Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menggambarkan seberapa buruknya kondisi perekonomian global di tahun ini. Perry menyebut, ekonomi global saat ini menuju fase stagflasi.
Stagflasi sendiri ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang lambat, statis disertai dengan kenaikan harga (inflasi).
Advertisement
"Perlu saya sampaikan, ekonomi dunia sedang menurun menuju stagflasi, atau resesi di berbagai negara," kata Perry dalam Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan melalui Youtube Bank Indonesia, Jakarta, (10/8).
Perry mengungkapkan, kondisi buruk tersebut diakibatkan oleh sejumlah faktor hebat. Pertama, pandemi Covid-19 yang tak kunjung selesai hingga menganggu supply chain atau rantai pasok.
Kedua, konflik Rusia dan Ukraina yang turut menyumbang kenaikan inflasi akibat tepangkasnya distribusi energi hingga pangan. Mengingat, kedua negara tersebut menyumbang 20 persen kebutuhan energi dan pangan global.
"Itulah kenapa harga pangan global naik tinggi. Harga energi naik tinggi. Sekarang minyak USD 101 per barel," ucapnya.
Menyikapi situasi tersebut, Bank Indonesia terus berupaya menahan laju inflasi di Indonesia yang sudah mencapai 4,94 persen secara tahunan (year on year/yoy) hingga Juli 2022. Antara lain dengan meningkatkan kolaborasi bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam upaya menekan laju inflasi pangan melalui operasi pasar hingga program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan.
"Itulah kenapa Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan sangat penting, agar Indonesia terus melaju mengembangkan ekonomi menunu Indonesia maju, dan harga-harga pangan terkendali dan rakyak sejahtera," tutupnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
BI: Pertumbuhan Ekonomi RI 5,44 Persen, tapi Belum Pulih Benar
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia per kuartal II 2022 yang tumbuh 5,44 persen secara tahunan atau year on year (YoY). Dia mensyukuri capaian tersebut, tapi menurutnya itu masih belum cukup.
"Alhamdulillah ekonomi kita bisa tumbuh sangat tinggi, 5,44 persen. Tapi ini belum pulih, karena rakyat baru mulai semego, baru (bisa) mulai makan enak setelah Ramadhan kemarin," ujar Perry dalam acara kick off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan, Rabu (10/8/2022).
"Sebelumnya belum bisa makan enak karena Covid-19. Ini kalo Boso Jowonyo sudah sehat, sedang semego, sedang senang-senangnya makan, tapi belum pulih bener," sebut dia.
Pendapat itu diutarakannya lantaran kondisi global saat ini sedang tidak baik-baik saja. Meski tidak terkena imbas langsung, namun masyarakat Indonesia tetap kesulitan akibat kenaikan harga pangan dan energi.
Kondisi tersebut turut berdampak terhadap melemahnya pertumbuhan ekonomi, seperti yang sudah terjadi di berbagai negara besar dunia.
"Tapi Alhamdulillah, ekonomi kita tumbuh tinggi, 5,44 persen itu harus disyukuri. China tahun ini hanya tumbuh 3,3 persen. Negara-negara lain lebih rendah. Mari kita bersyukur 5,44 persen ini," kata Perry.
Perkara selanjutnya yang patut diwaspadai yakni inflasi. Adapun Indonesia mencatat tingkat inflasi 4,94 persen per Juli 2022. Lonjakan tertinggi disebabkan dengan adanya inflasi pangan.
"Yang paling tinggi inflasi ini, kita pecah kalau inflasi pangan, 10,47 persen. Mustinya inflasi pangan itu tidak boleh lebih dari 5 persen, paling tinggi 6 persen. Inflasi Pangan itu masalah perut, masalah rakyat, dan itu langsung ke sejahtera," tuturnya.
Advertisement
Menuju Negara Maju di 2045, Pertumbuhan Ekonomi RI Wajib 6 Persen per Tahun
Indonesia di tahun 2045 memiliki target yaitu menjadi negara maju. Pada saat itu Indonesia genap berusia 100 tahun dan inilah menjadi generasi emas 2045.
Oleh karena itu ekonomi hijau sebagai bagian dari strategi transformasi ekonomi untuk mendorong Indonesia lepas dari middle income trap sebelum 2045.
Untuk mencapai target tersebut pertumbuhan ekonomi per tahun harus bisa mencapai 6 persen.
“Kita harus kerja extra dan itulah Pak Presiden (Joko Widodo) kita perlu melakukan rebound transformasi ekonomi yaitu ekonomi hijau,” Direktur Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Medrilzam, Selasa (9/8).
Dia menjelaskan untuk rencana strategis transformasi ekonomi yaitu dengan sumber daya manusia berdaya saing, produktivitas sektor ekonomi, transformasi digital, integrasi ekonomi domestic pemindahan IKN, dan ekonomi hijau.
“Salah satu strategi transformasi ekonomi adalah melalui ekonomi hijau dengan pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim,” terangnya.
Menuju Masa Depan Ekonomi Hijau
Medrilzam menerangkan untuk menuju masa depan ekonomi hijau diperlukan peran pengukuran capaian ekonomi hijau. Indeks ekonomi hijau dapat digunakan untuk menilai interaksi sosial, ekonomi, lingkungan dalam lingkup ekonomi hijau dan mengidentifikasi potensi risiko dan peluang untuk merancang kebijakan ekonomi hijau yang lebih baik kedepannya.
“Ada 15 indikator yang kami gunakan untuk mengukur performa ekonomi hijau di Indonesia. Kita coba kembangkan indikator-indikator ini sudah digunakan oleh global dan kita saringkan kita ambil indikator yang tetap relevan sesuai di Indonesia,” ungkapnya.
Dari 15 indikator tersebut terpilih yang mewakili 3 pilar sustainable development yakni ekonomi, sosial dan lingkungan. Skor pilar dari tahun 2011-2020 untuk pilar sosial secara keseluruhan menunjukkan peningkatan selama 10 tahun terakhir.
Pilar ekonomi sebagian besar memiliki skor yang baik dengan intensitas energi menunjukan kinerja paling progresif selama 2011-2020.
“Pilar lingkungan meskipun tren di lima tahun awal kurang baik. Namun mulai tahun 2015 dan seterusnya performa menunjukkan tren yang meningkat terutama karena tingginya pertumbuhan bauran energi baru dan terbarukan dan sampah terkelola,” tuturnya.
Advertisement