Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden Ma’ruf Amin memimpin Rapat Kerja percepatan penuruan stunting pada 12 provinsi prioritas. Ma’ruf mengingatkan kepada 12 kepala daerah dengan stunting tertinggi dan terbanyak untuk menurunkan angka stunting di wilayah mereka.
“Kita harus menurunkan stunting sebesar 10,4 persen pada waktu yang tersisa, yaitu ini tentu menjadi tantangan kita bersama,” kata Ma’ruf membuka rapat, Kamis (4/8/2022).
Baca Juga
Advertisement
Ma’ruf menyebut terdapat lima provinsi dengan tingkat balita stunting terbanyak dan ada tujuh provinsi dengan tingkat stunting tertinggi.
“Tujuh provinsi prevalensi stunting tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat, Aceh, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan lima provinsi dengan jumlah balita stunting terbanyak adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan Sumatra Utara,” jelasnya.
Oleh karena itu, saat ini Ma’ruf menyebut fokus percepatan penurunan stunting ada pada pada tujuh provinsi dan lima provinsi dengan jumlah balita stunting terbanyak tersebut.
“Sesuai amanat bapak presiden dan telah ditetapkan melalui keputusan menteri PPN dan kepala Bapenas,” kata dia.
Selain itu, Ma’ruf juga mengingatkan bahwa Presiden Jokowi telah menandatangani Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting yang berisikan strategi nasional percepatan penurunan stunting.
“BKBBN juga telah menyusun rencana aksi nasional percepatan penurunan angka stunting, indonesia pasti 2021-2024 sebagai turunan perpres 72/2021yg menjadi acuan dalam pelaksanaan program,” kata Ma’ruf.
Kejar Target Stunting 14 Persen di 2024, Pemerintah Gelontorkan Rp 44 Triliun
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menargetkan angka anak dengan stunting menurun di tahun 2024 menjadi 14 persen. Sementara per 2021 tingkat angka stunting di Indonesia masih di angka 24,4 persen, lebih baik dari tahun 2018 yang ada di angkan 30,8 persen.
"Stunting anak tahun 2018 mencapai 30,8 persen dan sekarang di 2021 kemarin turun ke 24,4 persen dan tahun 2024 ini diturunkan lagi ke 14 persen," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Webinar Keterbukaan Informasi Publik, Jakarta, Kamis 4 Agustus 2022.
Sri Mulyani menuturkan untuk mencapai target presiden, dibutuhkan kerja sama dan mobilisasi dari semua kementerian/lembaga baik di pusat maupun daerah. Mengingat penanganan stunting pada anak bukan menjadi tanggung jawab satu kementerian/lembaga saja.
"Presiden memang menunjuk BKKBN sebagai instansi dan koordinator yang memiliki jajaran di lapangan. Kementerian Kesehatan dari mengomandoi posyandu sampai puskesmas," kata dia.
Namun, mengatasi stunting bukan hanya tugas 2 instansi tersebut. Setidaknya ada 17 kementerian dan lembaga yang juga bertanggung jawab dalam hal ini. Semisal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bersama Dinas Pekerjaan Umum di daerah untuk menyediakan akses air bersih dalam rangka penyediaan sanitasi.
"Ini penting, supaya anak-anak tidak diare maka butuh air bersih dan sistem sanitasi yang sehat," kata dia.
Pihaknya pun, dari Kementerian Keuangan telah mengalokasikan anggaran Rp 44,8 triliun untuk mengatasi masalah stunting. Dana tersebut berasal dari APBN 2022 yang disalurkan melalui 17 kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
"Dilakukan pada 17 kementerian/lembaga sebesar Rp 34,1 triliun dan dana alokasi khusus (DAK) (kepada Pemda) sebesar Rp 8,9 triliun," katanya.
Dana tersebut kata Sri Mulyani harus bisa menjamin tidak adanya lagi bayi yang terlahir dalam keadaan stunting. Maka, pemantauannya harus dilakukan sejak bayi dalam kandungan ibu hingga 1.000 hari.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
BKKBN Lakukan Pendataan Keluarga Turunkan Angka Stunting Anak
Sebelumnya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berhasil mendata 68.478.139 kepala keluarga di Indonesia.
Hasil Pendataan Keluarga tahun 2021 atau PK-21 ini akan digunakan untuk upaya percepatan penurunan angka stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, Hasil Pendataan Keluarga tahun 2021 tersebut merupakan data backbone yang menyediakan indikator kependudukan, keluarga berencana dan indikator pembangunan keluarga. Termasuk juga menyediakan pemetaan keluarga sasaran berpotensi risiko stunting.
“Karena itu pemutakhiran data PK-21 di tahun 2022 ini sangat penting dengan memperluas cakupan pencatatan,” kata Hasto Wardoyo dalam keterangan pers, Sabtu 30 Juli 2022.
Menurut Hasto, penetapan data Hasil Pendataan Keluarga tahun 2021 sebagai data Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) tidak muncul begitu saja. Hal ini sejalan dengan Inpres Nomor 4 tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem juga telah diluncurkan.
Sehingga Hasto Wardoyo menyebutkan dengan sangat jelas bahwa data Hasil Pendataan Keluarga tahun 2021 digunakan sebagai Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim (P3KE).
Sementara, Kepala Bidang Pemerintahan Pembangunan Manusia (PPM) pada Bappeda Banten Ahmad Rohili, mengungkapkan, berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilakukan Kementerian Kesehatan, angka stunting Kota Tangerang berada diangka 15,3 persen. Ini merupakan data agregat dari sampel yang diambil melalui SSGI.
Sedangkan berdasarkan Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM), angka stunting Kota Tangerang diangka 8,03 persen yang sudah turun dari 9,65 persen pada 2020 lalu. Ini merupakan data by name by address yang dilakukan Puskesmas melalui pelayanan Posyandu di seluruh daerah.
"Kami apresiasi Kota Tangerang, dengan angka stunting 15,3 persen, pasalnya ini dibawah angka Provinsi bahkan Nasional. Namun, baik data SSGI dan E-PPGBM tetap menjadi acuan kota kabupaten untuk terus menekan angka stunting," papar Ahmad Rohili, Jumat 29 Juli 2022.
Dia pun menuturkan, dalam penanganan stunting, Kota Tangerang melakukannya secara terstruktur. Mulai dari pendataan, penentuan lokus stunting, perencanaan pada jajaran OPD terkait, hingga pendampingan target sasaran.