Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengimplementasikan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau coretax system. Pembaharuan sistem ini berlangsung dalam 2 tahap.
Direktur Jenderal Pajak Dirjen Suryo Utomo memaparkan, untuk tahap pertama akan dijalankan pada Oktober 2023. Proses yang dijalankan adalah instalasi secara nasional serta uji coba. Proses ini berlaku pada lingkup internal DJP.
Advertisement
Tahap kedua pada 1 Januari 2024 sebagai launching atau penerapan implementasi coretax yang baru secara nasional dan menyeluruh. Pada fase kedua berlaku umum kepada seluruh wajib pajak.
“Jadi bukan kemunduran, tetapi frame waktu yang kita desain. Jadi sebelum launching untuk masyarakat secara umum, kami yakinkan instalasi dan proses transaksi di core tax yang baru betul-betul dapat kita gunakan sebelum 1 Januari 2024,” ujarnya dikutip dari Belasting.id, Selasa (2/8/2022).
Suryo menjelaskan otoritas pajak membuat 2 agenda dengan pertimbangan bahwa pada tahun 2024, wajib pajak dapat bertransaksi dalam sistem DJP tanpa kendala, setelah masa instalasi dan adaptasi.
Ia menyampaikan untuk membuat dan meluncurkan sistem informasi baru secara nasional, DJP perlu menyiapkan sarana infrastruktur bagi sedikitnya 590 kantor pajak yang tersebar di Indonesia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Digunakan Januari 2024
Pada Oktober 2023, DJP akan mulai menghubungkan core tax administration system dengan seluruh kantor pajak, baik di Kanwil, KPP, serta KP2KP.
Suryo menyatakan coretax system sedang dalam fase pembangunan aplikasi. Lalu tahun depan akan mulai di-install secara nasional dan uji coba. Semua dilakukan dengan harapan mutlak bisa digunakan pada Januari 2024.
Dirjen Pajak menerangkan dalam core tax administration system, DJP akan membangun hal yang bersifat inti. Mulai dari pelayanan, penyuluhan, pengawasan serta penegakan hukum. Ditambah dengan support system berupa database manajemen untuk menjalankan proses bisnis.
“Ada CRM [compliance risk management], itu merupakan bagian dari sistem inti administrasi perpajakan kita. Kita betul-betul pengen bekerja berdasarkan data driven organization, jadi proses bisnis kami berdasarkan data yang ada,” kata Suryo.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Penerimaan Pajak Capai Rp 868 Triliun di Semester I 2022
Penerimaan pajak di semester I 2022 mencapai Rp 868,3 triliun. Angka ini sekitar 58,5 persen dari target. Penerimaan pajak mampu tumbuh positif karena ekonomi Indonesia mulai pulih.
"Hingga Semester I penerimaan pajak mencapai Rp 868,3 triliun atau 58,5 persen dari target," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Jakarta, Rabu (27/7/2022).
Penerimaan pajak tersebut berasal dari PPh nonmigas sebesar Rp 519,6 triliun atau 69,4 persen. Menurutnya ini pencapaian yang luar biasa hanya dalam waktu setengah tahun saja.
Kemudian dari posn PPN dan PPNBM sebesar Rp 300,9 triliun atau 47,1 persen. Lalu dari pos PBB dan pajak lainnya sebesar Rp 4,8 triliun atau 14,9 persen dari target. Sedangkan dari PPh migas mencapai Rp 43 triliun atau 66,6 persen.
Berdasarkan data-data tersebut, penerimaan pajak tumbuh 55,7 persen. Capai tersebut disebabkan harga komoditas yang mengalami kenaikan dan memberikan dampak positif ke penerimaan negara.
"Dan karena pertumbuhan ekonomi yang pulih dan membaik, sehingga memberikan dampak positif ke penerimaan pajak," kata dia.
Alasan lainnya, basis penerimaan pajak tahun ini masih belum tinggi sekali karena ekonomi baru mulai pulih. Sebagaimana diketahui, tahun lalu Indonesia masih terkena delta varian.
Program Pengungkapan Sukarela
Selain itu kenaikan penerimaan pajak tahun ini juga tidak terlepas dari adanya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang berakhir pada Juni lalu.
"Juni ini kami tutup program PPS dan ada kenaikan PPN dari program yang dilaksanakan," kata dia.
Dia menambahkan, penerimaan pajak semester II akan mengalami tantangan lantaran sudah tidak ada PPS dan basis pertumbuhan penerimaan pajak tahun lalu yang sudah membaik. Sehingga faktor-faktor tadi akan memberikan dampak penerimaan pajak semester depan.
"Jadi kami nanti akan lebih tergantung pada faktor pertumbuhan ekonomi yang kami harapkan pulih dan sehat. Memang ada alasan pemulihan eko sudah cukup kuat," kata Sri Mulyani mengakhiri.
Advertisement