Inflasi hingga Kebijakan The Fed Bayangi IHSG pada Agustus 2022

Secara teknikal untuk jangka pendek, IHSG diperkirakan bergerak netral selama di bawah 6.932.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 03 Agu 2022, 23:16 WIB
Karyawan memfoto layar pergerakan IHSG, Jakarta, Rabu (3/8/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Rabu (3/08/2022), ditutup di level 7046,63. IHSG menguat 58,47 poin atau 0,0084 persen dari penutupan perdagangan sehari sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Agustus 2022 diprediksi menguat terbatas dengan level  resistance berada di 7.070 / 7.200 dan level support berada di 6.793 / 6.650. 

Head of Technical Analyst Research BNI Sekuritas, Andri Zakarias Siregar mengatakan, secara teknikal untuk jangka pendek, IHSG diperkirakan bergerak netral selama di bawah 6.932. Hal ini tercermin dari Fibonacci indeks yang  berada di 50 persen dari level indeks 7.355 – 6.509. 

“Berdasarkan analisis ini, indeks berpeluang menguat terbatas pada Agustus yang di dukung oleh indikator stochastic weekly oversold atau jenuh jual dan bertahan di atas 6.793  (200 day MA),” ujar Andri dalam  keterangan resminya, Rabu (3/8/2022).

Secara teknikal, IHSG pada Agustus 2022 pergerakannya juga diperkirakan masih kurang baik jika dibandingkan  dengan periode sama pada tahun sebelumnya. 

Menurut Andri, kondisi indikator MACD stochastic untuk Agustus  2021 lebih bagus jika dibandingkan dengan Agustus 2022. Kondisi ini tercermin dari pergerakan indeks pada Juli  2022 yang menunjukan pola penurunan dari kondisi overbought (jenuh beli). 

Investor dapat mencermati saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan target harga (target price / TP) Rp.  4.540 – 4.630, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan TP Rp 7.750/Rp 7.900, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) TP  Rp 4.560/Rp 4.650, PT Astra International Tbk (ASII) TP Rp 6.500/6.700 dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO)  TP Rp 3.700. 

Saham lainnya yang dapat dicermati adalah PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan TP Rp 4.520 / Rp 4.630, PT Medco  Energi International Tbk (MEDC) TP Rp 680 / Rp 720, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) TP Rp 2.150 / Rp 2.330, PT  Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) Rp 5.350 / Rp 5.450, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) TP Rp 1.800 / Rp 1.860,  PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) TP Rp 350 / Rp 370. 

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Sentimen yang Bayangi IHSG

Karyawan melintasi layar pergerakan IHSG, Jakarta, Rabu (3/8/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Rabu (3/08/2022), ditutup di level 7046,63. IHSG menguat 58,47 poin atau 0,0084 persen dari penutupan perdagangan sehari sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Research Analyst BNI Sekuritas Maxi Liesyaputra menambahkan, pergerakan IHSG pada Agustus ini akan  dipengaruhi sejumlah sentimen. Dari global, The Fed dikabarkan akan menaikkan suku bunga lagi setelah  menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin. Adapun level suku bunga yang dinaikkan akan lebih  rendah.  

“Kami melihat potensi kenaikan suku bunga yang lebih rendah ini tidak terlalu mempengaruhi pasar saham, hal ini  tercermin dari suku bunga yang telah dinaikkan sebesar 75 basis poin dan pergerakan semua bursa saham justru  mengalami kenaikan. Investor dan pelaku pasar sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi sentimen ini,” ujar  Maxi. 

Perlu diketahui, peningkatan suku bunga The Fed dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan inflasi, di mana inflasi  global saat ini dalam posisi tinggi. Sementara inflasi Indonesia posisi terakhir berada di 4,94 persen (Juli 2022). Angka ini  lebih tinggi dari target awal Bank Indonesia (BI) yang berada di posisi 3 persen - 4 persen. 

Adapun BNI Sekuritas  memperkirakan inflasi Indonesia berada di 4,1 persen - 4,7 persen sampai akhir tahun. Perkiraan ini masih mungkin dicapai  seiring mulai menurunnya harga komoditas pangan dan energi di pasar global. 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Sentimen Lainnya

Karyawan memfoto layar pergerakan IHSG, Jakarta, Rabu (3/8/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Rabu (3/08/2022), ditutup di level 7046,63. IHSG menguat 58,47 poin atau 0,0084 persen dari penutupan perdagangan sehari sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dari dalam negeri, investor saat ini tengah menunggu pertumbuhan ekonomi kuartal II 2022. Sebagaimana diketahui, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5,3 persen pada 2022 dan 5,2 persen pada 2023, dibandingkan dengan tahun 2021 yang berada di posisi 3,7 persen.

Untuk data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2022 yang akan dirilis 5 Agustus tampaknya masih mencatat pertumbuhan yang relatif bagus.

Hal ini sejalan dengan pandemi COVID-19 yang tetap terkendali sepanjang kuartal II sehingga kegiatan usaha dan aktivitas masyarakat di luar rumah meningkat signifikan. Selain itu harga komoditas  yang tetap menarik di pasar global, membuat ekspor Indonesia tetap tumbuh bagus dan memberikan sumbangan  yang tidak sedikit terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal II yang lalu. 

 


Tekanan Inflasi Global

Suasana pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Namun,untuk kuartal III 2022 sampai akhir tahun, Kepala Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution memperkirakan  kondisinya agak berisiko.

Perkiraan ini didasarkan pada tingginya tekanan inflasi global, khususnya di negara negara maju, yang direspons oleh bank sentral-nya dengan menaikkan suku bunga secara agresif dan pengetatan  likuiditas. 

Di sisi lain sumber inflasi itu sendiri sebagian berasal dari cost-push factors yang berada di luar kendali  bank sentral. Misalnya gangguan rantai pasok akibat pandemi COVID-19 yang kondisinya semakin memburuk  dengan adanya perang Rusia – Ukraina serta sikap proteksionis beberapa negara yang mengurangi ekspor pangan  dan energi untuk mengamankan pasokan dalam negerinya. 

Ini berarti kenaikan suku bunga tersebut belum tentu  mampu menurunkan laju inflasi secara signifikan. Sebaliknya kenaikan suku bunga yang agresif tersebut berpotensi  membawa ekonomi dunia jatuh ke jurang resesi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya