Hakteknas 2022, BRIN Soroti Riset Energi dan Pangan di Tengah Pandemi dan Konflik Rusia-Ukraina

Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional 2022, BRIN menyoroti riset bidang energi dan pangan, di tengah pandemi serta konflik Rusia dan Ukraina yang berdampak pada pasokan energi dan pangan.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 10 Agu 2022, 16:16 WIB
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko saat mengumumkan empat Kawasan Sains Teknologi (KST) di KST Soekarno, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Liputan6.com/ Agustin Setyo W).

Liputan6.com, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) 2022 dengan tema 'Riset Inovasi untuk Kedaulatan Pangan dan Energi'.

Dalam perayaan Hakteknas di Cibinong Sains Center, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (10/8/2022), Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, mengatakan, tema riset pangan dan energi dipilih sejalan pesan presiden, di mana riset harus mampu menjawab kedaulatan pangan dan energi.

Handoko lebih lanjut mengungkap, riset yang dimaksud tidak hanya dalam hal pangan sebagai pangan tetapi juga menyentuh riset-riset bidang kesehatan. Sementara untuk riset energi, terkait pula dengan lingkungan dan kebencanaan juga.

Selain karena arahan presiden, BRIN juga melihat kondisi dunia saat ini. "Kita mengalami pandemi dua tahun terakhir ditambah dengan krisis Rusia dan Ukraina, membuat gejolak pasokan pangan dan energi," kata Handoko.

Lebih lanjut dia menyebut, meski posisi Indonesia sangat baik dibandingkan negara-negara lain, Indonesia pun tidak bisa bersantai-santai.

"Kita tidak hanya ingin bisa menghadapi krisis dan fluktuasi yang terjadi, tetapi juga harus mengambil manfaat. Kalau kita punya alternatif pengganti gandum, kita bisa jadi pemain," kata Handoko, menjelaskan.

Handoko menyebut, komoditas lain seperti sorgum, beras, ubi kayu dan lain-lain bisa dimanfaatkan namun diperlukan riset dan inovasi untuk bisa menjadi pemain di dunia.

"Semua bisa dimanfaatkan, kalau kita tidak hanya berjualan barang mentah itu bisa memberi nilai tambah, caranya dengan riset," tuturnya.


Riset Pangan Pengganti Gandum

Suasana Gedung Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Selasa (19/7/2022). Rencana renovasi ruang kerja Dewan Pengarah BRIN dibatalkan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sekadar informasi, belum lama ini publik heboh dengan pemberitaan yang menyebut harga mie instan akan naik karena kelangkaan bahan baku pembuatan mie, yakni gandum, akibat konflik Rusia-Ukraina.

Mengatasi hal tersebut, menurut Handoko, Indonesia memiliki alternatif lain, yakni dengan tropical wheat. Ia mengakui secara varietas yang ada saat ini tepung yang diproduksi di negara tropis belum optimal.

"Namun sebenarnya kita bisa mengganti sebagian (gandum) dengan tepung sorgum misalnya. Karena sorgum itu seperti gandum yang ada di negara tropis. Saya rasa kalau dicampur hingga 15 persen itu tetap enak," tutur dia.

Kendati demikian, Indonesia masih tetap mengimpor berbagai bahan pangan, seperti gandum hingga daging. Ia mengakui, produksi masif masih jadi kendala dalam hal pemenuhan pangan di Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan corporate farming yang berskala besar untuk bisa memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia.

"Masalahnya untuk produksi masif, harus tetap ada corporate farming, jadi tidak bisa bersandar pada petani dan peternak individu, karena populasi (Indonesia) yang terlalu besar. Kalau telur dan ayam itu sudah jadi corporate farming, sementara untuk peternak individu jumlah (produksinya) masih sangat kecil," kata Handoko.


BRIN Dorong Corporate Farming

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko saat mengumumkan empat Kawasan Sains Teknologi (KST) di KST Soekarno, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Liputan6.com/ Agustin Setyo W).

Ia mengatakan, karena telur dan ayam sudah banyak dipenuhi oleh corporate farming, harganya menjadi stabil.

"Misalnya sorgum sebagai pengganti gandum itu dipenuhi oleh corporate farming, bisa menjamin pasokan dan kontrol kualitas yang berkelanjutan. Kalau bentuknya petani individu, pasokan akan fluktuatif karena jumlah penduduknya terlalu besar," tutur Handoko.

Sebelumnya, dalam Talk to Scientist yang merupakan bagian dari peringantan Hakteknas ke-27, Handoko mengatakan, BRIN terus berupaya melakukan berbagai riset untuk optimisasi produktivitas pangan.

"Riset dilakukan untuk memberikan kemudahan budi daya melalui inovasi teknologi, menciptakan varietas unggul, memberi proteksi, dan riset serta inovasi lainnya, termasuk teknoogi pengemasan untuk produk pasca-panen," kata Handoko.

Lebih lanjut dia menyebut, Indonesia memang kaya dengan produk pangan. Namun semuanya tetap membutuhkan peran riset guna mengeksalasi produksi.

Sementara terkait riset teknologi, begitu terkait dengan transportasi masa depan yang menjadi kebutuhan primer bagi publik. Salah satu riset yang dilakukan adalah di bidang kendaraan listrik dan pendukungnya.

(Tin/Ysl)

Indeks Perdamaian Dunia (GPI) 2016 merilis hasil risetnya, apa kabar dunia hari ini? (liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya