Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, negara harus bersiap menghadapi sejumlah tantangan nyata pada 2023 mendatang. Mulai dari kondisi ekonomi global yang melemah hingga pelandaian harga komoditas.
Seperti diketahui, Indonesia mendapat berkah windfall dari kenaikan harga komoditas pada 2022 ini. Situasi tersebut membuat pertumbuhan ekonomi nasional tetap terjaga di tengah kondisi dunia yang justru memanas.
Advertisement
Dalam Sidang Kabinet Paripurna bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (8/8/2022), Sri Mulyani menyampaikan prediksi dana moneter internasional (IMF) soal pelemahan pertumbuhan ekonomi global. Seperti diketahui, IMF menurunkan proyeksi ekonomi dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen pada tahun ini.
"Pada tahun depan akan lebih lemah lagi, dari 3,6 persen ke 2,9 persen dari sisi pertumbuhan ekonomi global. Ini artinya, lingkungan global kita akan melemah," kata Sri Mulyani.
Sementara tekanan inflasi justru meningkat. Menurut IMF, tahun ini inflasi akan naik 6,6 persen di negara maju. Sedangkan inflasi di negara berkembang akan pada level 9,5 persen, naik 0,8 percentage point.
"Dengan adanya kenaikan inflasi yang sangat tinggi di negara maju, terjadi reaksi dari sisi kebijakan moneter dan likuiditas yang ketat. Ini memacu apa yang disebut capital outflow dan volatilitas di sektor keuangan," beber Sri Mulyani.
Surplus Pendapatan Negara
Di sisi lain, ia juga menyoroti surplus pendapatan negara saat ini imbas windfall profit yang berasal dari kenaikan harga komoditas. Namun, situasi ini belum tentu akan berulang di tahun depan.
"Kita memprediksikan dari sisi pajak akan mendapatkan Rp 279 triliun penerimaan yang berasal dari komoditas. Ini mungkin tidak akan berulang atau tidak akan setinggi ini untuk tahun depan," ungkapnya.
Penerimaan negara dari sisi bea cukai pada 2022 diperkirakan mencapai Rp 49,8 triliun, khususnya untuk komoditas yang membayar bea keluar seperti batu bara dan minyak sawit mentah (CPO).
"Ini mungkin juga tidak akan terulang pada level setinggi ini. Karena untuk harga-harga seperti batu bara yang mencapai USD 244 tahun depan diperkirakan akan lebih lemah pada level USD 200. Sedangkan untuk CPO pada USD 1.350 diperkirakan akan menurun di bawah USD 1.000," terangnya.
"Ini semua harus dipertimbangkan di bawah estimasi penerimaan negara tahun depan," tegas Sri Mulyani.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Jokowi Perintahkan Sri Mulyani Turunkan Defisit APBN Jadi di Bawah 3 Persen
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden di awal pekan ini. Salah satu bahasan dalam sidang kabinet ini adalah mengenai defisit APBN. Presiden Jokowi memberikan perintah agar defisit APBN 2023 bisa ditekan hingga di bawah 3 persen.
"Presiden tadi menyampaikan bahwa pertumbuhan defisit APBN harus di bawah 3 persen dan dijaga dari sisi sustainabilitasnya," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers usai Sidang Paripurna Kabinet, Senin (8/8/2022).
Jokowi juga ingin agar Sri Mulyani tetap mendukung belanja negara untuk berbagai program prioritas nasional. Beberapa diantaranya perbaikan sumber daya manusia (SDM) dan pembangunan infrastruktur. Tak terkecuali pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur dan penyelenggaraan pemilu.
"Kemudian pembangunan infrastruktur termasuk IKN dalam hal ini dan juga penyelenggaraan pemilu yang harus mendapatkan prioritas dari sisi penganggarannya," ungkap Sri Mulyani.
Pemerintah akan menggunakan instrumen belanja pusat dan daerah untuk bisa mendukung berbagai program-program prioritas nasional. Begitu juga dari sisi pembiayaan, seperti akumulasi dari dana abadi pendidikan.
"Dana abadi pendidikan akan terus dikelola sebagai juga warisan untuk generasi yang akan datang, maupun sebagai mekanisme untuk shock absorber," kata dia.