Liputan6.com, Yogyakarta - Cabai gendot memiliki ukuran lebih besar dibanding cabai pada umumnya. Jika dilihat dari tampilan luar warnanya, cabai ini memiliki kilau warna seperti paprika.
Meski sama-sama cabai, tetapi cabai gendot jauh lebih pedas jika dibandingkan dengan cabai biasa. Tanaman cabai gendot banyak ditemukan di dataran tinggi Dieng.
Tidak hanya kaya akan ragam budaya dan potensi wisata alamnya, dataran tinggi Dieng juga memiliki potensi kuliner yang layak dicoba. Olahan cabai gendot inilah yang menjadi salah satu sajian khas Dieng.
Umumnya, warga setempat memanfaatkan cabai ini untuk diolah dengan aneka sayuran, salah satunya adalah sayur jamur tiram. Tak hanya jamur, cabai gendot ini juga dimanfaatkan untuk mengolah sayur lain, seperti terong, labu, dan sebagainya.
Baca Juga
Advertisement
Proses memasak cabai ini sama seperti cabai pada umumnya, yakni dengan diiris saja. Selain memiliki rasa yang lebih pedas, olahan makanan dengan cabai gendot akan memberikan tampilan yang lebih menarik karena warnanya yang cerah.
Cabai yang juga disebut sebagai cabai habanero ini merupakan cabai terpedas di dunia. Olahan tersebut sangat cocok disantap di dataran tinggi Dieng karena bisa menghangatkan badan.
Selain itu, kulit dari cabai gendot juga terasa lebih nikmat. Saat menggigit cabai ini, akan terasa sensasi 'kriuk' saat memakannya.
Tak hanya soal rasa, cabai ini juga memiliki banyak manfaat untuk tubuh. Zat capsaicin dalam cabai efektif untuk melawan berat badan berlebih.
Zat ini mampu meningkatkan thermogenesis dalam tubuh. Thermogenesis adalah produksi panas yang terjadi setelah makan yang berperan dalam meningkatkan laju metabolik tubuh, sehingga dapat meningkatkan pengeluaran energi.
Selain bisa menangani berat badan berlebih, cabai ini juga memiliki manfaat lain, seperti menurunkan kolesterol, menurunkan tekanan darah, dan tinggi antioksidan.
Penulis: Resla Aknaita Chak