Dongkrak Harga TBS Sawit Jadi Rp 2.000 per Kg, Mendag Siapkan 3 Jurus Andalan

Mendag meningkatkan rasio pengali hak eskpor atas pendistribusian minyak goreng di dalam negeri sehingga kuota ekspor minyak kelapa sawit mentah dan produk turunannya menjadi lebih besar.

oleh Arief Rahman H diperbarui 03 Agu 2022, 12:55 WIB
Kelapa sawit terlihat saat massa yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa (17/5/2022). Apkasindo meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi meninjau ulang kebijakan larangan ekspor sawit dan produk MGS serta bahan bakunya karena dampaknya langsung ke harga TBS sawit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan telah memiliki cara mendongkrak harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani menjadi di atas Rp 2.000 per kg. Salah satunya adalah dengan menghapus pungutan ekspor. 

Cara lain yang dilakukan adalah meningkatkan rasio pengali hak eskpor atas pendistribusian minyak goreng di dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) sehingga kuota ekspor minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya menjadi lebih besar.

“Pemerintah saat ini menghapus sementara pungutan ekspor (PE) untuk CPO menjadi nol dari sebelumnya sebesar USD 200 per ton. Penghapusan sementara PE CPO serta produk turunannya terlihat telah memberikan manfaat bagi para petani dan pengusaha sawit di tanah air," ungkap Zulkifli Hasan dalam keterangan tertulis, Rabu (3/8/2022).

Selain itu, Zulkifli Hasan juga telah memberlakukan angka pengalian konversi hak ekspor atas pendistribusian DMO CPO atau minyak goreng menjadi sebesar 1:9 kali dari sebelumnya 1:7 kali.

Kebijakan tersebut sudah berlaku sejak 1 Agustus 2022. Pendistribusian DMO divalidasi oleh tim lintas kementerian dan lembaga yang dilakukan setiap minggu dan hasilnya diperbarui ke dalam sistem SINSW untuk dapat diklaim menjadi dasar persetujuan ekspor oleh produsen.

“Dengan meningkatkan angka pengali konversi hak ekspor menjadi 1:9, serta ditambah insentif pendistribusian DMO dalam bentuk minyak goreng kemasan merek Minyakita, maka perusahaan akan dapat mengekspor 13,5 kali lipat dari realisasi DMO, lebih tinggi dari sebelumnya," imbuh Zulkifli Hasan.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Insentif Pengali Regional

Massa yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa (17/5/2022). Apkasindo meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi meninjau ulang kebijakan larangan ekspor sawit dan produk MGS serta bahan bakunya karena dampaknya langsung ke harga TBS sawit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pemerintah melalui Keputusan Menteri Perdagangan No. 1117 tahun 2022 juga memberikan insentif pengali regional atas pendistribusian DMO minyak goreng ke wilayah tertentu.

Khususnya, daerah-daerah yang pasokannya masih belum optimal seperti wilayah timur sehingga akan dapat meningkatkan kuota ekspor bagi produsen atau eksportir.

“Kebijakan ini diterapkan untuk memenuhi pasokan minyak goreng di wilayah Indonesia timur yang saat ini masih minim dan distribusinya masih terkonsentrasi di wilayah barat Indonesia,” jelas Mendag Zulkifli Hasan.

Selain itu, lanjut Mendag Zulkifli Hasan, Kemendag telah melakukan penyesuaian kebijakan penerbitan harga referensi yang menjadi dasar penentuan pungutan ekspor dan Bea Keluar (BK) atas ekspor komoditas CPO dan produk turunannya dari sebulan sekali menjadi dua minggu sekali.

Pola perhitungannya juga diubah, sehingga akan didapat harga referensi yang lebih aktual mengikuti perkembangan harga CPO internasional.

"Selain menstabilkan ketersediaan dan harga minyak goreng yang terjangkau di masyarakat, kami terus berupaya meningkatkan harga TBS di tingkat petani. Dengan meningkatnya harga TBS di tingkat petani, terutama petani swadaya, petani akan tetap semangat untuk bercocok tanam dan mendapatkan kesejahteraan dengan harga lebih baik setidaknya di atas Rp 2.000 per kg," pungkas dia.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Dongkrak Harga TBS ke Rp 2.000, Ekspor Sawit Harus Naik 200 Persen

Seorang pekerja sedang menebang pohon di perkebunan kelapa sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Sebelumnya, Ketua Tim Peneliti Lembaga Penyelidikan ekonomi dan masyarakat FEB UI Eugenia Mardanugraha, menyebut peningkatan ekspor sawit merupakan kunci utama untuk meningkatkan harga TBS.

“Untuk mencapai harga TBS yang diharapkan petani sekitar Rp 2000, maka diperlukan peningkatan ekspor minimal 200 persen dari tingkat ekspor saat ini (April 2022),” kata Eugenia, dalam Diskusi Virtual : Dampak Kebijakan Pengendalian Harga Goreng Bagi Petani Swadaya, Senin (1/8/2022).

Menurutnya, Indonesia memiliki kemampuan untuk melakukan hal ini, mengingat ekspor tertinggi pada Bulan Agustus 2021 sebesar 4,22 juta ton.

Selain itu, hambatan-hambatan dalam melakukan ekspor juga harus dikurangi atau bahkan dihilangkan. Regulasi dan perpajakan ekspor sawit saat ini terlalu banyak, yaitu Bea Keluar, pungutan Ekspor, Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO), Persetujuan Ekspor, dan Flush Out, sehingga perlu dikurangi, bahkan dihapuskan.

“Pungutan Ekspor tidak diberlakukan dan Bea Keluar perlu disederhanakan untuk memperlancar ekspor sampai harga TBS mencapai tingkat yang sesuai harapan petani swadaya,” ujarnya.

 


Biaya Tinggi

Seorang pekerja mengangkut cangkang sawit di atas rakit di sebuah perkebunan sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Menurutnya, diperlukan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan ekspor. Berbagai hambatan ekspor harus dihilangkan, perusahaan diberikan insentif untuk melakukan ekspor sawit.

Saat ini biaya-biaya untuk melakukan ekspor CPO masih sangat tinggi. Semakin tinggi harga CPO, semakin berat biaya yang harus ditanggung oleh eksportir CPO.

Kenaikan harga CPO seharusnya memberikan insentif bagi pelaku usaha untuk memperbesar volume ekspor. Sayangnya pemerintah menetapkan biaya yang bertingkat sesuai dengan kenaikan harga.

Pemerintah menggunakan harga referensi untuk menetapkan bea keluar dan pungutan ekspor berdasarkan harga Internasional (peraturan Menteri perdagangan RI Nomor 26/M-DAG/PER/9/2011 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Turunan Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar).

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya