Belajar Toleransi dari Al-Quran dan Teladan Nabi oleh Quraish Shihab

Quraish Shihab mendefinisikan toleransi sebagai pengakuan eksistensi terhadap pihak lain menyangkut diri, keyakinan, dan pandangannya tanpa harus membenarkan.

oleh Mevi LinawatiMaria Flora diperbarui 08 Agu 2022, 14:42 WIB
Bedah buku Prof. Dr. M. Quraish Shihab berlangsung di stan pameran Majelis Hukama Muslimin (MHM), hall A JCC Senayan, Jakarta, Sabtu, 6 Agustus 2022. (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Intelektual muslim Indonesia, Prof. Dr. M. Quraish Shihab belum lama ini mengeluarkan buku terbarunya yang berjudul Toleransi: Ketuhanan, Kemanusiaan, dan Keberagamaan pada Islamic Book Fair (IBF) ke-20 tahun 2022 di JCC Senayan, Jakarta.

Dalam kesempatan tersebut juga dimeriahkan dengan acara bedah buku Quraish Shihab dengan menampilkan sejumlah narasumber. Seperti Dirjen Bimas Islam Prof Dr Phil Kamaruddin Amin dan Gubernur NTB (2008 – 2018) TGB Dr Zainul Majdi, sementara selaku moderator didaulat Dr Muchlis M Hanafi. 

Ada pun buku ini diterbitkan oleh Penerbit Lentera Hati bekerja sama dengan Majelis Hukama Muslimin (MHM) kantor cabang Indonesia.

Sinergi dalam penerbitan buku ini dilakukan sebagai bagian dari ikhtiar MHM dan Lentera Hati dalam mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian, serta mengkonsolidasikan nilai-nilai dialog dan toleransi, sebagaimana yang menjadi tujuan keterlibatan MHM dalam IBF kali ini.

Terbit awal Agustus 2022, buku ini menjelaskan bahwa perbedaan dalam hal apa pun adalah rahmat. Karenanya diperlukan toleransi.

Sementara, Quraish Shihab mendefinisikan toleransi sebagai pengakuan eksistensi terhadap pihak lain menyangkut diri, keyakinan, dan pandangannya tanpa harus membenarkan. Makna toleransi ini, menurut Quraish didukung oleh beberapa ulama terkemuka dalam Islam.

Lebih lanjut cendekiawan muslim ini mengungkapkan bahwa dasar argumennnya menulis tema toleransi tersebut ada dalam beberapa ayat di Al-Quran. Salah satunya QS. al-Hujurat (49): 13.

Dalam ayat tersebut dijelaskan soal keragaman dalam kehidupan, baik dari kesukuan, warna kulit, keyakinan, dan lain-lain. Penjelasan Al-Quran yang diikuti dengan teladan-teladan yang telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW membuktikan bahwa toleransi telah menjadi keniscayaan sejak masa sebelum globalisasi.

Karenanya, Quraish Shihab menegaskan, "Dewasa ini, di era globalisasi, dunia diibaratkan telah menjadi bagaikan “desa kecil” atau dalam istilah Nabi Muhammad SAW, sebagai kehidupan dalam suatu perahu. Dewasa ini dalam keadaan demikian, sungguh amat penting semua kita bekerja sama menghindarkan tenggelamnya perahu yang kita tumpangi bersama. Salah satu upaya yang terpenting adalah memahami dan menggalakkan toleransi baik antarumat beragama, maupun antara umat seagama bahkan antarsesama umat manusia. Inilah motivasi utama penulis menghidangkan buku ini."

 


Pelajaran yang Dipetik dari Buku Quraish Shihab

Bedah buku Prof. Dr. M. Quraish Shihab berlangsung di stan pameran Majelis Hukama Muslimin (MHM), hall A JCC Senayan, Jakarta, Sabtu, 6 Agustus 2022. (Foto: Istimewa)

Buku ini juga menjelaskan posisi manusia dalam konteks ketuhanan dan kemanusiaan yang diikuti dengan dalil dan sekaligus pedomannya. Buku Quraish Shihab menegaskan, bahwa kemanusiaan selalu beriringan dengan keberagamaan.

Dengan menampilkan banyak kisah dalam Al-Quran tentang teladan dan praktik toleransi, kisah perjalanan dakwah Nabi SAW yang diikuti oleh sahabat, tabiin, dan para ulama, buku ini membuktikan bahwa perbedaan tidak menegasikan penghormatan.

Selian itu, penghormatan tidak berarti pembenaran, baik dalam hubungan sesama muslim atau agama lain.

Buku ini juga sekaligus mengajarkan pembaca untuk dapat memberikan penilaian terhadap kesalahan, namun bukan membenci yang bersalah; membenci kedurhakaan, tetapi mengasihi dan memaafkan yang berdosa; mengkritik pendapat dengan tetap menghormati pengucapnya, menyembuhkan penyakit dan mengusir penderitaan, bukan mengenyahkan yang sakit dan bukan juga mengusir penderita.

Dirjen Bimas Islam Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin menilai buku Toleransi ini, meskipun kecil, padat dengan rujukan Al-Qur'an, Hadis, bahkan sejarah. Misalnya disebutkan bahwa Khalifah Umar r.a. ketika dipersilakan untuk salat di dalam gereja, beliau memilih untuk salat di tangga.

"Saya khawatir, jika saya salat di dalam, nanti umat Islam akan mengklaim gereja itu milik kita, lalu mereka ubah jadi masjid," kata Umar beralasan.

Sementara, Zainul Majdi menilai bahwa Prof Dr Quraish Shihab ingin meletakkan sesuatu pada tempatnya dalam buku terbarunya. Menurut TGB, panggilan akrabnya, kemampuan untuk meletakkan sesuatu pada tempatnya itu sangat penting, di dalam berislam, bersosialisasi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebab, itulah ajaran Islam.

"Rasulullah, ketika bicara tentang akidah dan ritual ibadah dengan ketika berbicara tentang muamalah, itu berbeda. Kalau bicara tentang akidah itu singkat dan sederhana, tidak ada improvisasi dalam akidah," ujarnya.

"Terkait ritual ibadah, juga sama dengan akidah, prinsipnya mengikut saja. Misalnya, salatlah sebagaimana Salat Rasulullah," sambungnya.

Hal itu, berbeda dengan saat bicara tentang muamalah.

 

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Quraish Shihab Sayangkan Tidak Ada Kritik

Bedah buku Prof. Dr. M. Quraish Shihab berlangsung di stan pameran Majelis Hukama Muslimin (MHM), hall A JCC Senayan, Jakarta, Sabtu, 6 Agustus 2022. (Foto: Istimewa)

Di sisi lain, Quraish Shihab menyampaikan terima kasihnya atas apresiasi yang disampaikan oleh pembahas. Namun, penulis Tafsir Al-Misbah ini juga menyayangkan tidak ada kritik yang disampaikan pembahas terhadap bukunya.

Menurutnya, tidak ada suatu karya yang tidak ada kekurangannya. "Mestinya ada kritik, yang kita harapkan untuk perbaikan cetakan yang akan dating," pesannya.

Sementara itu, Direktur Muslim Elders Indonesia Muchlis M Hanafi, selaku moderator acara, menyampaikan apresiasi atas penerbitan buku ini oleh Majelis Hukama Indonesia bekerjasama dengan Lentera Hati.

Direktur Penerbit Lentera Hati Nasywa Shihab mengemukakan secara khusus alasan terbitnya buku bertema toleransi ini. Menurutnya, Indonesia adalah negara yang sangat beragam, baik agama, suku, ras, budaya, dan lainnya.

Keragaman itu bahkan ada di internal masing-masing agama, termasuk Islam. Pada saat yang sama, dunia saat ini sedang dihadapkan pada adanya praktik intoleransi, termasuk yang saat ini dirasakan marak di media sosial. Agama dimainkan untuk isu politik, saling menyalahkan dan memurtadkan, serta dinamika lainnya.

"Buku ini penting untuk hadir ke publik, tidak hanya untuk memahami makna toleransi, tapi juga sejumlah nilai yang diajarkan Al-Quran dan praktik yang diteladankan Nabi Muhammad SAW," tegasnya.

Infografis Ledakan Kasus Covid-19 di Korea Utara. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya