Liputan6.com, Jakarta - Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamarudin Simanjuntak, mengaku kecewa dengan Irjen Pol Ferdy Sambo yang datang menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri dengan berseragam dinas Kadiv Propam Polri.
Menurut Kamarudin, sebagai pejabat yang telah dinonaktifkan oleh Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, selayaknya Ferdy Sambo hadir menghadap pemeriksaan penyidik dengan berpakaian sipil.
Advertisement
Ferdy Sambo diperiksa terkait kasus kematian Brigadir J di rumahnya. Dalam kasus ini, Polri telah menetapkan Bharada E sebagai tersangka pembunuhan terhadap Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
"Ada yang tidak pas, karena dia datang mengenakan seragam lengkap bintang dua. Bagaimana penyidik mantan anak buah dia memeriksa komandannya. Kan tadi berseragam lengkap. Yang menyidik brigadir, yang diperiksa bintang dua, gimana itu. Harusnya kan beliau pakai baju sipil karena kan sudah dinonaktifkan. Kenapa dia masih memakai baju Kadiv Propam," tutur Kamarudin saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (4/8/2022).
Menurut Kamarudin, Kondisi tersebut membuat dirnya mempertanyakan status nonaktif dari Irjen Ferdy Sambo. Terlebih, dia hadir dengan pengawalan lengkap dari anggota kepolisian lain.
"Kalau benar dia sudah dinonjobkan dari Kadiv Propam, dari Satgas Merah Putih, ya berpakaian sipil lah dulu sementara. Tetapi dengan dia di sana diantar oleh para ajudan para Provos, kemudian dia berseragam Kadiv Propam, kan itu kurang pas. Bagaimana caranya penyidik memeriksa jenderal bintang dua lengkap dengan seragam jenderalnya. Yang ada juga tangan dan lutut mereka gemetaran kan," kata Kamarudin.
Polri Tetapkan Bharada E Tersangka, Terancam 15 Tahun Bui
Polri resmi menetapkan Bharada E sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Brigadir Yoshua dalam peristiwa adu tembak ajudan Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.
Penyidik pun mengenakan Bharada E dengan pasal sangkaan pembunuhan, yaitu Pasal 338 Juncto 55 dan 56 KUHP.
"Pasal 338 juncto 55 dan 56 KUHP," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/8/2022).
Merujuk dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, isi Pasal 338 adalah 'Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun'.
Sementara penyertaan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP yakni dimaknai terdiri dari 'pembuat' yaitu orang yang memberikan perintah, 'penyuruh' yaitu orang yang bersama-sama melakukan, 'pembuat peserta' yaitu orang yang memberi perintah dengan sengaja, 'pembuat penganjur' dan 'pembantu'. Adapun secara rinci adalah sebagai berikut:
Pasal 55 KUHP:
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan;
Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, keterangan, atau sengaja menganjurkan orang lain agar melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56 KUHP:
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan.
2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi pun menegaskan, dengan pasal tersebut artinya Bharada E tidak tengah melakukan upaya pembelaan diri saat peristiwa adu tembak ajudan Irjen Ferdu Sambo terjadi.
"Jadi bukan bela diri," kata dia.
Polri menegaskan bahwa penanganan dan pengembangan kasus kematian Brigadir J tidak akan berhenti di penetapan tersangka Bharada E. Tidak menutup kemungkinan sosok lain akan terseret dalam perkara tersebut.
"Tadi sudah saya sampaikan pemeriksaan belum selesai, masih dalam pengembang terus," tutur Andi.
Terlebih, penyidik mengenakan Bharada E dengan Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Untuk itu, kata Andi, pihaknya masih terus mengejar pemeriksaan saksi-saksi lainnya.
"Sampai dengan hari ini penyidik sudah melakukan pemeriksaan kepada 42 orang saksi, kemudian juga termasuk di dalamnya adalah ahli-ahli, baik dari unsur biologi kimia forensik dan metalurgi balistik forensik, IT Forensik, dan kedokteran forensik. Termasuk telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah barang bukti baik berupa alat komunikasi, cctv, dan barang bukti yang ada di TKP, sudah diperiksa atau diteliti oleh laboratorium forensik maupun yang sedang dilakukan pemeriksaan di laboratorium forensik," jelas dia.
Advertisement
Bharada E Tidak Mahir Menembak, Baru Latihan Maret 2022
Bareskrim Polri resmi menetapkan Bharada E sebagai tersangka pembunuhan terhadap Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Penetapan tersangka ini setelah sebelumnya diduga terjadi adu tembak di kediaman Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu mengungkap latar belakang tersangka Bharada E yang ternyata berbeda dengan sejumlah fakta yang sebelumnya diungkap kepolisian.
Keterangan tersebut didapat usai melangsungkan pemeriksaan dan konfirmasi atas permohonan perlindungan Bharada E, pada Jumat 29 Agustus 2022 lalu. Pemeriksaan sebagai tindak lanjut surat permohonan perlindungan kepada LPSK.
"Terkait hal lain yang bisa saya sampai Bharada E ini bukan ADC atau ajudan. Bukan, sprin (surat perintah), jadi Bharada E ini sopir," ucap Edwin saat dihubungi merdeka.com, Kamis (4/8/2022).
Edwin membeberkan fakta temuannya bahwa Bharada E ternyata tidak mahir menembak. Karena berdasarkan keterangannya, Bharada E baru latihan menembak pada Maret 2022.
"Kemudian dia baru pegang pistol, November tahun lalu. Latihan menembak itu Maret 2022 di Senayan, Jakarta. Berdasarkan informasi yang kami dapat Bharada E bukan termasuk kategori mahir menembak," tuturnya.
Fakta tentang latar belakang Bharada E itu juga didapat berdasarkan konfirmasi terhadap pihak-pihak lain yang menjadikan sandaran pembanding informasi LPSK dalam menindaklanjuti permohonan tersebut.
"Soal menembak ini, kami dapat informasi lain yang diperoleh yang bisa dipercaya," ucap Edwin.
Pendalaman ini juga dilakukan LPSK menyusul berbagai informasi terkait Bharada E sosok ajudan yang baru bertugas tujuh bulan dari kesatuan Detasemen Brimob Cikeas yang disebut sebagai sniper.
"Bukan belajar menembak, dia bukan sniper ahli tembak. Kan, ada banyak pemberitaan dia sniper informasi yang kami peroleh, dia tidak masuk standar itu, bukan kategori penembak yang mahir gitu ajalah," ucapnya.