Liputan6.com, Jakarta - Kondisi iklim yang semakin buruk makin bisa dirasakan. Bukti nyata ada di Jakarta, Ibu Kota Indonesia yang kini semakin terik serta kualitas udara jadi yang terburuk di antara wilayah lainnya di Tanah Air.
Merujuk data yang dikeluarkan oleh situs pemantau udara dunia IQAir, kualitas udara di Jakarta pada pukul 06.00 WIB, Jumat (6/8/2022) menempati posisi ke-23 dalam daftar kota dengan kualitas terburuk di dunia, dengan indeks AQI US sebesar 63.
Advertisement
Salah satu penyebab buruknya kualitas udara, tentu saja datang dari emisi kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat. Dengan demikian, alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut, adalah penggunaan kendaraan listrik yang kini juga tengah digenjot oleh pemerintah.
Indonesia sendiri memiliki rencana dan target kendaraan listrik yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 22/2017, tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang menargetkan adopsi 2.200 mobil listrik dan 2,1 juta motor listrik pada 2025.
Sementara itu, terkait akselarasi kendaraan listrik di Tanah Air, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 55/2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Beleid tersebut, terdiri dari 37 pasal, dan ditetapkan pada 8 Agustus 2019.
Mendukung transisi penggunaan kendaraan listrik, khususnya di bidang transportasi, langkah Blue Bird wajib diapresiasi. Perusahaan taksi berlambang burung biru itu telah memulai menggunakan mobil listrik sebagai armadanya sejak 2019.
Dimulai dengan peluncuran 25 unit BYD E6 A/T dan 4 unit Tesla Model X 75D di Jakarta, dan kini perseroan terus memperluas implementasi penggunaan armada ramah lingkungan.
Andrianto Djokosoetono, Wakil Direktur PT Blue Bird Tbk mengatakan, pihaknya berencana untuk menambah 50 unit mobil listrik BYD T3 untuk dijadikan armada taksi pada 2022. Kendaraan nol emisi ini, akan disebar sebanyak 25 unit di Jakarta dan 25 unit Bali.
"Kenapa BYD T3? Terus terang harga mobil listrik itu mahal. Kalau ada yang murah kapasitasnya sangat kecil, baik penumpang ataupun jarak tempuhnya. Sedangkan kita butuh kombinasi dari dua hal tersebut," jelas Andrianto saat ditemui di kantornya, beberapa waktu lalu.
Lanjut Andrianto, Blue Bird harus merogoh kocek sekitar Rp 600-700 jutaaan untuk menebus BYD T3. Banderol ini sendiri tergantung dengan biaya lainnya, seperti pengiriman atau logistik.
"Pelayanan itu harus menggunakan kendaraan yang berkualitas. BYD memang nama yang masih asing di Indonesia, namun salah satu produsen dunia untuk electric vehicle," tegasnya lagi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Komitmen Hilangkan Emisi
Langkah Blue Bird terkait penggunaan mobil listrik sebagai armada taksi memang terlihat cukup serius. Meskipun, hingga saat ini baru sekitar 60 unit yang digunakan. Sedangkan jumlah armada mobil yang dimiliki Blue Bird, hingga saat ini mencapai lebih dari 24 ribu unit yang tentunya merupakan mobil konvensional (internal combustion engine atau ICE).
Sedangkan untuk target peralihan 100 persen armada Blue Bird menggunakan mobil listrik, masih sulit diprediksi dengan situasi dan kondisi di industri kendaraan listrik yang belum menentu, terutama harga jual yang masih cukup tinggi.
"Secara pasti, terus terang saya tidak bisa jawab berapa banyak (realisasi mobil listrik untuk dijadikan armada taksi Blue Bird) karena tadi, teknologi berkembang, industri berkembang. Seperti tahun ini, harganya tidak terkoreksi. Kenapa? Karena demand sangat tinggi, suplai masih kurang," tambah Andrianto.
Lanjutnya, sebelum pandemi Covid-19, Blue Bird sendiri sudah mempelajari harga mobil listrik, dengan kapasitas jarak dan pengembangan teknologi yang terjadi, seharusnya harganya turun terus. Namun kenyataannya, banderol mobil listrik yang memang bisa dijadikan armada taksi Blue Bird tetap sama, dan tidak mengalami penurunan.
"Mudah-mudahan dengan normalisasi dalam dua tahun ke depan, terjadi lagi harga beli turun, dengan kapasitas dan teknologi yang meningkat. Jika itu terjadi, saat di titik tertentu, kita yang terus terang tidak bisa jawab kapan, artinya affordability (keterjangkauan) tercapai, dengan kapasitas, jarak, dan teknologi minimal sama dengan yang sekarang, bukan tidak mungkin kita bisa ganti 100 persen nantinya," ujar Andrianto.
Target 100 persen mengganti armada taksi menjadi mobil listrik, sejatinya merupakan kontribusi Blue Bird, sebagai perusahaan mobilitas dengan menghilangkan emisi yang dihasilkan.
Hal tersebut, tentunya menjadi komitmen perseroan untuk menuju ke arah menciptakan ekosistem lingkungan yang lebih baik.
"Tapi, tahun berapa kita tidak bisa targetkan, karena kita bukan produsen. Tapi, target ini secepatnya, jika parameter yang disebutkan tercapai maka kita akan bergerak lebih agresif, untuk konversi kendaraan kita dari combustion engine ke full baterai. Ataupun nanti kedepannya, ada opsi lain terkait penggunaan teknologi kendaraan baru," tukasnya.
Advertisement
Pakai Mobil Listrik, Blue Bird Hemat 30 Persen Biaya Perawatan
Penggunaan mobil listrik sebagai armada taksi Blue Bird, memang tidak hanya sema-mata untuk pengurangan emisi dan komitmen untuk menciptakan lingkungan yang lebih ramah. Namun, terkait biaya perawatan memang jauh lebih hemat.
Binarti A Yulianto, Vice Presiden Teknik PT Blue Bird Tbk, mengatakan dengan menggunakan armada taksi listrik, pihaknya bisa menghemat biaya perawatan dan pemakaian bahan bakar dibandingkan dengan kendaraan konvensional.
"Penghematan bisa mencapai 30 persen, dibandingkan dengan armada mobil bensin. Itu sudah termasuk perawatan dan juga penggunaan bahan bakar ya," jelas wanita lulusan teknik nuklir Universitas Gajah Mada saat ditemui di kantornya belum lama ini.
Sedangkan bagi sopir taksi, Arif, yang ditemui Liputan6.com mengatakan sudah mengoperasikan BYD E6 selama setahun. Dibandingkan dengan mobil bensin yang sebelumnya digunakan, lebih nyaman menggunakan mobil listrik,
"Lebih nyaman pakai mobil listrik, baik untuk pengemudi dan penumpang. Untuk pengisian baterai juga tidak ada kendala, seperti halnya mengisi bensin. Bahkan, saat pengisian baterai selama satu atau dua jam, bisa saya gunakan untuk beristirahat," ungkapnya.
Selama satu hari penggunaan mobil listrik, dibutuhkan dua kali pengisian baterai. Saat baterai terisi penuh, mobil listrik taksi ini bisa menempuh jarak sekitar 400 kilometer, dan itu sudah cukup untuk digunakan dalam satu hari kerja.
"Biasanya, kita mengisi baterai malam hari untuk digunakan besok hari. Kemudian, satu kali pengisian untuk digunakan sampai malam dan kembali ke pangkalan taksi. Itu sudah lebih dari cukup," ujarnya.
Jaminan Taksi Listrik Blue Bird
Sebelumnya, Direktur Utama Blue Bird, Noni Purnomo, mengajak masyarakat agar tidak takut naik layanan taksi listrik atau e-taxi milik Blue Bird di Bandara Soekarno Hatta. Dia pun mementahkan kecemasan seperti mobil mati ketika terjebak di kemacetan Jakarta.
"Enggak mati di tengah jalan, karena mobil ini yang kita pilih bisa jalan sampai 400 kilometer, sedangkan rata-rata taksi biasanya 200-an kilometer," ujar Noni.
Butuh dua jam untuk mengisi penuh mobil listrik. Hal lain yang ia sanggah adalah ketakutan bahwa mobil listrik akan mogok saat banjir. Noni menilai semua jenis mobil akan mengalami hal sama ketika menghadapi banjir.
Kemudian, Binarti melanjutkan, perawatan untuk mobil listrik ini memang tidak seperti mobil bensin. Tidak ada penggantian oli dan filter yang memang biasa dilakukan di armada konvensional.
Selain itu, perawatan juga hanya sebatas kaki-kaki mobil, karena memang sebagai armada taksi akan menempuh jarak yang cukup jauh, lalu penggantian ban, dan kampas rem.
"Soal perawatan kami melakukan pelatihan dari BYD Indonesia dan juga importir umum yang mendatangkan mobil listrik. Kemudian, kalau memang ada kendala kami berkoordinasi secara online. Setelah itu, kami akan melakukan perawatan tersendiri. Untuk spesialis BYD kami sudah ada," pungkasnya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement