Liputan6.com, Jakarta Monkeypox atau cacar monyet maupun cacar air bukanlah penyakit baru, keduanya telah lama muncul sejak puluhan tahun lalu. Keduanya juga sama-sama memiliki perbedaan khas, yang mana bisa nampak dari tampilannya.
Dokter spesialis penyakit dalam, Robert Sinto mengungkapkan bahwa cacar monyet yang muncul dahulu hampir mirip dengan cacar air. Perbedaannya terdapat pada beberapa aspek. Berikut diantaranya.
Advertisement
1. Tampilan dan Waktu Munculnya
Robert menjelaskan, tampilan pada cacar monyet zaman dulu mirip seperti cacar air. Perbedaannya berada pada tampilannya dan durasi munculnya bintil.
"Jadi (cacar monyet) hampir seperti cacar air. Tetapi perbedaannya adalah bahwa kalau cacar air perubahan dari satu gambaran ke gambaran lain itu membutuhkan waktu yang cepat. Sehingga dalam hitungan hari, cacar air itu kita bisa bertemu ada yang keropeng, ada yang mulai bintil isi air, ada yang masih datar merah," kata Robert dalam konferensi pers bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI ditulis Rabu, (3/8/2022).
"Nah ini yang tidak terjadi pada cacar monyet. Cacar monyet gambarannya dalam satu waktu kita akan bertemu tampilan klinis yang sama. Jadi kalau bertemu dengan bintil isi air, pada waktu itu semuanya bintil isi air," ujar Robert.
2. Bintil pada Telapak Tangan
Lebih lanjut Robert mengungkapkan bahwa yang bisa menjadikan pembeda antara cacar air dan cacar monyet adalah munculnya bintil isi air di telapak tangan.
"Yang membedakannya lagi dengan cacar air adalah di telapak tangannya biasa terdampak. Kalau cacar air tidak di telapak tangan," kata Robert.
3. Tidak Memengaruhi Kelenjar Getah Bening
Pada kasus cacar monyet saat ini juga terjadi pembengkakan pada kelenjar getah bening. Sedangkan pada kasus cacar air tidak ditemukan adanya pembengkakan yang terjadi di area tersebut.
"Itu adalah gambaran klasik yang dilaporkan di Afrika. Sampai kemudian ada dua publikasi besar di tiga bulan terakhir ini yang melaporkan gambaran berbeda yang kita temukan saat ini. Jadi cacar monyet yang tiga bulan terakhir banyak ditemukan di daerah non-endemis," ujar Robert.
4. Lokasi Lesi Tidak Terlokalisir
Robert mengungkapkan bahwa pada kasus cacar monyet yang ditemukan saat ini, lesi atau luka yang muncul juga terlokalisir. Sedangkan seperti yang diketahui, pada cacar air, lesi tidak berada pada satu tempat saja melainkan bisa sekujur tubuh.
"Biasanya itu di sekitar mulut, kemaluan, atau di sekitar lubang dubur. Jadi di laporannya (cacar monyet baru) justru localize. Jumlah lesinya juga 50 persen itu justru lima sampai 10 saja, jadi tidak menyebar dari seluruh atas sampai kaki," kata Robert.
Advertisement
Cacar Monyet Sudah Ada Sejak 1958
Pada Sabtu 23 Juli 2022, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi menyatakan monkeypox atau cacar monyet sebagai Darurat Kesehatan Global atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Hal tersebut lantaran cacar monyet yang terdeteksi saat ini sudah lebih dari 25 ribu kasus. Sebelumnya cacar monyet pertama kali terdeteksi pada tahun 1958.
Bahkan pada 1970, cacar monyet sempat menjadi endemi di negara-negara Afrika Barat dan Afrika Tengah. Meski begitu, cacar monyet dulu dan sekarang ternyata memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
Cacar monyet yang sebelumnya muncul dapat terjadi pada segala kategori usia, termasuk pada anak-anak. Namun yang terjadi saat ini, cacar monyet lebih banyak terdeteksi pada orang dewasa.
"Sebetulnya ada perbedaan gambaran klinis yang bisa kita temukan dari laporan kasus cacar monyet yang ditemukan di Afrika dengan tiga bulan terakhir ini mulai merebak," ujar Robert.
Banyak Ditemukan pada Populasi Khusus
Robert menjelaskan bahwa cacar monyet yang pernah ditemukan dahulu pun dapat menginfeksi banyak usia, mulai dari anak-anak, wanita, dan pria. Namun kini, kasus banyak ditemukan pada populasi khusus.
Seperti gay, lesbian, biseksual, dan pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Meski begitu, Robert menegaskan bahwa cacar monyet bukanlah penyakit menular seksual.
"Tidak dikatakan bahwa ini penyakit menular seksual, tapi kenapa dihubungkan dengan seksual tadi? Yang mau digarisbawahi adalah penularannya tetap melalui jalur droplet dan lewat jalur kontak," ujar Robert.
"Kalau memang hubungan seksual atau hubungan apapun yang ada kontak erat, ya jadi tertular. Jadi kontaknya ada. Ya, jadi jangan bingung dengan proses penularan yang terjadi itu," tambahnya.
Hanya saja Robert menjelaskan, laporan kasus terbanyak memang terjadi pada mereka yang aktif secara seksual.
"Jadi jangan salah mengerti. Ini belum dinyatakan sebagai penyakit menular seksual," kata Robert.
Advertisement