Liputan6.com, Medan Setelah 96 hari tertahan sejak 4 Mei 2022, barang ekspor yang berada di Kapal MV Mathu Bhum akhirnya berlayar pada 7 Agustus 2022. Meski sudah diperbolehkan berlayar, namun sejumlah pengusaha tetap ada yang merugi.
Seperti yang dialami pengusaha kubis bernama Eric Lim. Akibat Kapal MV Mathu Bhum tertahan, banyak komoditas kubis yang rusak. Rencananya, sebanyak 6 kontainer kubis dengan total 156 ton akan dikirim ke Taiwan.
"Tujuan kita supaya produk kubis yang ada di Indonesia bisa mendobrak pasar agribisnis di negara tujuan, internasional. Di samping itu, kita mau meningkatkan devisa negara,” kata Eric, selaku Owner CV Maju Berkah Bersama, Rabu (10/8/2022).
Baca Juga
Advertisement
Namun, kata Eric, lamanya waktu Kapal MV Mathu Bhum tertahan membuat mereka gagal ekspor. Padahal, diakui Eric, mereka tidak ada salah karena memiliki dokumen lengkap. Pihaknya juga tidak tahu masalahnya apa sehingga terkena imbas.
"Selama 93 hari lebih tertahan di laut tanpa kepastian dan penjelasan kepada kita tentang insiden Kapal MV Mathu Bhum," ujarnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Normalnya Bertahan 25 Hari
Diterangkan Eric, normalnya poduk sayur mayur, terutama kubis tidak bisa bertahan lama, dan batasnya paling lama sekitar 25 hingga 30 hari. Eric juga mengaku, pengiriman kali ini yang pertama pascapandemi Covid-19.
"Ini perdana kirim ke Taiwan setelah pandemi yang begitu lama, dan baru inilah kami kiriman kubis ke sana (Taiwan). Sebelum-sebelumnya pernah, tahun 2022 ini yang pertama karena pandemi," terangnya.
Eric yang didampingi pengusaha lainnya, Owner CV Alaska Permai, Syahril Rudi Siregar, juga mengatakan, setelah Kapal MV Mathu Bhum dilepas dan mau berangkat, pihaknya bersikeras produk mereka jangan dikirim dulu.
"Kami mau cek, dan ternyata benar. Kalau dikirim dengan kondisi seperti ini, bisa-bisa karantina kita di-banned, produk-produk UMKM, petani dari Karo, Sidikalang, dan sebagainya bisa-bisa juga berimbas dan tidak bisa dikirim lagi. Kan, rugi besar kita," ungkapnya.
Advertisement
Kerugian hingga Rp 2,4 Miliar
Diungkapkan Eric, terkait insiden tertahannya Kapal MV Mathu Bhum, kerugian material dan immaterial yang dialami pihaknya mencapai Rp 2,4 miliar. Jumlah ini dihitung per 1 kontainer berisi 26 ton dikali 6 kontainer dengan total 156 ton.
"Kalau kerugian untuk kasus ini Rp 400 juta per kontainer. Kalau dikali 6, total kerugian Rp 2,4 miliar," ujarnya.
Eric mengaku, jadwal pengiriman seharusnya shipped on board pengapalan di tanggal 30 April 2022. Karena terbentur dengan Idul Fitri, jadi kapal tersebut delay dan rencananya akan diberangkatkan 3 Mei 2022.
"Namun diberhentikan oleh pihak Lantamal 1 Angkatan Laut, karena indikasi katanya ada minyak goreng, dan kita belum update hasil beritanya seperti apa, dan sifatnya kita menunggu. Jadi kita tidak bisa berbuat apa-apa," sebutnya.
"Kita hanya berharap, saat insiden itu secepatnya diberangkatkan. Namun kita menunggu-nunggu hingga akhirnya kapal tertahan selama 93 hari, baru diberangkatkan," sambungnya.
Kubis Busuk Akan Dibuang
Mengenai kubis yang busuk, Eric mengatakan akan dibuang karena sudah masuk kategori sampah. Pihaknya akan kembalikan lagi pembuangannya di kawasan Berastagi untuk dijadikan pupuk organik.
"Harapannya, insiden seperti ini tidak terulang lagi. Sebagai UMKM, kami mencari rezeki halal. Sebab, untuk 1 kontainer saja bisa melibatkan 20 hingga 30 orang, mulai dari petani, pekerja, dan orang-orangnya dari Berastagi, Sidikalang, bahkan Siborong-borong," tandasnya.
Advertisement
Tak Ditemukan Pelanggaran
Pascatertahannya Kapal MV Mathu Bhum sejak 4 Mei 2022, akhirnya pada Minggu, 7 Agustus 2022, segera diberangkatkan. Ditahannya kapal ini semula diduga mengangkut minyak goreng yang dilarang sementara ekspornya.
Sejak awal hingga kapal dibebaskan tidak ditemukan adanya pelanggaran aturan barang yang dimuat dalam kapal tersebut, dan pada akhirnya penyidik TNI AL mendapatkan adanya 2 ABK tidak memiliki Buku Pelaut sehingga disebut tidak laik laut.
Barang yang dimuat dalam kapal tidak dapat melanjutkan pelayaran karena nakhoda didakwa melakukan tindak pidana, karena melayarkan kapalnya. Sedangkan yang bersangkutan mengetahui bahwa kapal tersebut tidak laik laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2), melanggar Pasal 302 ayat (1) Jo Pasal 117 ayat (2) huruf c UU RI No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Karena banyaknya barang yang mengalami penurunan kualitas dan adanya pembatalan kontrak, besar keinginan eksportir agar kapal disandarkan kembali ke pelabuhan setelah itu melanjutkan pelayarannya.
Rapat Koordinasi di Kantor Staf Presiden
Keinginan eksportir ini sebelumnya telah disampaikan dalam rapat koordinasi di Kantor Staf Presiden pada 14 Juli 2022. Pasca JPU membacakan dakwaannya 1 Agustus 2022, pada 2 Agustus 2022 di Kantor APINDO Sumut diadakan rapat koordinasi para stakeholders, di antaranya perwakilan dari eksportir, Booking Party Kapal, Freight Forwader, Kantor Bea dan Cukai Belawan, Polda Sumut, dan Polres Belawan.
Eksportir sepakat untuk meminta: (1) barang diturunkan (batal ekspor), (2) barang diturunkan (periksa mutu sebelum lanjut ekspor), dan (3) barang dilanjutkan ekspor. Sekitar 44% eksportir membatalkan ekspornya, 55% melanjutkan ekspor dengan kondisi kontainer dan muatan yang sama, sedangkan sisanya akan melakukan pemeriksaan mutu terlebih dahulu karena diduga adanya penurunan mutu sehingga tidak layak ekspor.
Dalam putusannya Majelis hakim pada 4 Agustus 2022 mengembalikan kapal beserta barang ekspor dalam 436 kontainer dan pidana denda sebesar Rp 200 juta terhadap terdakwa. Kasus tertahannya barang ekspor ini sudah jadi isu nasional dan terus dipantau oleh Kantor Staf Presiden, maka proses kelanjutan ekspor melalui perlakuan khusus dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Belawan untuk memberikan kesempatan barang yang tidak lagi layak ekspor diturunkan.
Advertisement