Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara telah menawarkan 100.000 pasukan "sukarelawan" ke Kremlin untuk membantu Rusia memenangkan perang melawan Ukraina, menurut media pemerintah Rusia.
"Ada laporan bahwa 100.000 sukarelawan Korea Utara siap untuk datang dan mengambil bagian dalam konflik," kata pakar militer Rusia Igor Korotchenko di Channel One Russia, menurut New York Post.
Advertisement
Dilansir South China Morning Post, Rabu (10/8/2022), Korotchenko memuji "kekayaan pengalaman perang kontra-baterai" militer Korea Utara, lapor surat kabar itu.
Perang yang semakin penting bagi militer Rusia menyusul keputusan AS untuk menyumbangkan selusin HIMARS (Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi) ke Ukraina. Roket jarak jauh dan presisi tinggi telah membuat "perbedaan besar" pada upaya perang Ukraina, kata seorang pakar militer kepada Sinéad Baker dari Insider bulan lalu.
Korotchenko melanjutkan dengan berpendapat bahwa Rusia harus menyambut pasukan Korea Utara dan keahlian kontra-baterai mereka.“Jika Korea Utara menyatakan keinginan untuk memenuhi tugas internasionalnya untuk memerangi fasisme Ukraina, kita harus membiarkan mereka,” katanya, menurut New York Post.
Militer Korea Utara adalah yang terbesar keempat di dunia, dengan hampir 1,3 juta personel aktif, menurut Dewan Hubungan Luar Negeri yang berbasis di New York. Lebih dari 600.000 bertugas sebagai tentara cadangan. Tetapi para ahli pertahanan mengatakan itu beroperasi dengan peralatan dan teknologi yang menua.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bantuan Korut Lainnya
Menurut outlet media Korea Selatan Daily NK, Korea Utara juga telah menawarkan pekerja untuk membantu Rusia dalam membangun kembali Ukraina pascaperang.
Mengutip sumber-sumber Rusia, Daily NK melaporkan bahwa Korea Utara berencana mengirim lebih dari 1.000 pekerja ke wilayah Donbas di Ukraina timur jika Rusia memenangkan perang.
“Mengingat perang belum berakhir, pemerintah berencana mengirim pekerja pada waktu yang tepat sambil memantau situasi di lapangan,” kata sumber Korea Utara yang dikutip Daily NK.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Korea Utara Akui Pemisahan Proksi Rusia di Ukraina Timur
Dalam kesempatan berbeda, Korea Utara pada Rabu (13 Juli) mengakui dua "republik rakyat" yang memisahkan diri yang didukung Rusia di Ukraina timur sebagai negara merdeka, kata seorang pemimpin separatis dan kantor berita resmi Korea Utara.
Dilansir laman Channel News Asia, Kamis (14/7/2022), langkah itu membuat Korea Utara menjadi negara ketiga setelah Rusia dan Suriah yang mengakui dua entitas yang memisahkan diri, Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Luhansk (LPR), di wilayah Donbas Ukraina.
Dalam sebuah posting di saluran Telegram-nya, pemimpin DPR Denis Pushilin mengatakan dia berharap untuk "kerja sama yang bermanfaat" dan meningkatkan perdagangan dengan Korea Utara, negara bersenjata nuklir yang terisolasi lebih dari 6.500 km jauhnya.
Kedutaan Besar DPR di Moskow memposting foto di saluran Telegramnya tentang upacara di mana duta besar Korea Utara untuk Moskow, Sin Hong-chol, menyerahkan sertifikat pengakuan kepada utusan DPR Olga Makeyeva.
Pejabat Korea Utara KCNA mengkonfirmasi pada hari Kamis bahwa menteri luar negeri negara itu Choe Son Hui mengirim surat kepada rekan-rekannya di kedua wilayah pada hari Rabu, mengakui kemerdekaan mereka.
"Dalam surat-surat itu, dia ... menyatakan keinginan untuk mengembangkan hubungan antarnegara dengan negara-negara itu dalam gagasan kemerdekaan, perdamaian dan persahabatan," kata KCNA.
Ukraina segera memutuskan hubungan dengan Pyongyang atas langkah tersebut.
Pengakuan Penduduk Donetsk
Tetapi pengakuan itu disambut oleh beberapa penduduk Donetsk yang tinggal di "republik" yang memproklamirkan diri.
"Tentu saja saya senang," kata Olga, yang menolak menyebutkan nama keluarganya. "Biarkan lebih banyak yang mengenali kami, sehingga semua orang tahu kami ada di sini."
Anastasia, yang juga menolak memberikan nama keluarganya, mengatakan kepada Reuters bahwa semakin banyak negara yang mengakui entitas tersebut, semakin kecil kemungkinan Kyiv untuk merebut kembali kendali wilayah yang direbut oleh separatis dukungan Rusia dan angkatan bersenjata Rusia. "Selangkah demi selangkah kita bergabung di panggung dunia," katanya.
Advertisement