Liputan6.com, Jakarta - FIFA menunjuk tiga wasit perempuan dan tiga asisten wasit perempuan untuk Piala Dunia Qatar 2022. Ini adalah kali pertama dalam sejarah, perempuan diberi kepercayaan sebagai pengadil di turnamen sepak bola paling bergengsi.
Total ada 36 wasit, 69 asisten wasit, dan 24 ofisial VAR dipilih untuk memimpin 64 pertandingan sepanjang 28 hari turnamen Piala Dunia 2022 akhir tahun nanti.
Advertisement
Sebuah keputusan menarik dibuat oleh FIFA dengan menunjuk total enam wasit perempuan yang akan tampil di turnamen sepak bola pria untuk pertama kalinya dalam 92 tahun sejarah Piala Dunia.
Wasit-wasit perempuan itu adalah Stephanie Frappart dari Prancis, Salima Mukansanga asal Rwanda, Yoshimi Yamashita dari Jepang.
Lalu para asisten wasit adalah Neuza Back dari Brasil, Karen Diaz Medina asal Meksiko, dan Kathryn Nesbitt dari Amerika Serikat.
Kendati demikian, tidak semua wasit dan asisten wasit yang dipanggil ke Piala Dunia Qatar dijamin akan memimpin sebuah pertandingan. Semua bergantung performa mereka jelang turnamen digelar 21 November mendatang.
Menurut Presiden Komite Wasit FIFA Pierluigi Collina, keputusan ini hasil proses panjang sejak beberapa tahun terakhir dengan menurunkan wasit perempuan di turnamen pria FIFA pada level junior dan senior.
"Karena itu, kami menegaskan kalau keputusan ini berdasarkan kualitas bukan jenis kelamin. Saya berharap di masa depan, keputusan memilih wasit perempuan sudah menjadi hal lumrah dan tidak lagi sensasional," ujar Collina.
"Mereka pantas untuk berada di Piala Dunia karena konsisten tampil di level tertinggi, dan itu menjadi faktor penting buat kami," lanjut legenda wasit asal Italia itu.
Soal pencapaian, nama-nama wasit perempuan yang terpilih tidak perlu dipertanyakan lagi.
Frappart dan Kateryna Mozul menjadi wasit perempuan pertama yang memimpin laga kualifikasi Piala Dunia pria tahun lalu. Frappart memimpin laga Belanda melawan Latvia pada 27 Maret, sedangkan Mozul terpilih dalam laga antara Austria kontra Kepulauan Faroe.
Apa Perbedaan Memimpin Piala Dunia Pria?
Lalu bagaimana perasaan para wasit perempuan ini diberikan kepercayaan untuk tampil sebagai pendobrak sejarah?
Yoshimi Yamashita mengakui ada "tekanan besar" saat mengetahui dirinya terpilih sebagai salah satu calon wasit yang akan memimpin pertandingan di Piala Dunia 2022 nanti.
Wasit asal Jepang ini mengaku sangat bangga karena prosesnya memimpin pertandingan di J-League (kompetisi kasta tertinggi Liga Jepang) hingga Olimpiade Tokyo akhirnya membuahkan hasil positif.
"Tentu saja, saya merasakan tekanan besar dan saya pikir ini adalah tanggung jawab besar," ujar Yamashita.
"Tapi saya sangat senang diberikan tugas dan tekanan ini, jadi saya akan coba untuk merubahnya jadi hal positif dan membahagiakan. Salah satu tujuan menjadi wasit adalah meningkatkan daya tarik sepak bola."
"Jadi kalau saya harus berkomunikasi dengan pemain, saya akan lakukan itu. Kalau saya harus mengeluarkan kartu, saya akan mengeluarkannya. Di samping mengontol (pertandingan), saya berpikir tentang bagaimana cara mengeluarkan daya tarik sepak bola sepenuhnya," tambah perempuan berusia 36 tahun itu.
Yamashita memang sudah terbiasa untuk tampil di level elit sepak bola, termasuk di Liga Champions Asia. Tetapi menurutnya, mengimbangi tempo permainan adalah salah satu tantangan yang bakal dihadapinya saat memimpin pertandingan pria.
"Artinya, saya juga harus membuat keputusan lebih cepat," imbuhnya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Sempat Tak Dianggap Sultan Qatar
Tidak mudah untuk menjadi wasit di level tertinggi, memerlukan determinasi tinggi dan juga "kulit tebal" menghadapi tekanan verbal dari pemain yang rentan emosi. Hal ini pasti juga akan dirasakan oleh para wasit perempuan.
Tak hanya dari para pemain, para wasit perempuan ini juga pastinya akan mendapat tekanan lebih dari luar lapangan.
Contohnya seperti yang dirasakan Neuza Ines Back dan Edina Alves Batista ketika menjadi wasit saat memimpin final Piala Dunia Antar Klub 2022, yang kebetulan juga digelar di Qatar.
Dalam seremoni penyerahan medali dan piala, anggota kerajaan Qatar, Sheikh Joaan bin Hamad Al Thani, tampak "nyuekin" Back dan Batista yang mengajaknya bersalaman. Seperti keduanya tidak ada.
Video momen tersebut langsung viral. Pihak penyelenggara mengatakan itu adalah "salah paham kecil" terkait protokol kesehatan COVID-19, tapi hal itu membuat Qatar semakin banjir kritik dan dinilai tidak cocok menjadi tuan rumah ajang olahraga kelas dunia.
Pada akhir tahun nanti, Back akan kembali ke Qatar. Negeri yang disebut melakukan "sportwashing" dengan menggunakan Piala Dunia sebagai platform untuk menutupi laporan pelanggaran HAM dan diskriminasi gender.
Namun, niat Qatar untuk meloloskan permintaan FIFA untuk menggunakan wasit perempuan disambut positif oleh Equal Playing Field, lembaga nonprofit yang mendorong kesetaraan gender dalam olahraga.
"Sebuah pernyataan kuat karena ini terjadi di Qatar," ujar Erin Blakenship, co-founder Equal Playing Field.
"Saya tidak mengharapkan Piala Dunia akan adil 50:50 (jumlah wasit pria dan perempuan). Tapi ini mencapai titik, tidak masalah apa jenis kelamin Anda. Kalau Anda bagus dalam pekerjaan itu, maka Anda akan dapat hak untuk berada di lapangan. Buat saya, itu tujuan utamanya."
Bermimpi Jadi Wasit Sejak Lulus SMP
Tidak semua orang melihat adanya wasit perempuan di Piala Dunia adalah perubahan positif. Beberapa fans sepak bola, terutama pria, secara terbuka mencibir mereka di sosial media. Mengatakan mereka telah mengambil alih ruang para pria.
Bahkan seorang mantan pemain Timnas Prancis, Jerome Rothen, melemparkan kritik saat mendengar Stephanie Frappart terpilih sebagai salah satu wasit perempuan di Piala Dunia nanti.
Menurutnya, kualitas Frappart "masih jauh dari standar" meski sudah pernah menjadi wasit perempuan pertama di final Piala Super UEFA dan juga laga Liga Champions. Serta sudah mengenakan badge wasit internasional FIFA selama lebih dari satu dekade.
Beda di Eropa, beda juga ceritanya di Afrika.
Saat Frappart dihujani keraguan di negaranya sendiri, wasit perempuan bernama Salima Mukansanga menghadapi tantangan berbeda di Rwanda.
Di Rwanda, suporter sepak bola masih kerap mengeluarkan kritik pedas dan cemoohan kasar kepada para wasit, baik itu pria maupun perempuan. Namun, itu tidak menurunkan semangat Mukansanga.
Saat masih kecil, ia terinspirasi oleh sang ayah yang juga merupakan seorang wasit. Menurutnya, wasit adalah figur paling penting dalam sepak bola.
Karena itu, Mukansanga langsung menggeluti dunia wasit setelah menuntaskan pendidikan SMP di usia 15 tahun.
Karier wasit terus ditapakinya mulai dari memimpin laga Liga Rwanda hingga salah satu pertandingan penting di dunia. Wasit 33 tahun itu menjadi wasit perempuan pertama yang memimpin dua pertandingan Piala Afrika di Kamerun awal tahun lalu.
Dukungan besar dari publik Rwanda tumpah ruah sebelum kick-off, membuat bahu Mukansanga merasakan tekanan besar. Apalagi standar pertandingan pria dinilai lebih tinggi.
Namun, ia berhasil mengalahkan rasa takutnya. Mata elang Mukansanga terus memantau pergerakan para pemain Zimbabwe dan Guinea. Penonton pun bersorak, tercengang melihat kepemimpinan luar biasa sang perempuan.
Saat penyerang Guinea coba menekannya dengan menyentuh lengannya agar tidak memberikan rekannya kartu kuning, Mukansanga mengatakan: "Apakah kamu mau juga?" Penyerang itu langsung pergi tanpa banyak bicara.
Advertisement
Pembuktian Memang Pantas Dipercaya
Masih ada beberapa argumen bagaimana standar perwakilan seorang perempuan di olahraga. Namun, terpilihnya 6 perempuan untuk memimpin laga Piala Dunia di Qatar nanti pastinya sudah melewati hasil seleksi ketat.
FIFA sendiri menegaskan kuota ini tidak serta-merta diberikan begitu saja. Para wasit perempuan harus menunjukan etos kerja dan ambisi tingkat tinggi kalau mau terpilih.
Memang sudah seharusnya, sepak bola itu terbuka untuk berbagai gender. Termasuk wasit perempuan untuk memimpin pertandingan pria. Bukan tidak mungkin, kejelian mereka lebih baik dari sebagian wasit pria kebanyakan.
Sebuah langkah positif telah diambil FIFA untuk meruntuhkan tembok pemisah gender di atas lapangan sepak bola. Tinggal bagaimana para perempuan terpilih memperlihatkan kalau mereka memang pantas untuk memimpin laga bergengsi Piala Dunia.
Bagaimana kinerja mereka? Menarik untuk dinanti saat Piala Dunia 2022 bergulir di Qatar akhir tahun nanti.
Baca Juga