Liputan6.com, Jakarta COVID-19 yang merebak di berbagai negara turut meningkatkan laporan terkait gangguan tidur pada masyarakat.
Selama fase awal pandemi COVID-19, terutama selama lockdown dan pembatasan sosial, banyak orang melaporkan gangguan pola tidur.
Advertisement
Saat infeksi COVID-19 kembali meningkat, laporan orang-orang yang mengalami kurang tidur selama dan setelah infeksi COVID-19 pun ikut naik.
Beberapa orang melaporkan gejala insomnia, di mana mereka kesulitan untuk mulai terlelap atau tidur dengan nyenyak. Ini biasanya disebut sebagai "coronasomnia" atau "insomnia COVID-19". Sementara, yang lain melaporkan bahwa dirinya terus-menerus merasa lelah, kurang tidur, yang terkadang dikaitkan pula dengan Long COVID.
Dosen Senior di Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat Universitas Newcastle Gemma Paech memberi penjelasan terkait pengaruh COVID-19 pada kualitas tidur dan mengapa dampaknya berbeda bagi setiap individu.
Menurutnya, ketika tubuh terinfeksi virus, ini menyebabkan respons imun, atau peradangan. Sebagai bagian dari respons, sel-sel tubuh memproduksi protein, seperti sitokin, untuk membantu melawan infeksi.
Beberapa sitokin ini juga berkaitan dengan kualitas tidur dan dikenal sebagai "zat pengatur tidur". Ketika ada lebih banyak sitokin dalam tubuh, ini cenderung membuat lebih mengantuk.
Kualitas tidur dan kekebalan tubuh bersifat dua arah dan saling memengaruhi. Kurang tidur dapat memengaruhi fungsi kekebalan tubuh, begitu pula fungsi kekebalan yang terganggu dapat memengaruhi kualitas tidur.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Masih Dipelajari
Selama tidur, terutama selama tahap tidur nyenyak, terjadi peningkatan produksi beberapa sitokin. Dengan demikian, tidur meningkatkan respons kekebalan yang dapat meningkatkan peluang tubuh untuk bertahan dari infeksi.
“Sementara efek spesifik COVID-19 pada tidur masih dipelajari, kita tahu tentang apa yang terjadi pada tidur dengan infeksi virus lainnya.”
“Satu studi yang mengamati infeksi rhinovirus, atau flu biasa, pada orang dewasa yang sehat, menemukan bahwa individu yang bergejala memiliki durasi tidur yang berkurang, tidur yang kurang terkonsolidasi, dan kinerja kognitif yang lebih buruk daripada individu tanpa gejala,” kata Peach mengutip Channel News Asia Minggu (7/8/2022).
Studi lain yang mengamati orang-orang dengan infeksi pernapasan menunjukkan bahwa meskipun bergejala, orang-orang menghabiskan lebih banyak waktu di tempat tidur dan meningkatkan waktu tidur, tapi lebih banyak terbangun saat tidur. Orang-orang juga melaporkan peningkatan kesulitan tidur, kualitas tidur yang lebih buruk, dan tidur yang lebih gelisah.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Selain Akibat Infeksi
Sebuah studi yang lebih baru menemukan bahwa pasien dengan COVID-19 melaporkan lebih banyak kesulitan tidur dibandingkan dengan pasien tanpa COVID-19.
Sementara perubahan tidur dengan infeksi virus seperti COVID-19 kemungkinan disebabkan oleh respons kekebalan tubuh, ada penyebab lain yang bisa memicu gangguan tidur.
Penyebab tersebut adalah kebiasaan buruk sebelum tidur yang diulangi terus-menerus. Salah satu kebiasaan buruk yang dilakukan sebelum tidur adalah bermain gawai atau ponsel pintar hingga larut.
Jika dilakukan terus-menerus, kebiasaan ini bisa mengakibatkan tidur yang terfragmentasi atau terbagi-bagi dan sering terbangun.
Kualitas tidur malam yang buruk juga dapat menyebabkan beberapa orang lebih sering tidur siang, yang selanjutnya dapat memengaruhi tidur malam hari. Dan membutuhkan waktu lebih lama untuk tertidur, atau bangun di malam hari dan berjuang untuk kembali tidur. Ini juga dapat menyebabkan frustrasi karena tidak bisa tidur.
Semua faktor ini dapat menyebabkan gejala insomnia seperti pada orang yang sulit tidur karena COVID-19.
Bisa Berujung Insomnia Kronis
Dalam jangka pendek, gejala insomnia ini sebenarnya bukan masalah besar. Namun, jika kebiasaan tidur yang buruk terus berlanjut, ini dapat menyebabkan insomnia kronis.
Di sisi lain, ada orang yang mengalami COVID-19 dalam waktu lama, di mana mereka terus-menerus merasa lelah meskipun cukup tidur setelah infeksi COVID-19 mereka berlalu.
Sayangnya, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan mengapa beberapa orang mengalami kelelahan yang berkepanjangan setelah infeksi virus.
Faktor-faktor seperti genetika, masalah kesehatan lainnya, dan gangguan suasana hati seperti kecemasan adalah kemungkinan penyebab mengapa beberapa orang mengalami insomnia COVID-19. Bisa pula akibat long COVID.
“Diperlukan lebih banyak penelitian untuk sepenuhnya memahami kaitan kurang tidur dengan COVID-19.”
Selama fase infeksi akut, penting untuk menyadari bahwa diri sendiri mengalami beberapa gangguan tidur.
“Cobalah untuk tidak terlalu frustrasi karena kurang tidur atau membutuhkan waktu lebih lama untuk tertidur.”
Ketika mulai merasa lebih baik, usahakan untuk kembali ke pola tidur-bangun yang biasa, sebelum COVID, dan hindari tidur siang yang terlalu lama.
“Cobalah untuk menghindari melihat jam ketika di tempat tidur, dan pergi tidur ketika Anda merasa mengantuk. Kurangi paparan cahaya di malam hari. Ini akan membantu Anda kembali ke rutinitas normal lebih cepat.”
Jika masih kesulitan dengan insomnia atau kantuk yang berlebihan setelah infeksi COVID-19, terutama jika sudah beberapa bulan, maka sebaiknya hubungi dokter yang dapat menawarkan saran yang lebih spesifik.
Advertisement