13 Agustus 1905: Norwegia Gugat Cerai Swedia via Referendum

Melihat kembali perceraian Norwegia dan Swedia pada satu abad yang lalu.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 13 Agu 2022, 06:00 WIB
Pemerintahan PM Norwegia Christian Michelsen. Dok: Situs Royal Court of Norway

Liputan6.com, Oslo - Norwegia dan Swedia dulunya pernah bersatu. Kedua negara itu bersatu pada 1814, namun rumah tangga dua negara Skandinavia itu retak ketika memasuki tahun 1900-an. 

Sebetulnya, pernikahan antara Norwegia dan Swedia bisa dibilang sebagai "pernikahan paksa". Norwegia dulunya dikuasai Denmark, kemudian Denmark harus menyerahkan Norwegia ke Swedia. 

Menurut situs The Royal House of Norway, Kamis (11/8/2022), perkara ini terkait dengan Perang Napoleon. Norwegia-Denmark memihak Prancis, sementara Swedia memihak Inggris-Rusia. 

Posisi Napoleon Bonaparte yang kalah di peperangan membuka peluang bagi Swedia untuk menambah wilayah mereka, dan Norwegia menjadi sasaran. Pangeran Carl Johan dari Swedia meminta para pemimpin Eropa agar mendukung unifikasi Norwegia-Swedia, namun rakyat Norwegia ternyata menolak untuk berpindah dari Denmark ke Swedia. 

Diskusi panjang pun berlangsung hingga akhirnya Pangeran Carl Johan menyerang Norwegia pada Juli 1814. Ia berhasil menumpas para oposisi, sehingga Norwegia harus bergabung dengan Swedia. 

Meski bergabung dengan Swedia, syarat dari Norwegia adalah bergabung sebagai negara independen, serta punya konstitusi sendiri. 

Hubungan Internasional 

Norwegia tidak puas dengan hubungan bersama Swedia, pasalnya Norwegia tidak punya kedutaan di luar negeri. Alhasil, mereka terlihat seperti bawahan Swedia. 

Negosiasi pun dilakukan, akan tetapi Swedia menolak syarat-syarat dari Norwegia. Ada syarat yang menyebut bahwa Kementerian Luar Negeri Swedia memiliki keputusan tertinggi, dan diplomat Norwegia bahkan bisa disuspens oleh Swedia. 

Pada 1905, Perdana Menteri Norwegia Christian Michelsen akhirnya mengambil langkah tegas.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Referendum

Ilustrasi Stockholm, Swedia. (dok. Jon Flobrant/Unsplash)

Pada 11 Maret 1905, PM Michelsen membentuk pemerintahan baru. Pada pidatonya, ia menegaskan bahwa negaranya punya hak konstitusional untuk punya konsuler sendiri di luar negeri.

Situs The Royal House of Norway menyebut ucapan PM Michelsen memperkuat sentimen rakyat Norwegia untuk pisah dari Swedia. Tentu hal itu ditolak pihak Swedia yang tak membiarkan Norwegia pergi begitu saja.

Badan legislatif Norwegia (Storting, Odelsting, dan Lagting) menyetujui UU Konsuler. Namun, Raja Oscar dari Swedia menolak menyetujui UU tersebut. Sebagai respons, pemerintahan Norwegia memilih mundur dari jabatan mereka. Hal itu terjadi pada pertengahan tahun 1905.

Storting lantas memintah Majelis Negara untuk berfungsi sebagai pemerintah berdaarkan Konsitusi Norwegia.

Referendum dimulai pada 13 Agustus 1905. Waktu itu, Norwegia hanya mengizinkan laki-laki untuk ikut voting. Mayoritas pemilih ingin pisah dari Swedia. Totalnya, ada 368.208 orang yang mendukung perpisahan. Yang menolak hanya 184. Sementara, 244.765 perempuan juga ikut menandatangani dukungan perpisahan.

Saat itu, risiko perang sangat riil. Beruntung, tidak ada perang yang terjadi. Pada 26 Oktober 1905, Raja Oscar resmi turun dari takhta Norwegia. 

"Persatuan antara Norwegia dan Swedia dibubarkan tanpa ada tembakan," tulis situs The Royal House of Norway.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Swedia Mau Masuk NATO

Ilustrasi bendera NATO (Wikipedia/Public Domain)

Kabar terkini, Swedia sedang sibuk agar berusaha masuk NATO. Stockholm mendapat dukungan terbaru untuk bergabung dengan NATO. AS yang memberikan suaranya baru-baru ini.

AS menjadi anggota NATO terbaru yang mendukung kedua negara tersebut. Mengutip DW Indonesia, Kamis (4/8), Presiden Joe Biden memuji pemungutan suara itu sebagai momen "bersejarah."

Senat Amerika Serikat pada Rabu 3 Agustus menyetujui rencana masuknya Finlandia dan Swedia ke NATO.

Sebelumnya negara-negara Nordik itu telah lama mempertahankan netralitasnya pada isu geopolitik. Kedua negara meluncurkan tawaran untuk bergabung dengan aliansi 30-anggota sehubungan dengan invasi Rusia ke Ukraina.

Pemungutan suara pada Rabu dengan mudah melampaui mayoritas dua pertiga yang diperlukan untuk mendukung ratifikasi dokumen aksesi, dengan 95 senator memberikan suara untuk mendukung. Hanya satu senator Republik, Josh Hawley, yang menentang pencalonan dua negara Eropa tersebut.

"Pemungutan suara bersejarah ini mengirimkan sinyal penting dari komitmen bipartisan AS yang berkelanjutan untuk NATO, dan untuk memastikan Aliansi kami siap menghadapi tantangan hari ini dan besok," kata Presiden AS Joe Biden dalam sebuah pernyataan.


Proses Finlandia dan Swedia untuk bergabung dengan NATO

Bendera Ukraina berkibar ditiup angin saat tanda perdamaian raksasa dipasang para demonstran jelang KTT Uni Eropa dan NATO di Brussels, Belgia, 22 Maret 2022. Pengunjuk rasa meminta para pemimpin Uni Eropa memberlakukan larangan penuh terhadap bahan bakar Rusia. (AP Photo/Geert Vanden Wijngaert)

NATO secara resmi mengundang Finlandia dan Swedia untuk bergabung dengan aliansi itu pada akhir Juni. Pada tahap ini, kedua negara diizinkan untuk berpartisipasi dalam pertemuan aliansi.

Meski demikian, Kedua negara itu masih belum dilindungi oleh Pasal Lima yang menjadi aturan pertahanan kolektif NATO. Pasal ini menetapkan bahwa serangan terhadap salah satu anggotanya adalah serangan terhadap semua.

Semua, 30 negara anggota NATO harus menyetujui meratifikasi protokol aksesi untuk mengizinkan suatu negara bergabung dalam aliansi itu. Beberapa negara, termasuk Jerman, Kanada dan Italia, telah menyetujui ratifikasi tersebut.

Sebelumnya pada Rabu, Majelis Nasional Prancis memberikan suara mendukung keanggotaan NATO di Finlandia dan Swedia. Senat Prancis juga telah menyetujuinya dua minggu lalu.

Namun, Turki telah mengancam akan memblokir tawaran Stockholm dan Helsinki.

Ankara menuduh kedua negara mendukung apa yang dianggapnya organisasi teroris, termasuk Partai Pekerja Kurdistan (PKK), milisi YPG Kurdi yang aktif di Suriah utara dan gerakan Gulen.

Meskipun ketiga negara mencapai kesepakatan, Turki masih mengancam akan memblokir aksesi jika kedua negara Nordik tidak mengekstradisi tersangka yang dicari Ankara atas tuduhan terkait terorisme. 

INFOGRAFIS JOURNAL_Konflik Ukraina dan Rusia Ancam Krisis Pangan di Indonesia? (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya