Produsen ABC Buka Suara Soal Bahaya Limbah Baterai Kendaraan Listrik

Limbah baterai dari kendaraan listrik dianggap berpotensi mencemari lingkungan di masa yang akan datang. Menyoal hal ini, Direktur Pemasaran PT Intercallin (ABC), Hermawan Wijaya buka suara. Menurut dia baterai kendaraan listrik bukan masuk kategori limbah B3 (berbahaya) dan materialnya berbeda dengan aki.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Agu 2022, 12:00 WIB
Baterai ABC Mulai Produksi dan Jual Baterai Lithium-Ion (Arief A/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Limbah baterai dari kendaraan listrik dianggap berpotensi mencemari lingkungan di masa yang akan datang. Menyoal hal ini, Direktur Pemasaran PT Intercallin (ABC), Hermawan Wijaya buka suara. Menurut dia baterai kendaraan listrik bukan masuk kategori limbah B3 (berbahaya) dan materialnya berbeda dengan aki.

Menurutnya, pemahaman di masyarakat soal baterai lithium disamakan dengan aki yang mana masuk kategori B3. Dia menjelaskan tidak semua baterai berbahaya, termasuk lithium yang jadi komponen utama dari kendaraan listrik.

"Sebelum adanya lithium, orang hanya kenal kalau baterai itu berbasis timah hitam (PB) atau lead acid, di mobil motor biasa disebutnya aki dan ini masuk kategori B3. Untuk kendaraan listrik bukan B3, karena kalau kita buka dalamnya berisi tembaga, aluminium, mangan, nikel, ferrous, atau besi, ini semua bukan B3 tapi metal. Dan dari beberapa material ini kita pakai di rumah tangga, contoh pagar dari besi, stainless, alumunium, ada kabel listrik dan kita buang ke tempat sampah. Artinya bukan B3 dan tidak berbahaya," kata Hermawan kepada OTO.com di pameran PEVS, beberapa waktu lalu.

Lebih jauh dijelaskan, ABC selaku produsen lokal baterai lithium mengupayakan agar umur dari komponen ini punya waktu yang lama sekitar 5 atau 10 tahun. Setelah lepas dari tenggat waktu tersebut, baterai yang berkurang performanya masih bisa digunakan untuk keperluan yang lain.

"Ini sudah jauh lebih baik untuk lingkungan, dan masih memungkinkan second use. Karena kendaraan listrik begitu sudah mencapai 1 jarak tempuh yang tidak enak buat si pengguna maunya kan ganti, padahal baterainya masih memiliki kapasitas yang masih besar mungkin 70/80 persen," ungkapanya.

"Kapasitas yang besar ini masih bisa dipakai, kita bongkar, sortir, dan susun lagi untuk menjadi bentuk pack baterai yang lain mungkin bukan selalu untuk kendaraan. Jadi dipakai kembali, bisa 5 tahun lagi artinya bisa 10 tahun atau lebih. Material dari baterai ini tidak akan mengganggu bumi selama waktu tersebut," tambah dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Daur Ulang

Saat ini perusahan untuk mendaur ulang baterai kendaraan listrik sedang dibangun di Indonesia. Menurut Hermawan, industri baterai lithium dan kendaraan listrik di Tanah Air baru dimulai setidaknya 10 atau 15 tahun lagi proses daur ulang dibutuhkan.

"Walaupun sudah mencapai umur pakai yang kedua, di situlah kita daur ulang. Di Indonesia sedang dibangun fasilitasnya. Hari ini kita tidak perlu mempermasalahkan ada atau tidaknya fasilitas daur ulang, karena belum cukup waktu untuk itu. Dan bila nanti ada, baterai lithium bukan masuk kategori B3 atau berbahaya untuk lingkungan," pungkasnya.

Yang jelas kita harapkan upaya mengganti kendaraan berbahan bakar fosil dengan kendaran listrik yang lebih ramah lingkungan perlu terus digeber. Namun yang harus digaris bawahi di sini adalah upaya konkrit dan inovatif untuk menekan hal-hal yang mungkin saja masih memberi peluang terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. (KIT/ODI)

Sumber: Oto.com

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya