Liputan6.com, Jakarta - University of Tokyo, salah satu institusi pendidikan tinggi paling bergengsi di Jepang, baru-baru ini mengumumkan rencana untuk memberikan kursus teknik berbasis metaverse.
Dilansir dari Bitcoin.com, Kamis, 11 Agustus 2022, kursus di metaverse ini tidak akan memberikan mahasiswa gelar. Rencananya, kursus akan didirikan oleh fakultas teknik universitas dan akan memiliki dua tujuan.
Advertisement
Pertama adalah untuk memperkenalkan siswa sekolah menengah atas kemungkinan jalur karir yang dapat mereka ambil di Universitas Tokyo terkait dengan bidang teknik dan ilmu informasi.
Tujuan kedua adalah untuk mengatasi kekurangan personel yang mampu menangani alat digital dan teknologi baru di lingkungan akademik ini. Universitas belum merinci platform metaverse yang akan digunakan untuk tugas-tugas ini.
Proyek baru ini akan menawarkan kursus di berbagai bidang seperti kecerdasan buatan, pendidikan kewirausahaan, dan teknologi komunikasi generasi mendatang.
Mahasiswa yang menyelesaikan kursus ini akan menerima sertifikasi dari University of Tokyo, dan juga akan memiliki kemungkinan menghadiri kelas tatap muka untuk melengkapi aktivitas online.
Menurut laporan, universitas akan berupaya merekrut perempuan untuk kursus ini, karena rendahnya tingkat partisipasi demografis dalam kursus teknik.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pembelajaran Berbasis Metaverse
Dengan munculnya metaverse sebagai platform di mana banyak aktivitas dapat terjadi, lebih banyak perusahaan dan institusi membawa aktivitas mereka ke dunia alternatif ini.
Sebuah survei yang dilakukan pada Mei oleh Globant, sebuah perusahaan perangkat lunak Argentina, menemukan 66 persen percaya pembelajaran virtual akan menjadi salah satu aplikasi metaverse yang akan mengubah kehidupan orang-orang dalam sepuluh tahun ke depan.
Lingkungan belajar seperti ini juga dapat menjadi pengantar untuk kerja jarak jauh, tren lain yang diadopsi beberapa perusahaan sejak masa pandemi Covid-19.
Namun, menurut penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Universitas Coburg, Universitas Cambridge, Universitas Primorska, dan Microsoft Research, teknologi metaverse saat ini mungkin belum cocok untuk aktivitas semacam ini.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Studi: Pasar Real Estate di Metaverse Bakal Tumbuh hingga Rp 80 Triliun
Sebelumnya, semakin berkembanganya metaverse di dunia dan banyak pihak ingin bergabung dalam ekosistem ini, mendorong pertumbuhan pasar real estate di metaverse.
Sebuah studi terbaru yang dihasilkan oleh Technavio, sebuah perusahaan riset pasar global, memprediksi pertumbuhan eksponensial dalam nilai pasar ini.
Laporan tersebut, mempelajari faktor-faktor yang terkait dengan pasar baru ini, memperkirakan nilai real estate virtual akan tumbuh sebesar USD 5,36 miliar atau sekitar Rp 80,2 triliun pada 2026.
Ekspansi ini akan didorong oleh dua faktor. Pertama, metaverse secara bertahap akan bergerak menuju pengalaman realitas yang lebih beragam, memberikan nilai lebih pada platform ini di mana pengunjung dapat menghuni, mengambil anotasi dan tag decoding untuk tujuan khusus aplikasi yang berbeda.
Alasan kedua berkaitan dengan popularitas cryptocurrency, yang akan membuat properti semacam ini lebih mudah didekati dan mudah dibeli untuk dijual atau disewa, memungkinkan pemiliknya memperoleh penghasilan pasif.
Tantangan Pasar dan Pemimpin Regional
Namun, tidak semuanya cerah untuk pasar real estat virtual. Ini masih merupakan sektor pemberontak yang masih harus menemukan tempatnya, karena sangat berbeda dari pasar real estate dunia nyata.
Setiap tanah virtual akan memiliki harga sendiri tergantung pada beberapa faktor yang berbeda dari kasus ke kasus.
“Harga tanah virtual tidak mengikuti pola harga dunia fisik. Oleh karena itu, nilai aset digital, termasuk real estate metaverse, pada dasarnya akan bergantung pada bagaimana pembeli memandang harga mereka, sehingga menyebabkan fluktuasi,” jelas isi laporan tersebut dikutip dari Bitcoin.com, Selasa, 9 Agustus 2022.
Fluktuasi ini dapat berdampak negatif terhadap investasi perusahaan dan pengguna yang tertarik untuk masuk ke instrumen yang baru lahir ini.
Advertisement