Ekspor CPO Dilarang, BLU Baru Kantongi Rp 45,8 Triliun di Semester I 2022

Tercatat pendapatan BLU semester I-2022 sebesar Rp 45,8 triliun atau 43,3 persen dari target Rp 105,8 triliun yang ada di dalam Perpres nomor 98 tahun 2022.

oleh Tira Santia diperbarui 04 Agu 2022, 10:30 WIB
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Isa Rachmatarwata

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Isa Rachmatarwata, mengatakan pelarangan ekspor CPO atau minyak sawit mentah menyebabkan pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) mengalami penurunan di Semester I-2022.

Tercatat pendapatan BLU semester I-2022 sebesar Rp 45,8 triliun atau 43,3 persen dari target Rp 105,8 triliun yang ada di dalam Perpres nomor 98 tahun 2022.

Dia menjelaskan, sumber pendapatan BLU berasal dari layanan Rumah sakit, perguruan tinggi yang sudah berbentuk BLU, jasa penyelenggaraan telekomunikasi, layanan perbankan, serta kelapa sawit. Namun, di semester I-2022 semuanya mengalami penurunan terutama di sisi kelapa sawit.

“Ini satu-satunya kelompok PNPB yang mengalami penurunan. Karena ini dampak dari sawit dan turunannya sempat dilarang untuk ekspor dan itu tentu berdampak pada penerimaan BLU kelapa sawit,” kata Isa dalam Media Briefing Capaian PNBP Semester I, Kamis (4/8/2022).

Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan pihaknya untuk secara lebih selektif dalam menentukan layanan-layanan publik yang berbayar.

“Jadi kita juga mulai menyeleksi Ini yang mana yang benar-benar harus bayar mana yang menjadi layanan publik,” ujarnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Realisasi Pendapatan BLU

CPO

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian/Lembaga DJA Kemenkeu Wawan Sunarjo, menambahkan bahwa realisasi pendapatan BLU semester I-2022 menurun 24 persen dari periode yang sama Tahun anggaran 2021.

“Penurunan ini utamanya berasal dari pendapatan dana perkebunan kelapa sawit, jasa perbankan dan pengelolaan Kawasan otorita,” kata Wawan.

Rinciannya, pendapatan pengelolaan dana perkebunan kelapa sawit hingga Semester I-2022 sebesar Rp 25,22 triliun turun 35,4 persen dibanding periode yang sama tahun 2021 yakni Rp 39,07 triliun.

Hal ini disebabkan karena turunnya volume ekspor. Sebelumnya tahun 2021 volume ekspor sawit 16,18 juta metrik ton, sedangkan pada tahun 2022 volume ekspor hanya 11,57 juta metrik ton, dan dampak dari pelarangan ekspor CPO.

Sebagai informasi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat secara kumulatif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) semester I-2022 tumbuh 35,8 persen atau mencapai Rp281 triliun. Utamanya didorong kenaikan pendapatan Sumber Daya Alam (SDA) dan Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND).

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Lonjakan Ekspor CPO jadi Penyelamat Harga TBS Sawit Petani

Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Peneliti dari Universitas Indonesia (UI) menyebutkan peningkatan ekspor minyak sawit atau CPO sangat diperlukan untuk mendongkrak harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit petani yang sangat rendah saat ini.

Ketua Tim Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI Doktor Eugenia Mardanugraha menyatakan peningkatan ekspor minyak sawit mentah dapat menyelamatkan para petani sawit swadaya dari anjloknya harga TBS.

"Namun kebijakan yang menjadi disinsentif bagi industri dalam mendorong laju ekspor, harus diperbaiki, dan sebagian diantaranya dihapuskan," ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (2/8/2022).

Dalam studinya bertajuk "Analisis Dampak Kebijakan Pengendalian Harga Minyak Goreng Bagi Petani Swadaya"  ia melakukan sejumlah simulasi untuk mengetahui seberapa besar peningkatan ekspor perlu dilakukan, agar tangki penyimpanan dapat segera kosong, kemudian harga TBS  pulih.

Satu diantaranya menunjukkan besarnya ekspor yang diperlukan untuk meningkatkan harga TBS dari Rp861 (asumsi harga petani swadaya per 9 Juli) menjadi setara harga pokok penjualan senilai Rp2.250 per kilogram, butuh peningkatan ekspor sebesar 1.740 persen atau 17 kali lipat.

Sementara kajian lapangan di Riau dan Kalimantan Barat menemukan jika harga pokok penjualan ideal TBS petani swadaya Rp2.000 per kilogram.

"Untuk mencapai harga tersebut, diperlukan peningkatan ekspor minimal 200 persen dari tingkat ekspor saat ini (per April 2022)," katanya.

Menurutnya, kemampuan Indonesia meningkatkan ekspor sangat terbuka, karena berdasarkan besaran ekspor bulanan sejak Januari 2014 hingga April tahun ini, ekspor sawit berada pada interval 1 juta sampai 4,3 juta ton per bulan.

Infografis Alasan Larangan Ekspor CPO dan Bahan Baku Minyak Goreng. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya