KPK Geledah Plaza Summarecon Terkait Suap Perizinan Apartemen di Yogyakarta

KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan suap perizinan Apartemen Royal Kedhaton di kawasan Malioboro, Yogyakarta. Salah satunya eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 08 Agu 2022, 13:12 WIB
Mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti (rompi oranye) menuju mobil tahanan usai rilis penetapan dan penahanan tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022). Haryadi Suyuti bersama tiga orang lainnya ditahan KPK terkait suap pengurusan perizinan di wilayah Pemkot Yogyakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Plaza Summarecon di Jakarta Timur. Penggeledahan dilakukan terkait perkara dugaan tindak pidana suap perizinan pembangunan apartemen Royal Kedhaton di kawasan Malioboro, Yogyakarta.

“Benar, Tim Penyidik pada 5 Agustus telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan di wilayah Jakarta Timur yaitu Plaza Summarecon,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Senin (8/8/2022).

Ali mengungkap, penyidik KPK mengamankan sejumlah barang bukti dalam penggeledan tersebut. Beberapa barang bukti yang disita di antaranya berupa dokumen hingga alat elektronik yang diduga berkaitan dengan perkara suap izin apartemen tersebut. 

“Analisis berikut penyitaan atas temuan bukti-bukti ini segera dilakukan untuk melengkapi berkas perkara tersangka HS (Haryadi Suyuti eks Wali Kota Yogyakarta) dan kawan-kawan,” kata Ali.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka, yakni eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana, dan sekretaris pribadi Haryadi bernama Triyanto Budi Yuwono sebagai penerima suap.

Lalu tersangka pemberi suap yakni Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihono. Terbaru, KPK juga menjerat Direktur Utama PT Java Orient Properti (JOP) Dandan Jaya Kartika (DJK) sebagai tersangka. PT JOP adalah anak usaha PT Summarecon Agung (SMRA).

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Konstruksi Kasus

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Alexander Marwata (tengah) saat membacakan rilis penetapan dan penahanan mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022). Haryadi Suyuti ditahan KPK terkait suap pengurusan perizinan di wilayah Pemkot Yogyakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi kasus dugaan suap Wali Kota Yogyakarta (2017-2022) Haryadi Suyuti (HS).

Menurut dia, kasus dimulai pada sekitar 2019. Saat itu, tersangka Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk melalui Dandan Jaya selaku Dirut PT JOP (Java Orient Property), mengajukan permohonan IMB (izin mendirikan bangunan). PT JOP adalah anak usaha dari PT. Summarecon Agung Tbk.

"Mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta," kata Alex saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022).

Kemudian, kata Alex, proses permohonan izin berlanjut pada 2021 dan untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi Suyuti yang saat itu menjabat selaku Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022.

"Diduga ada kesepakatan antara ON (Oon) dan HS (Haryadi) antara lain HS berkomitmen akan selalu 'mengawal' permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung," kata Alex.

 


Serahkan Sejumlah Uang

Petugas menunjukkan barang bukti penangkapan mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022). Haryadi Suyuti ditahan KPK terkait suap pengurusan perizinan di wilayah Pemkot Yogyakarta berikut barang bukti uang USD 27.258. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Alex mengungkap, dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuh, yaitu terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.

Alex memastikan, Haryadi mengetahui terjadi kendala di lapangan. Dia pun menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodasi permohonan Oon dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan.

“Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp 50 juta dari ON untuk HS melalui NWH (Nurwidhihartana), Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, dan TBY (Triyanto Budi Yuwono), Sekretaris Pribadi merangkap ajudan HS,” bongkar Alex.

Atas skema tersebut, akhirnya pada 2022, IMB pembangunan Apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP bisa terbit dan pada 2 Juni 2022. ON pun datang ke Yogyakarta untuk menemui HS di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sejumlah sekitar USD 27.258.

“Uang itu dikemas dalam tas goodiebag melalui TBY sebagai orang kepercayaan HS dan sebagian uang tersebut juga diperuntukkan bagi NWH,” tutur Alex.

Infografis Klaim KPK di Hari Antikorupsi Sedunia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya