Liputan6.com, Jakarta - Investor pasar saham tembus 4 juta hingga akhir semester I 2022. Berdasarkan data KSEI pada akhir semester I 2022, jumlah Single Investor Identification (SID) telah mencapai 4.002.289, dengan 99,79 persen merupakan investor individu lokal.
PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) juga mengungkapkan, semakin banyak masyarakat yang tertarik untuk investasi di pasar modal sejak adanya pandemi COVID-19.
Advertisement
"Saya sangat senang perkembangan pasar modal tiga tahun belakangan ini memang sesuatu yang tren di global dimana sejak adanya pandemi ini memang makin banyak orang yang tertarik untuk investasi di pasar modal,” kata Senior Portfolio Manager MAMI, Samuel Kesuma dalam konferensi pers, Selasa, 9 Agustus 2022.
Adapun, faktor peningkatan jumlah investor tersebut berasal dari perkembangan media sosial, edukasi dari influencer dengan semua motif. “Positifnya banyak orang yang aware investasi,” kata dia.
“Menurut saya ini sangat penting ya karena masih persepsi investasi cenderung negatif karena tidak tahu esensinya,” ungkap Samuel.
Meskipun demikian, pasar modal masih memiliki tantangan dalam melakukan edukasi pasar modal itu sendiri.
Tak hanya itu, Samuel juga berharap pasar modal bisa dinikmati oleh semua segmen masyarakat.
“Kuncinya edukasi lebih banyak di pasar modal. Tantangan soal edukasi, karena kebanyakan orang mau ke gampangnya saja. Kalau naik ikutan, turun tidak ngerti panik kapok. Jadi menurut saya bagaimana dari segi pemerintah dan swasta (melakukan) edukasi, misalnya apakah dimasukkan ke kurikulum finansial,” kata dia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Edukasi Jadi Hal Penting
Sementara itu, Samuel menyebutkan, bagi masyarakat yang tinggal di Indonesia bisa investasi dengan mengikuti pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bahkan, apa yang menjadi misi pasar modal banyak tercapai targetnya dan melebihi target.
"Jadi, kita ikut investasi yang ikut dengan pertumbuhan ekonomi ini (Indonesia). Kalau masyarakat melek investasi mereka bisa mengembangkan aset yang ada secara lebih optimal,” katanya.
Masih dalam kesempatan yang sama, Director and Chief Investment Officer Fixed Income MAMI, Ezra Nazula menegaskan, edukasi menjadi hal yang penting bagi pasar modal.
"Kita tidak mau investor mulai rugi dan kapok. Edukasi itu menjelaskan sebenarnya investasi ada tangganya, kalau mulai investasi jangan langsung agresif,” kata Ezra.
Kemudian, bagi investor pemula bisa memulai investasi di reksa dan pasar uang dan bisa naik ke reksa dana pendapatan tetap. Selanjutnya, investor tersebut bisa naik ke saham.
"Saham akan lebih ada deg-degan kondisi market naik turun tapi ekspektasi return lebih tinggi. Selama investor bisa masuk ke tangga itu harapannya investor lebih nyaman dan bisa long term ke pasar finansial,” jelas dia.
Sementara itu, Chief Economist and Investment Strategist MAMI, Katarina Setiawan mengaku senang dengan banyaknya investor dalam beberapa waktu dekat ini.
"Saya senang melihat banyaknya investor belakangan ini jadi ini sangat banyak peranan dari berbagai platform investasi ini perlu dikembangkan dengan edukasi yang baik,” ucapnya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Manulife AM Optimistis IHSG Sentuh 7.600 pada Akhir 2022
Sebelumnya, PT Manulife Asset Manajemen Indonesia (MAMI) prediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga akhir 2022 mencapai 7.600. Lantaran, kondisi makro ekonomi saat ini mendukung penguatan pasar modal.
"IHSG menyentuh ke level 7.600 hingga akhir tahun,” kata Senior Portfolio Manager, Equity, Manulife Asset Manajemen Indonesia Samuel Kesuma dalam konferensi pers MAMI, Selasa (9/8/2022).
Samuel menuturkan, terkait risiko yang perlu dicermati bagi para pelaku pasar, salah satunya pengetatan kebijakan bank sentral yang terlalu agresif yang berdampak buruk pada laju pertumbuhan ekonomi global.
Selain itu, konflik geopolitik Rusia- Ukraina yang berdampak pada harga komoditas dan tekanan inflasi yang dapat mempengaruhi kebijakan moneter bank sentral global.
Pelaku pasar juga perlu mencermati pemulihan ekonomi di tengah inflasi yang meningkat sehingga ketidakpastian keberlangsungan pemulihan permintaan, dan potensi pemangkasan subsidi pemerintah.
Sementara itu, Samuel mengatakan, investor asing membukukan aksi jual yang cukup menyeluruh di kawasan Asia, termasuk Indonesia. Hal ini karena adanya sentimen kekhawatiran perlambatan ekonomi global yang diakibatkan pengetatan moneter yang agresif.
"Namun, kondisi makro Indonesia yang lebih solid disertai dengan pertumbuhan earnings perusahaan yang diperkirakan tumbuh pada laju yang sehat, diharapkan dapat mendorong pergerakan pasar saham, terutama ketika sentimen global sudah lebih membaik,” ujar Samuel.
Sentimen Suku Bunga
Di sisi lain, Director & Chief Investment Officer, Fixed Income, Ezra Nazula menuturkan, suku bunga global sudah mendekati puncak siklus pengetatan.
"Kebijakan pengetatan moneter secara ‘front load’ di dua bulan terakhir membuat Fed Funds Rate mendekati level netral di 2,25-2,5 persen. Kondisi ini membuka peluang kenaikan Fed Funds Rate ke depan berkurang agresivitasnya dan membawa turun volatilitas di pasar obligasi," ujar Ezra.
Dia menambahkan, normalisasi suku bunga BI di tengah pengetatan global yang agresif dapat mendukung pasar obligasi dan nilai tukar Rupiah. Sentimen juga akan menjadi semakin positif ketika tingkat inflasi, terutama di Amerika Serikat dan Eropa, sudah mencapai puncak.
"Akhir dari siklus kenaikan Fed Funds Rate sudah mulai terlihat. Dalam jangka menengah, kami memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun bisa kembali ke kisaran 6,5 persen - 7 persen," kata Ezra.
Advertisement