Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mewaspadai ketegangan antara China dan Taiwan yang bisa kembali mendongkrak harga komoditas. Tensi tinggi kedua negara jadi fokus berikutnya, di samping konflik geopolitik Rusia-Ukraina yang kini masih terus berlangsung di daratan Eropa.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengkonfirmasi, pemerintah tak ingin semata-mata hanya memantau perang yang terjadi di Ukraina saja. Namun, tensi antara beberapa blok dari negara-negara maju maupun negara berkembang pun harus terus dipantau.
Advertisement
"Terakhir misalnya kita juga melihat bagaimana potensi konflik yang sedang terjadi, kita harapkan tidak dieskalasi untuk di region kita. Seperti di Taiwan, dalam konteks kunjungan (Nancy) Pelosi ke Taiwan kemarin," ujarnya dalam sesi taklimat media, Senin (8/8/2022).
"Ini akan terus kita pantau, karena risikonya terhadap harga komoditas dan juga pemulihan ekonomi di banyak negara, dan kita lihat bagaimana Indonesia akan merespon," ungkap Febrio.
Sorotan berikutnya, Febrio mengamati aktivitas Purchasing Managers Index atau PMI manufaktur global yang tumbuh melambat. PMI manufaktur global per Juli 2022 melemah jadi 51,1 dari sebelumnya 52,2 per Juni 2022, atau jadi yang terendah dalam 24 bulan terakhir.
"Pelemahan kinerja terutama didorong oleh penurunan tingkat permintaan dan ekspor, serta tingkat output yang tidak berubah," imbuh dia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ekspansi Manufaktur
Sementara untuk laju ekspansi manufaktur Indonesia menguat ke 51,3 pada Juli 2022, dari sebelumnya 50,2 per Juni 2022. Adapun igu jadi catatan tertinggi dalam tiga bulan terakhir.
"Di region Asean, Indonesia kembali menguat setelah ekspansi cukup lama dalam berapa bulan terakhir sejak keluar dari dampak varian delta akhir tahun lalu," kata Febrio.
Secara perbandingan, PMI manufaktur Indonesia per Juli 2022 masih lebih baik dibanding banyak negara dunia. Di wilayah Asean, indonesia memang masih lebih rendah dibanding Thailand (52,4), tapi masih lebih tinggi ketimbang Vietnam (51,2), Filipina (50,8), dan Malaysia (50,6).
Indonesia juga masih di bawah India (56,4), Amerika Serikat (52,2) dan Jepang (52,1). Tapi masih lebih kuat daripada China (50,4), Rusia (50,3), Korea Selatan (49,8), dan Uni Eropa (49,8).
Advertisement
China dan Taiwan Memanas, Dunia Makin Tak Aman?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ketegangan antara China dan Taiwan menimbulkan eskalasi baru konflik global.
Kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat, Nancy Pelosi ke Taiwan pekan lalu berakhir dengan ketegangan politik baru di regional Asia.
"Hadirnya Ketua DPR AS di Taiwan (menimbulkan) eskalasi yang luar biasa. Tentunya menimbulkan kemungkinan dari sisi keamanan namun juga dari sisi politik ekonomi," kata Sri Mulyani Indrawati dalam Kuliah Umum PPKMB Universitas Indonesia, Jakarta, Senin (8/8).
Sri Mulyani menuturkan geopolitik yang luar biasa sekarang ini membuat ketidakpastian global semakin meningkat. Rasa tidak aman ini makin terasa belakangan ini.
"Dengan dunia memiliki geopolitik yang luar biasa besar maka seluruh dunia merasa tidak aman," kata dia.
Rasa tidak aman ini mengancam hubungan antara negara yang dalam 3 dekade terakhir. Padahal selama ini diasumsikan hubungan setiap negara akan saling berhubungan baik dari sisi perdagangan, investasi, lalu lintas manusia, lalu lintas modal, barang dan informasi.
"Ini semuanya sekarang di riset. Banyak dunia sekarang, masyarakat atau negara melakukan review terhadap hubungan antara negara," kata dia.
Dia menuturkan kondisi geopolitik yang penuh kompetisi dan potensi perang membuat semua negara semakin hati-hati. Tiap negara sekarang mencari hal-hal yang bisa meningkatkan ketahanan dari perekonomiannya masing-masing.
"Artinya proteksionisme kemungkinan akan semakin besar, blok akan semakin menguat," katanya.
Investasi dan Perdagangan
Sehingga hubungan investasi dan perdagangan tidak lagi berdasarkan kepada murni masalah bisnis dan kebebasan dalam mengambil sikap. Melainkan sudah mulai memperhatikan aspek geopolitik.
"Ini adalah landscape yang berubah," katanya.
Dia menambahkan, Indonesia kini juga masuk dalam perhitungan. Mengingat Indonesia merupakan negara yang besar baik dari sisi populasi dan ekonominya.
Bahkan telah menjadi bagian dari anggota G20, artinya Indonesia masuk dalam 20 besar negara ekonomi terbesar di dunia. Makanya, Indonesia harus melek terhadap kondisi global yang terjadi saat ini.
"Ini menyebabkan indo menjadi salah satu negara yang tidak boleh tidak paham terhadap konteks geopolitik yang berubah," kata dia mengakhiri.
Advertisement