Apakah Menahan Kentut Batalkan Salat? Ini Penjelasan Imam Mazhab

Kita tentu pernah mengalami kondisi menahan kentut ketika tengah melaksanakan ibadah salat. persoalannya ialah apakah dalam kondisi seperti ini sebaiknya kita tetap melanjutkan atau membatalkan shalat kita dan bagaimana hukum menahan kentut saat shalat?

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Agu 2022, 20:30 WIB
Umat Muslim melaksanakan sholat Tahajud selama Malam Lailatul Qadar di Masjid Naif, Dubai (5/5/2021). 10 hari menjelang berakhirnya bulan Ramadhan, umat muslim melakukan Itikaf untuk meraih malam kemuliaan (Lailatul Qadar) dengan membaca Alquran, Shalat Tahajud dan berzikir. (AFP/Karim Sahib)

Liputan6.com, Cilacap - Kita tentu pernah mengalami menahan kentut ketika salat. Sebab, seringkali keinginan hadas itu tiba-tiba datang tanpa terduga. Bisa saja, kondisi seseorang sedang tidak sehat, masuk angin angin misalnya.

Persoalannya ialah apakah dalam kondisi seperti ini sebaiknya kita tetap melanjutkan atau membatalkan salat kita dan bagaimana hukum menahan kentut saat salat?

Perihal menahan kentut, tidak ditemukan penjelasan langsung dalam hadis Rasulullah SAW.

Hanya saja ada hadis yang menerangkan perihal menahan keinginan untuk makan ketika makanan telah disuguhkan dan menahan kencing atau buang air besar ketika dalam salat.  

. لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْاَخْبَثَانِ

Tidak ada salat di hadapan makanan, begitu juga tidak ada salat sedang ia menahan air kencing dan air besar (al-akhbatsani)”. (H.R. Muslim).

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Hukum Menahan Kentut Ketika Salat Menurut Mazhab Syafi'i

Berdasarkan hadis di atas Imam Nawawi berpendapat bahwa salatnya tetap sah namun hukumnya makruh karena menahan makanan yang telah dihidangkan sementara ia ingin memakannya. Demikian halnya bagi orang yang menahan kencing dan buang air besar.

Hukum makruh disebabkan karena hal tersebut dapat mengganggu kekhusyuan salat. padahal khusyu merupakan salah satu hal yang dapat menjadikan salat itu sempurna.

Dengan demikian yang menyebabkan hukum makruh karena hal tersebut dapat menghilangkan kekhusyuan seseorang dalam melaksanakan ibadah salat.

Sehingga berdasarkan hal di atas para ulama berpendapat bahwa sesuatu yang menimbulkan hilangnya kemakruhan seperti kasus di atas dapat dihukumi sama.

Sebagaimana dikemukakan oleh Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, kemakruhan tersebut menurut pandangan dari kalangan madzhab syafii dan selainnya, dengan catatan  selagi waktu salat itu masih longgar.

وَفِي رِوَايَةٍ لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْاَخْبَثَانِ فِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ كَرَاهَةُ الصَّلَاةِ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ الَّذِي يُرِيدُ أَكْلُهُ لِمَا فِيهِ مِنَ اشْتِغَالِ الْقَلْبِ بِهِ وِذِهَابِ كَمَالِ الْخُشُوعِ وَكَرَاهَتِهَا مَعَ مُدَافَعَةِ الْأَخْبَثَيْنِ وَهُمَا الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَيُلْحَقُ بِهَذَا مَا كَانَ فِي مَعْنَاهُ مِمَّا يُشْغِلُ الْقَلْبَ وَيُذْهِبُ كَمَالَ الْخُشُوعِ وَهَذِهِ الْكَرَاهَةُ عِنْدَ جُمْهُورِ أَصْحَابِنَا وَغَيْرُهُمْ إِذَا صَلَّى كَذَلِكَ وَفِي الْوَقْتِ سَعَةٌ

Dalam sebuah riwayat dikatakan: ‘Tidak ada shalat di hadapan makanann, begitu juga tidak shalat sedang ia menahan air kencing dan air besar’. Dalam hadits-hadits ini mengandung kemakruhan shalat ketika makanan dihidangkan dimana orang yang sedang shalat itu ingin memakannya. Hal ini dikarenakan akan membuat hatinya kacau dan hilangnya kesempurnaan kekhusu’an. Kemakruhan ini juga ketika menahan kencing dan buang air besar. Dan di-ilhaq-kan dengan hal tersebut adalah hal sama yang mengganggu hati dan menghilangkan kesempurnaan kekhusu’an. Hukum kemakruhan ini menurut mayoritas ulama dari kalangan kami (madzhab syafii) dan lainnya. Demikian itu ketika waktu shalatnya masih longgar”. (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Muslim bin al-Hajjaj, Bairut-Dar Ihya` at-Turats al-‘Arabi, cet ke-2, 1393 H, juz, 5, h. 46).

Berdasarkan keterangan ini maka perihal menahan kentut ketika salat, meskipun salatnya tetap sah akan tetapi hukumnya makruh sepanjang waktunya masih longgar. Sebab, menahan kentut dalam salat juga termasuk hal yang sama dengan persoalah di atas karena juga dapat merusak atau menghilangkan kekhusukan.

Sementara itu, menurut madzhab syafii dan mayoritas ulama salatnya tetap sah, namun disunnahkan untuk mengulanginya.


Hukum Menahan Kentut Menurut Mazhab Zahiri

Sedangkan menurut mazhab zhahiri salatnya batal sebagaimana dikemukan oleh Qadli Iyadl.

وَإِذَا صَلَّى عَلَى حَالِهِ وَفِي الْوَقْتِ سَعَةٌ فَقَدْ ارْتَكَبَ الْمَكْرُوهَ وَصَلَاتُهُ صَحِيحَةٌ عِنْدَنَا وَعِنْدَ الْجُمْهُورِ لَكِنْ يُسْتَحَبُّ اِعَادَتُهَا وَلَا يَجِبُ وَنَقَلَ الْقَاضِي عِيَاضٌ عَنْ أَهْلِ الظَّاهِرِ أَنَّهَا بَاطِلَةٌ

Dan ketika ia melakukan shalat dalam kondisi seperti itu dan waktunya masih longgar maka sesungguhnya ia telah melakukan perkara yang dimakruhkan, sedang shalatnya menurut kami dan mayoritas ulama adalah sah akan tetapi sunnah baginya untuk mengulangi shalatnya. Sedangkan Qadli Iyadl menukil pendapat dari kalangan zhahiriyah bahwa shalatnya adalah batal”. (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Muslim bin al-Hajjaj, Bairut-Dar Ihya` at-Turats al-‘Arabi, cet ke-2, 1393 H, juz, 5, h. 46)

Demikian jawaban tentang menahan kentut ketika sedang shalat berdasarkan pandangan para Imam mazhab sebagaimana disarikan dari NU Online.

Penulis: Khazim Mahrur

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya