OPINI: Citayam Fashion Week dalam Kacamata Sosiologi

Citayam Fashion Week sempat melesat dengan cepat, tetapi kini layu sebelum benar-benar berkembang.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Agu 2022, 21:35 WIB
Potret Bonge dan Jeje, sapa penggemar dan pejalan kaki di kawasan Stasiun MRT Dukuh Atas. (Hak Cipta: Kapanlagi/Bambang E Ros/frs)

Liputan6.com, Jakarta Citayam Fashion Week, sebuah tren baru yang menjadi topik hangat bagi masyarakat sejak disorot intens media massa dan warganet di media sosial. Isunya beragam, mulai dari apresiasi atas kreativitas anak muda, penolakan beasiswa Kemenparekraf oleh Roy, hingga kontroversi pendaftarakan HAKI oleh Baim Wong.

Ada yang menyukai, tapi tak sedikit yang mencerca. Salah satunya menilai Citayam Fashion Week telah mengganggu ketertiban umum karena penggunaan zebra cross sebagai sarana catwalk membuat kemacetan pada Jalan Sudirman. Belum lagi sejumlah remaja berpenampilan 'menyimpang' oleh Dinas Sosial, seperti laki-laki berpenampilan seperti wanita dan berlenggak-lenggok di penyeberangan jalan, hingga diancam akan ditertibkan.

Di balik keriuhan itu, Citayam Fashion Week mengubah sudut pandang banyak orang. Dari yang awalnya melihat malam hari sebagai ajang remaja untuk melakukan balap liar dan tawuran, sekarang membuktikan bahwa remaja juga bisa melakukan kegiatan yang bermanfaat. Masyarakat dari beragam latar belakang menjadi lebih terbuka dan dapat berkumpul di dalam kegiatan tersebut. 

Citayam Fashion Week juga bermanfaat positif pada bidang ekonomi. Para UMKM memanfaatkan hadirnya Citayam Fashion Week sebagai sarana mereka untuk berdagang. Omset dagang mereka dapat naik hingga dua kali lipat dibandingkan dengan mereka yang berjualan di daerah lainnya. Itu karena keramaian itu menarik banyak pengunjung ke wilayah tersebut.

Fenomena Citayam Fashion Week ini merupakan gambaran dari sebuah peristiwa massal. Hal ini didasari fakta bahwa sebelumnya fashion show biasanya hanya dinikmati oleh kalangan atas dalam ajang seperti Paris Fashion Week, New York Fashion Week, atau Milan Fashion Week, kini bisa dinikmati oleh kalangan menengah ke bawah melalui Citayam Fashion Week. 

 


Peran Media Sosial

6 Potret Bonge dan Geng Citayam Fashion Week Catwalk Beneran, Bak Model Profesional (Sumber: Instagram/callathelabel)

Fenomena ini juga didorong oleh fakta bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia sudah merasa bosan dengan acara TV yang mungkin dinilai kurang menarik. Mereka lalu beralih ke aplikasi-aplikasi yang lebih menghibur. Ada banyak sekali orang-orang yang merekam segala bentuk kegiatan di Citayam Fashion Week dan kemudian mengunggah video rekaman tersebut ke sosial media, termasuk Tiktok, hingga akhirnya pun viral. Hal inilah yang memicu warga sekitar Jakarta berkerumun untuk menyaksikan Citayam Fashion Week secara langsung. 

Fenomena Citayam Fashion Week ini juga mendapat dukungan dari influencer tertentu. Juga, ada acara yang ditampilkan melalui media televisi yang semakin membantu menyebarluaskan nama dari Citayam Fashion Week ini. Maraknya hal-hal viral berkaitan dengan Citayam Fashion Week ini kemudian mengakibatkan tren yang berkelanjutan.

Keramaian yang dulunya dipandang sebelah mata, kini dapat dilihat sebagai kegiatan yang bermanfaat. Citayam Fashion Week merupakan bukti bahwa perkumpulan remaja yang dapat melakukan sesuatu untuk mengembangkan bakat serta hobi yang dimiliki, yaitu fashion.

Dari kacamata sosiologi, fenomena Citayam Fashion Week dipanjang fenomena yang tidak membuat perubahan signifikan. Perubahan ini hanya memengaruhi para golongan masyarakat yang menggunakan aplikasi TikTok.

Kegiatan live streaming menjadi faktor pendorong. Karena tren, penonton yang awalnya tidak memahami situasi kemudian tertarik dan menontonnya, hingga berpartisipasi langsung. Meski begitu, fenomena ini tak berlangsung lama. Kegiatan akhirnya bubar setelah aparat turun tangan menertibkan lokasi. (Alexandra Sidharto)

 

Infografis Journal: Fakta Fenomena Remaja Citayam di Fashion Week Sudirman (Trie Yasni/Liputan6.com)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya