesehatan turun akan menurun secara fisiologis seiring usia yang terus bertambah.

Dokter Spesialis Bedah Ortopedi, Dr Isa An Nagib SpOT(K) FICS mengibaratkan tulang sebagai gelas yang berisi air, yang seiring dengan bertambahnya usia, gelas itupun mulai mengalami kebocoran, mulai keluar isi airnya.

Isa menjelaskan bahwa pada umur nol s.d 30 tahun tulang mengalami deposisi atau tulang itu lebih banyak pembentukan dibandingkan resorption atau pembongkaran.

Namun, di atas usia tersebut, secara fisiologis tulang manusia mengalami degenerasi, terjadi lebih banyak pembongkaran, sehingga isi di dalam gelas berkurang terus. 

Menurut Isa, kondisi seperti itu apabila terus menerus dibiarkan akan membuat kondisi tulang tidak baik. Tulang jadi rentan patah, bahkan hanya kepeleset saja bisa membuat seseorang jadi patah tulang. Keadaan seperti ini tidak boleh dibiarkan. Sebab, akan membuat kualitas hidup seseorang menjadi berkurang.

Untuk memperbaikinya tidak hanya biaya, tapi dia harus melewati operasi yang berisiko dan masa pemulihan juga akan memakan waktu lama.

"Suplemen atau asupan yang bisa memberikan’ isi’ lagi ke dalam gelas tersebut, sangat diperlukan," kata Isa dalam sebuah webinar yang diadakan SOHO Global Health belum lama ini.

"Tujuannya, agar gelas yang bocor itu tidak habis airnya. Sebab, apabila air berkurang terus, indeks massa tulang kita juga ikut berkurang, sehingga tulang kita bisa patah, karena kondisinya sudah rapuh dan ringkih," ujar pria yang juga menjabat sebagai Direktur Utama di RS Siaga Raya.

 

 

Infografis Cedera Tulang Belakang Neymar (Liputan6.com/Yoshiro)

Perhatikan Kesehatan Tulang

ilustrasi terapi patah tulang/pixabay

Sejatinya, lanjut Isa, dengan bertambahnya usia harapan hidup di dunia, termasuk di Indonesia, menjaga kesehatan tulang sedini mungkin makin penting agar dapat bekerja dan beraktivitas dengan produktif dan tetap aktif menikmati masa tua. Pengetahuan mengenai kesehatan tulang ini penting sebagai upaya pencegahan.

Isa, mengatakan, permasalahan tulang bersifat silent disease, yang bila dibiarkan dapat menimbulkan risiko yang dapat disesali di kemudian hari.  

Suplemen pun dibutuhkan sebagai salah satu filling atau pengisi dari gelas yang sudah bocor tadi, sehingga kondisi kesehatan tulang kita tidak cenderung tergerus terus.

Bila kondisinya sudah semakin parah, maka diperlukan perawatan lain guna menyumpal yang bocor tadi, antara lain dengan pengobatan. Hal ini terjadi apabila kondisi tulang mengalami osteopenia atau osteoporosis.

Lebih lanjut Isa menegaskan bahwa sebenarnya suplemen itu sama seperti makanan, tapi dalam bentuk yang berbeda.

"Istilahnya, suplemen itu adalah ekstrak dari makanan yang kita konsumsi," katanya.

Oleh sebab itu, diamenyarankan untuk mengonsumsi suplemen tulang, sebagai tambahan dari karena dari makanan atau susu yang kita konsumsi.

 

 


Dosis Harian Kalsium untuk Tulang

Webinar Terkait Masalah Tulang yang Diadakan SOHO Global Health

Terkait dengan dosis harian kalsium, Isa, mengatakan, beda umur beda pula jumlahnya. 

Usia 1 - 3 = Hanya butuh 700 mg kalsium/hari

Usia 4-8 = 1.000 mg per hari

Usia 9-18 = 1.300 mg per hari

Dosis yang sama juga berlaku pada seorang wanita yang hamil.

"Kita tidak bisa memastikan apakah dari makanan, susu, dan sebagainya bisa mendapatkan kalsium dengan kadar sebesar itu," katanya.

Namun, Isa mengingatkan bahwa mengonsumsi kalsium dan vitamin D3 juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan.

"Bayangkan, pada saat pandemi, kita banyak minum vitamin D3 dengan kandungan kalsium tinggi. Jika kalsium tersebut itu tidak masuk pada tempatnya, misalnya ke usus, itu akan berbahaya," Kata Isa.

"Bahkan, kalsium juga bisa numpuk ke ginjal, kalau tidak ada yang mengarahkan. Bila kalsiumnya banyak ada di pembuluh darah, maka berpotensi membentuk plak yang membuat risiko serangan jantung," Isa menekankan.

 


Agar Terserap Sempurna di Tulang

ilustrasi tulang sehat/unsplash

Agar konsumsi vitamin D3 dan kalsium bisa pas dan hanya masuk ke tulang, bukan beredar di darah, maka dibutuhkan tambahan vitamin K2 yang berfungsi mengarahkan dan memastikan kalsium masuk ke tulang.

"Vitamin K2 itu fungsinya mengikat agar kalsium itu tepat sasaran, diletakkan di tulang, bukan di tempat yang lain. Karena kalau kalsium diletakan di pembuluh darah, akan menjadi plak, dan ini berbahaya dan membahayakan jantung. Artinya, kalau kalsium tidak tepat sasaran dan tercecer di berbagai tempat yang bukan semestinya, akibatnya berbahaya. Nah, fungsi vitamin K2 ini adalah mengarahkan dan mengawal kalsium masuk tepat sasaran ke dalam tulang," ujarnya.

Selain vitamin K2, kandungan magnesium juga penting yang berfungsinya sebagai pengontrol, agak mirip dengan vitamin D3.

"Magnesium itu fungsinya untuk membantu penyerapan kalsium, sehingga kadar kalsium di dalam tubuh menjadi cukup. Artinya, magnesium itu yang mengoptimalkan penyerapan Kalsium dan K2 yang mengarahkan ke tempatnya. Magnesium 50 mg akan membantu mengoptimalkan penyerapan kalsium ke tulang sehingga mencegah resiko adanya kalsium yang tidak terserap tercecer di pembuluh darah," katanya.

 

INFOGRAFIS: Deretan Vitamin yang Dianjurkan Saat Isolasi Mandiri (Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya