Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ketegangan antara China dan Taiwan menimbulkan eskalasi baru konflik global.
Kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat, Nancy Pelosi ke Taiwan pekan lalu berakhir dengan ketegangan politik baru di regional Asia.
Advertisement
"Hadirnya Ketua DPR AS di Taiwan (menimbulkan) eskalasi yang luar biasa. Tentunya menimbulkan kemungkinan dari sisi keamanan namun juga dari sisi politik ekonomi," kata Sri Mulyani Indrawati dalam Kuliah Umum PPKMB Universitas Indonesia, Jakarta, Senin (8/8).
Sri Mulyani menuturkan geopolitik yang luar biasa sekarang ini membuat ketidakpastian global semakin meningkat. Rasa tidak aman ini makin terasa belakangan ini.
"Dengan dunia memiliki geopolitik yang luar biasa besar maka seluruh dunia merasa tidak aman," kata dia.
Rasa tidak aman ini mengancam hubungan antara negara yang dalam 3 dekade terakhir. Padahal selama ini diasumsikan hubungan setiap negara akan saling berhubungan baik dari sisi perdagangan, investasi, lalu lintas manusia, lalu lintas modal, barang dan informasi.
"Ini semuanya sekarang di riset. Banyak dunia sekarang, masyarakat atau negara melakukan review terhadap hubungan antara negara," kata dia.
Dia menuturkan kondisi geopolitik yang penuh kompetisi dan potensi perang membuat semua negara semakin hati-hati. Tiap negara sekarang mencari hal-hal yang bisa meningkatkan ketahanan dari perekonomiannya masing-masing.
"Artinya proteksionisme kemungkinan akan semakin besar, blok akan semakin menguat," katanya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Investasi dan Perdagangan
Sehingga hubungan investasi dan perdagangan tidak lagi berdasarkan kepada murni masalah bisnis dan kebebasan dalam mengambil sikap. Melainkan sudah mulai memperhatikan aspek geopolitik.
"Ini adalah landscape yang berubah," katanya.
Dia menambahkan, Indonesia kini juga masuk dalam perhitungan. Mengingat Indonesia merupakan negara yang besar baik dari sisi populasi dan ekonominya.
Bahkan telah menjadi bagian dari anggota G20, artinya Indonesia masuk dalam 20 besar negara ekonomi terbesar di dunia. Makanya, Indonesia harus melek terhadap kondisi global yang terjadi saat ini.
"Ini menyebabkan indo menjadi salah satu negara yang tidak boleh tidak paham terhadap konteks geopolitik yang berubah," kata dia mengakhiri.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Advertisement
Jika China dan Taiwan Perang seperti Rusia-Ukraina, Apa Dampaknya?
Konflik yang kian tegang antara Taiwan dan China semenjak kedatangan Ketua DPR AS Nancy Pelosi memicu pertanyaan, akankah berakhir seperti Rusia dan Ukraina?.
Menanggapi, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda, mengatakan jika China-Taiwan perang seperti Rusia dan Ukraina maka akan menyebabkan pasokan chip global terganggu.
“Dampak yang paling nyata bagi global dan Indonesia khususnya adalah pasokan chip untuk berbagai produk elektronik akan turun. Produk semakin langka dan harga bisa tambah mahal,” kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Senin (8/8/2022).
Menurutnya, semakin rebutan perusahaan-perusahaan mobil, elektronik untuk mendapatkan chip dari Taiwan. Makanya kalau sampai perang dan pasokan chip global terganggu, pasti bisa melambatkan perkembangan teknologi global termasuk Indonesia.
Tak hanya itu saja, dia memprediksi ekspor ke Taiwan juga pasti akan terganggu terutama untuk produk besi dan baja. Ekspor ke Taiwan setara 10 persen ekspor besi dan baja secara nasional. Pasti permintaan dari Taiwan akan berkurang.
“Terlebih hubungan Indonesia dengan China juga relatif tinggi, yang menurutnya rasa jika China berperang melawan blok barat (AS, Taiwan, Jepang, dan sekutu), maka Indonesia akan sangat terganggu ekonominya,” katanya.
Dampak Lain
Dampak lainnya yaitu ekspor Indonesia ke China akan berkurang, terlebih untuk ekspor komoditas seperti batubara, CPO, dan sebagainya.
“Maka jika diukur dengan hubungan Indonesia-China, dibandingkan Indonesia-Rusia dan Ukraina, dampak dari perang antara China vs Taiwan akan lebih besar bagi Indonesia,” ujarnya.
Untuk menghadapi hal tersebut, dia menyarankan agar Pemerintah Indonesia bersiap untuk mencari pasar alternatif untuk produk-produk ekspor ke China ataupun Taiwan. Menurutnya hal itu menjadi salah satu strategi.
“Tapi saya rasa untuk beberapa barang dari China seperti bawang putih, sulit untuk mencari negara substitusinya,” pungkasnya.
Advertisement