Astra Agro Belum Patok Target Akhir Tahun, Ini Alasannya

PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menyiapkan sejumlah strategi seiring tangki yang sudah hampir penuh.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 10 Agu 2022, 19:41 WIB
Ilustrasi Laporan Keuangan.Unsplash/Isaac Smith

Liputan6.com, Jakarta - PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mengaku belum bisa pasang target pendapatan maupun laba hingga akhir tahun. Hal itu lantaran perseroan masih mencermati perkembangan regulasi ekspor CPO yang acap berubah.

"Di semester II tahun ini kita cukup kagok dengan peraturan yang tidak stabil. Jadi kita agak susah untuk bisa menetapkan (target),” kata Direktur PT Astra agro Lestari Tbk, Mario Gultom dalam Workshop Wartawan Pasar Modal oleh Astra, Rabu (10/8/2022).

Semantara dari sisi produksi, perseroan tengah berupaya mengurangi persediaan yang ada. sehingga operasional ke depan dapat berjalan secara normal.

"Saat ini rata-rata tangki pabrik sudah hampir full. Strategi kami sekarang adalah segera mengurangi persediaan stok kita untuk dijual supaya bisa beroperasi secara normal,” imbuh dia.

Mario menerangkan, larangan ekspor sempat berpengaruh pada pendapatan perseroan. Sementara pada saat bersamaan diberlakukan kebijakan DMO di mana harga jual yang berlaku lebih rendah dibanding harga CPO dunia.

"Pada Juni terlihat, di mana harga internasional di sekitar Rp 1.500 per Kg, di kita sudah turun jauh saat adanya larangan ekspor dan adanya DMO dan DPO,” kata Mario. 

Sepanjang semester I 2022 perseroan berhasil mengukuhkan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 809,31 miliar. Naik 24,63 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 649,34 miliar.

Raihan itu sejalan dengan pendapatan yang naik menjadi Rp 10,96 triliun pada semester I 2022 dibanding Rp 10,83 triliun pada semester I 2021.

Meski begitu, dari sisi produksi tandan buah segar (TBS) sepanjang paruh pertama tahun ini mengalami penurunan 12,1 persen menjadi 1,96 juta ton dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 2,23 juta ton. Sedangkan produksi CPO turun 15,8 persen menjadi sebanyak 638 ribu ton dibanding semester I 2021 sebesar 758 ribu ton.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kinerja Semester I 2022

(Foto: Ilustrasi laporan keuangan. Dok Unsplash/Carlos Muza)

Sebelumnya, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mengumumkan kinerja perseroan untuk periode yang berakhir 30 Juni 2022.

Pada periode tersebut, perseroan berhasil mengukuhkan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 809,31 miliar. Naik 24,63 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 649,34 miliar.

Raihan itu sejalan dengan pendapatan yang naik menjadi Rp 10,96 triliun pada semester I 2022 dibanding Rp 10,83 triliun pada semester I 2021. Sejalan dengan itu, beban pokok pendapatan naik menjadi Rp 9,14 triliun. Sehingga Astra Agro Lestari mengantongi laba bruto sebesar Rp 1,82 triliun pada semester I 2022, turun dari Rp 2,21 triliun pada semester I 2021.

Hingga Juni 2022, perseroan mencatatkan beban umum dan administrasi Rp 444,96 miliar, beban penjualan Rp 195,36 miliar, biaya pendanaan Rp 197,68 miliar, dan bagian atas hasil bersih ventura bersama sebesar Rp 45,84 miliar.

Pada periode yang sama, perseroan mencatatkan keuntungan selisih kurs senilai Rp 34,08 miliar, penghasilan bunga Rp 43,65 miliar, dan lain lain Rp 188,91 miliar.

Dari rincian tersebut, setelah dikurangi beban pajak, perseroan mencatatkan laba periode berjalan sebesar Rp 837,62 miliar. Naik dibandingkan semester I 2021 sebesar Rp 695,18 miliar.

Dari sisi aset Astra Agro Lestari hingga Juni 2022 tercatat sebesar Rp 30,23 triliun, turun tipis dibandingkan posisi akhir Desember 2021 sebesar Rp 30,4 triliun.

Liabilitas juga turun menjadi Rp 8,88 triliun pada akhir Juni 2022 dari posisi akhir Desember 2021 sebesar Rp 9,23 triliun. Sementar aekuitas naik tipis menajdi RP 21,35 triliun dibanding posisi akhir 2021 sebesar Rp 21,17 triliun.


Belanja Modal pada 2022

ISPO kembali menyerahkan sertifikat kepada 40 perusahaan kelapa sawit di Indonesia 5 diantaranya dikantongi anak perusahaan Astra Agro. (Foto: Astra Agro)

Sebelumnya, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) siapkan belanja modal (capital expenditure/capex) sekitar Rp 1,3 triliun pada 2022. Belanja modal tersebut tak jauh berbeda dengan rencana tahun lalu sebesar Rp 1,2 triliun.

"Capex kita tahun untuk kita di tahun ini enggak jauh beda dengan tahun lalu. Kira-kira Rp 1,2—1,3 triliun tahun ini," kata Direktur PT Astra agro Lestari Tbk, Mario Gultom dalam paparan publik perseroan, Rabu, 13 April 2022.

Mario menambahkan, mayoritas belanja modal itu akan dialokasikan untuk replanting dan pemeliharaan tanaman belum menghasilkan. Kemudian sisanya akan dialokasikan untuk peremajaan mesin di pabrik.

Sebelumnya, Direktur Utama Astra Agro Lestari, Santosa mengatakan belanja modal tahun ini juga akan dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur digital. Inovasi tersebut dimaksudkan untuk operasional perusahaan agar lebih efisien.

"Tahun ini cukup besar untuk peremajaan peralatan-peralatan alat berat maupun transportasi yang dilengkapi dengan digital tracker. Sehingga tahu alat-alatnya ada di mana, berapa lama bekerja, dan sebagainya," kata Santosa.

 


Investasi Digital

Papan elektronik menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Pada penutupan akhir tahun, IHSG ditutup melemah 0,95 persen ke level 5.979,07. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Perseroan memang sudah merintis digitalisasi sejak 2017. Dimulai dengan fokus pada produksi di tiga tahun pertama, lalu mulai merambah pada perawatan, baik agronomi hingga infrastruktur di pabrik. Berlanjut, Perseroan kini mulai menjajaki digitalisasi back-end dengan bantuan artificial intelligence (AI) dan data analytics.

"Data yang sudah dikumpulkan tiga tahun pertama luar biasa banyaknya. Dengan machine learning, angka-angka di variabel agronomi dan produksi dengan kondisi cuaca tertentu dapat dihitung untuk memproyeksikan produksi ke depan akan seperti apa," kata Santosa.

Santosa mengatakan, investasi digital ini akan lebih banyak dialokasikan untuk perubahan proses bisnis menuju digital. Diperlukan infrastruktur untuk memfasilitasi perubahan tersebut.

“Cost terbesar lebih pada prosesnya termasuk call out untuk pabrik kita invest alat ukur untuk bisa digitize, timbangan digitize, pengukuran stock tangki pakai sensor. Jadi tidak bersih hanya ada digitalisasi. Tapi sebagai improvement di proses business-nya,” ujar dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya