Liputan6.com, Jakarta Piala Dunia selalu melahirkan hal-hal unik dari tempat penyelenggaraannya. Contohnya Piala Dunia Qatar yang akan mencatatkan diri sebagai Piala Dunia pertama yang akan digelar di kawasan jazirah Arab.
Selain itu, Piala Dunia 2022 juga sangat unik karena waktu pagelaran diubah tidak pada musim panas melainkan pada akhir tahun atau musim dingin, untuk menyiasati tingginya temperatur udara di Qatar.
Advertisement
Tetapi kali ini, Liputan 6 akan membahas soal hal unik yang muncul ketika Piala Dunia untuk pertama kalinya digelar di benua Afrika tepatnya pada Piala Dunia Afrika Selatan tahun 2010 lalu.
Ketika itu, muncul sebuah alat tiup yang kehadirannya mengusik seluruh elemen sepakbola dunia yaitu vuvuzela, yang jadi ciri khas Afrika Selatan selama jadi tuan rumah Piala Dunia.
Suara yang dikeluarkan adalah dengungan monoton yang sepertinya tidak akan pernah berhenti.
Menjadi Piala Dunia pertama di tanah Afrika, vuvuzela menjadi simbol kebahagiaan warga lokal ketika menikmati 90 menit pertandingan yang mempertemukan negara-negara sepakbola terkuat.
Di tribun stadion, penonton meniup vuvuzela dengan semangat dan antusias. Seakan tidak peduli dengan orang-orang yang berharap suara itu untuk segera berhenti.
Apapun pandangan Anda soal terompet panjang yang terbuat dari plastik ini, kebanyakan penonton Piala Dunia 2010 pasti mengakui kalau lama-lama mereka muak mendengar suara ini.
Bisingnya Bisa Rusak Gendang Telinga
Menurut Wikipedia, vuvuzela pertama kali "digunakan sebagai alat untuk memanggil warga yang tinggal jauh di luar kampung ketika harus menghadiri pertemuan". Dengan adanya kata "jauh" artinya suara yang dikeluarkan sangat keras.
Bayangkan kalau Anda penonton di stadion yang diapit oleh dua orang yang meniup vuvuzela dengan sangat semangat sepanjang pertandingan. Bisa-bisa gendang telinga Anda pecah.
Kata-kata di atas sudah pasti terlalu berlebihan. Tetapi hasil penelitian mengamini pernyataan tersebut.
Menurut para peneliti dari Pretoria University, rata-rata paparan suara selama Piala Dunia adalah 100.5 desibel, dan yang tertinggi mencapai 144,2 desibel. Angka tersebut dinilai sangat tinggi.
"Sebagai warga Afrika Selatan, saya menilai suara vuvuzela tidak baik untuk telinga ketika ada yang meniupnya dari jarak dekat," ujar Dr Dirk Koekemoer, salah satu peneliti dalam studi di atas.
"Yang mengejutkan saya, faktanya vuvuzela menghasilkan suara empat kali lebih besar dari perkiraan. Bukti memperlihatkan suara yang dihasilkan begitu keras. Jika terus menerus sepanjang pertandingan, telinga bisa mengalami kerusakan meski menggunakan pelindung," lanjutnya.
Advertisement
Cerita Pemain Sampai Tak Bisa Tidur
Vuvuzela dengan cepat mencuri perhatian penonton global, tetapi akhirnya lebih banyak yang menunjukkan sikap menolak. Karena dengungan yang terus menerus terdengar sepanjang laga dinilai menghilangkan atmosfer unik yang biasanya tercipta di tiap Piala Dunia.
Suara vuvuzela hanya terhenti ketika gol tercipta. Stadion riuh dengan sorakan penonton. Tapi hanya rentan beberapa detik, lagi-lagi dengungan vuvuzela terdengar. Bahkan lebih keras dari sebelumnya.
Broadcaster bahkan sampai mengubah frekuensi suara untuk menekan suara mendengung selama siaran berlangsung.
Tetapi tidak banyak pilihan untuk para pemain di lapangan, dan tak sedikit yang mengeluarkan keluhan. "Saya pikir vuvuzela menyebalkan," ujar gelandang Spanyol, Xabi Alonso, kala itu.
"Benda itu tidak menghilangkan atmosfer di dalam stadion. Harusnya benda itu dilarang," lanjut gelandang yang meraih gelar juara dunia di Afsel tersebut.
Tak hanya ketika di dalam stadion, ternyata para pemain juga mengeluhkan kehadiran alat tiup ini di luar stadion.
Pemain Timnas Prancis, Patrice Evra, bercerita kalau dirinya dan pemain lain tidak bisa tidur karena suara vuvuzela menggelegar tiap saat.
"Orang-orang mulai memainkannya sejak jam 6 pagi. Kami tidak bisa tidur. Di lapangan, kami tak bisa berkomunikasi karena suaranya sangat berisik," tutur Evra.
Jadi Musuh Dunia Olahraga
Tak mengejutkan, akhirnya vuvuzela dilarang dalam gelaran Piala Dunia edisi berikutnya.
Stadion-stadion Inggris seperti Wembley dan Millenium Stadium, hingga Wimbledon ikut melarang alat tiup ini ditiupkan selama pertandingan. Bisa dibayangkan kalau pertandingan tenis yang khidmat tiba-tiba dikejutkan oleh dengungan vuvuzela.
Tapi alat tiup kontroversial ini mendadak kembali muncul di kancah Piala Dunia delapan tahun kemudian. Saat Piala Dunia digelar di Rusia tahun 2018 lalu, tepatnya dalam laga antara Maroko melawan Iran.
Walaupun pertandingan berjalan sangat menarik, sepertinya para suporter Maroko lebih tertarik meniup vuvuzela mereka di tribun stadion alih-alih memberikan nyanyian untuk mendukung negaranya.
Dengungan terdengar sepanjang pertandingan. Membuat keluhan membanjiri media sosial, bahkan tagar #vuvuzela sempat menjadi trending topic ketika pertandingan berjalan.
"Hal terburuk dalam Piala Dunia Afrika Selatan adalah #VUVUZELA sekarang itu kembali di #WorldCupRussia2018 #kepalapusing" tulis salah satu warganet.
Advertisement
Piala Dunia Qatar 2022 Larang Vuvuzela
Menyambut Piala Dunia 2022, FIFA menegaskan telah melarang penggunaan vuvuzela di dalam stadion sepanjang turnamen digelar mulai November hingga Desember mendatang.
FIFA telah mengeluarkan video sepanjang 2 menit di media sosial terkait daftar barang-barang yang dilarang (prohibited items) selama Piala Dunia di Qatar.
Daftar itu termasuk barang-barang terlarang standar seperti senjata api, bahan peledak, alkohol, narkotika dan berbagai barang berbahaya lainnya.
Helm, masker dan alat penutup wajah lain juga dilarang. Kecuali yang merupakan ciri khas negara atau agama. Botol minum dengan ukuran lebih dari 100ml juga dilarang.
Alat-alat berukuran panjang juga dilarang seperti payung, tripod, monopod dan juga selfie stick. Termasuk vuvuzela dan instrumen tiup lainnya.
"Instrumen penghasil suara yang lebih besar daru 120cm baik elektronik, mekanik atau manual (termasuk vuvuzela) dilarang," tulis pernyataan resmi FIFA tersebut.
Vuvuzela memang menghadirkan "sesuatu yang berbeda" dalam gelaran Piala Dunia di Afrika Selatan. Tapi terompet sepanjang 90 sentimeter ini sudah pasti tidak akan pernah dilupakan dalam sejarah Piala Dunia, walaupun punya segudang cerita menganggu.