Liputan6.com, Jakarta - Saat ini meski dunia tengah dilanda resesi, iklim investasi di pasar modal, termasuk saham, masih berpotensi menghasilkan keuntungan.
Co-Founder Ternak Uang Timothy Ronald menilai, pada masa potensi resesi ini masih ada beberapa sektor yang masih menarik untuk dijadikan sebagai ladang penghasil cuan. Hanya saja, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih saham di masa resesi.
Advertisement
Ada beberapa cara yang bisa dipertimbangkan untuk memilih saham di masa resesi. Pertama, batasi portfolio saham. Dalam berinvestasi saham, Timothy biasanya hanya menaruh di 1 atau 2 portfolio saham, karena jika terlalu banyak, akan lebih sulit untuk mengelolanya.
"Meski portfolio nya sedikit, pilih saham-saham yang profitable dan risiko kerugiannya asimetris atau kecil," ujar dia dalam keterangan resmi, Sabtu (6/8/2022).
Lihat Bisnis Makronya Terlebih Dahulu
Timothy menggunakan top to down analysis, yaitu menganalisis dari sektor makronya dulu. Artinya dari hulu ke hilir. Hal ini diperlukan agar investor mengetahui seluk beluk saham yang akan dipilih.
"Setelah dipahami, cari relevansi industrinya karena akan memudahkan dalam mencari potensi cuan, misalnya di sektor energi, utamanya batu bara dan minyak. Kenapa pilih emiten dari sektor energi? Karena itu komoditas mahal saat ini, sehingga potensi cuan lebih besar," imbuh dia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jangan Ragu Atau Takut
Jangan Ragu atau Takut
Jika sudah bisa menganalisis dari hulu ke hilir, pastikan telah punya gambaran perusahaannya. Setelah itu, jangan takut untuk berinvestasi dengan jumlah besar. Timothy menyarankan agar peluang cuan lebih banyak, pilih perusahaan kecil atau yang baru IPO.
"Pilih (saham) yang kecil-kecil saja. Selain harganya murah, potensi cuannya lebih banyak kalau perusahaannya membesar," ujar dia.
Bandarmology
Bandarmology adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana orang-orang menggunakan pergerakan bandar saham guna mengetahui pergerakan harga saham dalam waktu dekat. Contohnya seperti saham GoTo.
"Dulu harga saham GoTo sempat anjlok ke angka Rp 200 per lembar saham, strategi bandarmology masih bisa mengerek harganya ke nilai yang stabil, sekitar 380 per lembar saham. Itu pakai bandarmology," ungkap dia.
Batasi Alokasi Investasi
Karena masa resesi penuh dengan ketidakpastian, Timothy menyarankan bahwa takaran investasi di pasar modal hanya 20-30 persen dari total kekayaan yang dimiliki. Hal ini selaras dengan data dari Center of Reform on Economics (CORE) mencatat, inflasi di Indonesia akan mencapai 6 persen pada akhir tahun ini. Artinya, risiko di masa resesi semakin besar.
"Selama konflik Rusia dan Ukraina belum mereda, kemungkinan besar inflasi belum bisa terkendali. Jadi, kalau saya sarankan 20-30 persen saja," sebut Timothy.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Tips Investasi Reksa Dana Saham
Sebelumnya, Reksadana saham menjadi salah satu jenis investasi yang populer di kalangan anak muda. Hal itu karena reksadana saham memang dirancang untuk investasi dalam jangka waktu yang lama.
Secara sederhana, reksadana adalah tempat mengumpulkan uang atau dana investasi dari masyarakat yang selanjutnya akan diinvestasikan oleh manajer investasi dalam berbagai instrumen investasi, dalam hal ini instrumen yang dimaksud adalah saham.
Nantinya, manajer investasi akan mengelola dan menginvestasikan dana secara profesional dalam reksadana. Manajer investasi didukung oleh tenaga ahli lainnya yang terdiri dari komite investasi dan pengelola investasi.
Selaras dengan hal tersebut, Co-Founder Ternak Uang Felicia Putri Tjiasaka berbagi tips untuk berinvestasi reksadana saham, khususnya bagi para pemula.
Tepat memilih manajer investasi
Karena reksadana dijalankan oleh manajer investasi, Felicia berpesan agar investor pemula tidak salah dalam memilih manajer investasi. Untuk mengakalinya, ia memberikan panduan.
"Untuk pemula, mereka bisa memilihnya dari 20 manajer investasi terbaik berdasarkan dana kelolaan. Untuk mengetahui daftarnya bisa di cek di website IDX dan beberapa agen penjual reksadana. Alternatif lainnya, pilih manajer investasi yang kamu kenal secara personal dan bisa dipercaya. Kalau nggak kenal, lebih baik skip saja,” ujar Felicia dalam keterangan tertulis dikutip Sabtu, 2 Juli 2022.
Pilih Reksa Dana yang Tepat
Setelah menyortir manajer investasi,selanjutnya pengguna perlu memilih jenis reksadana yang sesuai dengan tujuan keuangan dan profil risiko ita. Untuk mengetahui ciri reksadana yang menguntungkan, Felicia menganalisanya dari beberapa karakteristik.
"Idealnya, pilihlah reksadana yang punya dana kelolaan yang tidak terlalu kecil ataupun tidak terlalu besar. Kalau terlalu besar nanti kurang lincah sehingga tidak fleksibel. Tapi kalau terlalu kecil itu sulit untuk dipercaya, rentan bermasalah ke depannya. Idealnya, dana kelolaannya di kisaran Rp 100 miliar hingga Rp1 triliun," ungkap Felicia.
Selain itu, Felicia mengimbau agar investor lebih jeli dalam melihat rekam jejak reksadana yang akan dipilih. Paling aman, bisa dilihat dari laporan bulanan reksadana tersebut beserta prospektusnya.
"Cek return-nya. Apakah bagus dan konsisten dalam jangka panjang atau tidak. Lalu, cari reksadana yang drawdown (kerugian) paling rendah. Terakhir, pilih reksadana yang expense ratio dan biaya manajer investasinya rendah," tambahnya.
Meski demikian, Felicia menjelaskan seorang investor tetap memerlukan strategi saat berinvestasi reksadana saham. Pada umumnya, ada lima trik yang dijadikan strategi para investor pemula, yakni lump sum (beli sekaligus dalam satu waktu), dollar cost averaging (beli dalam waktu yang berbeda-beda), market timing (membeli dan menjual di waktu yang tepat), average up, serta buy and hold.
Hanya saja, Felicia merekomendasikan investor untuk menerapkan strategi dollar cost averaging.
"Karena pergerakan reksadana saham sangat fluktuatif, lebih cocok untuk investasi secara rutin saja, agar menghindari beli di harga pucuk atau tertinggi," kata Felicia
"Kemudian jangan pakai buy and hold, itu tidak cocok karena reksadana saham yang dikelola oleh manajer investasi yang bisa melakukan salah atau pindah perusahaan. Idealnya, selalu melakukan evaluasi setiap enam bulan atau setahun sekali," pungkas dia.
Advertisement