Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) berencana melakukan pembatasan pembelian produk BBM subsidi seperti Pertalite. Namun, perusahaan pelat merah tersebut masih menunggu pemerintah yang kini tengah merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menargetkan, revisi Perpres 191/2014 untuk membatasi pembelian Pertalite bisa diterapkan per Agustus 2022 ini.
Advertisement
Namun realitanya, pembelian Pertalite dan produk subsidi lainnya di SPBU Pertamina saat ini masih bisa dikonsumsi secara bebas.
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menyatakan, pihaknya saat ini menanggung beban subsidi BBM yang terlampau membengkak. Oleh karenanya, ia ingin kebijakan pembatasan pembelian Pertalite bisa segera diterapkan.
"Subsidi BBM yang nantinya akan sangat besar, ini akan menjadi beban bagi Pemerintah. Oleh karena itu harus segera dilakukan pengaturan penggunaan BBM Bersubsidi," tuturnya kepada Liputan6.com, Selasa (2/8/2022).
Kendati begitu, Pertamina masih harus bersabar menunggu aturan baru dari Perpres 191/2014. "Ini kita tunggu revisi Perpresnya," ujar Irto.
Sembari menunggu regulasi tersebut selesai, sejumlah pihak memproyeksikan stok BBM subsidi hanya kuat hingga September-Oktober 2022. Namun, Irto mengklaim pasokannya kini masih tercukupi.
"Untuk stok BBM kita dalam kondisi aman," kata Irto singkat.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jokowi: Subsidi BBM Indonesia Sudah Rp502 Triliun, Negara Mana Pun Tidak Akan Kuat
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diberikan pemerintah sudah sangat besar yakni, mencapai Rp 502 triliun. Menurut dia, tidak ada negara mana pun yang kuat memberikan subsidi sebesar itu.
"Perlu kita ingat subsidi terhadap BBM sudah terlalu besar dari Rp170 (triliun) sekarang sudah Rp502 triliun. Negara manapun tidak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu," kata Jokowi dalam acara Zikir dan Doa Kebangsaan di halaman Istana Merdeka Jakarta, Senin 1 Agustus 2022.
"Tapi alhamdulilah kita sampai saat ini masih kuat. Ini yang perlu kita syukuri," sambungnya.
Dia menyampaikan bahwa harga bensin di negara lain mencapai Rp31.000 sampai Rp32.000 per liter. Sedangkan, harga Pertalite di Indonesia Rp7.650 per liter.
"Kita patut bersyukur, Alhamdulilah kalau bensin di negara lain harganya sudah Rp31.000, Rp32.000. Di Indonesia Pertalilte masih harganya Rp7.650," ucapnya.
Jokowi menuturkan bahwa dunia saat ini sedang dalam kondisi yang tak baik-baik saja. Setelah dihantam pandemi Covid-19 hampir 2,5 tahun, dunia kini dihadapi dengan munculnya perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan krisis.
"Muncul sesuatu yang dadakan yang tidak kita perkirakan sebelumnya. Sakitnya belum sembuh, muncul yang namanya perang di Ukraina sehingga semuanya menjadi bertubi-tubi, menyulitkan hampir semua negara. Semua negara berada dalam posisi yang sangat sulit," jelas Jokowi.
Menurut dia, negara-negara di Asia, Afrika, dan Eropa yang menjadikan gandum sebagai makanan harian, saat ini berada dalam posisi yang sulit. Pasalnya, 77 juta ton gandum dari Ukraina tidak bisa keluar atau di ekspor akibat perang.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Ancaman Kelaparan
Selain itu, kata Jokowi, 130 juta ton gandum dari Rusia juga tak bisa diekspor karena perang. Kondisi ini membuat 333 juta orang di dunia mengalami kelaparan.
"Berarti Ukraina plus Rusia, jumlah stok gandum ada 207 juta ton. Ini yang mengakitabkan 333 juta orang kelaparan dan mungkin 6 bulan lagi 800 juta orang akan kelaparan akut karena tidak ada yang dimakan sekali lagi," tuturnya.
"Alhamdulilah beras di Australia masih bisa kita cari dan tidak naik. Ini patut kita syukuri berkat kerja keras Bapak/Ibu, berkat ikhitar gotong royong kita bersama-sama," imbuh Jokowi.
Disamping itu, dia mengungkapkan bahwa dunia juga dihadapi oleh krisis energi. Kondisi ini membuat harga gas naik hingga lima kali lipat dan bensin naik dua kali lipat.
"Beberapa negara yang tidak kuat, ambruk karena sudah tidak memiliki uang cash baik untuk membeli energi bensin dan gas atau membeli pangan," pungkas Jokowi.