Kemenkeu: Subsidi BBM 2023 Tergantung Tren Harga Komoditas

Besaran subsidi energi akan mengikuti tren harga komoditas yang diperkirakan cenderung melandai atau turun pada 2023.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 12 Agu 2022, 18:15 WIB
Ilustrasi petugas mengisi BBM ke sebuah mobil. (Sumber foto: Pexels.com).

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah RI tengah mendapat berkah windfall akibat tingginya harga komoditas. Keuntungan tersebut turut dimanfaatkan dengan menambah penyaluran subsidi BBM atau energi yang sudah mencapai Rp 502 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu juga memastikan, subsidi tersebut akan tetap disalurkan pada tahun depan. Namun, besarannya akan mengikuti tren harga komoditas yang diperkirakan cenderung melandai atau turun pada 2023.

Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan, Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Kurnia Khairi, mengatakan, pemerintah punya kewajiban untuk terus menjaga agar keuangan negara tetap sehat. Khususnya agar defisit anggaran tidak terlampau besar.

"Sehingga penurunan dari PNBP yang berasal dari sumber daya alam tadi, dari migas tadi, ini juga akan diikuti dengan penurunan belanja yang akan dipengaruhi oleh faktor ICP tadi. Sehingga APBN kita harapkan defisitnya bisa jadi netral," ujarnya dalam sesi diskusi virtual, Jumat (12/8/2022).

Kurnia sendiri belum bisa mengungkapkan, berapa target penerimaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada 2023 di tengah potensi menurunnya harga-harga komoditas. Termasuk besaran biaya subsidi BBM yang akan disiapkan mengikuti tren penurunan harga komoditas.

Di sisi lain, meskipun negara mendapat durian runtuh dari besarnya PNBP saat harga komoditas melesat, tanggung jawab dalam menjaga roda inflasi dengan mengatur harga lewat pemberian subsidi juga besar.

Sebagai gambaran, total PNBP yang sudah masuk ke kantong pemerintah hingga Juli 2022 sebesar Rp 337,1 triliun, atau 70 persen dari target realisasi di tahun ini. Jumlah itu pun tumbuh 39,1 persen, mengikuti kenaikan harga minyak mentah, minerba, minyak sawit mentah (CPO), hingga inovasi layanan.

"Nah, meskipun secara umum kita katakan PNBP meningkat, katakanlah karena harganya minyak meningkat, kita juga mengalami tekanan dari sisi belanja. Jadi dari subsidi energi baik itu subsdi BBM, solar, LPG, ada subsidi listrik, itu juga terpengaruh," ungkapnya.

Apalagi, ia melanjutkan, di samping beban biaya subsidi yang sudah membengkak, PNBP yang berasal dari sumber daya alam juga harus dibagikan hasilnya dengan pemerintahan daerah. Oleh sebab itu, Kementerian Keuangan kini masih menghitung keseimbangan antara penerimaan PNBP dengan belanja subsidi.

"Secara otomatis matematisnya nanti ada hitung-hitungannya apakah PNBP kita yang berasal dari SDA, migas, meningkat dan masih mampu menutupi peningkatan belanja tadi, subsidi energi dan kompensasinya," tuturnya.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Subsidi BBM dan LPG Habiskan Duit Negara Rp 62,7 Triliun per 31 Juli 2022

Ilustrasi subsidi BBM (Via: teropongbisnis.com)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat, realisasi pembayaran subsidi hingga 31 Juli 2022 mencapai Rp116,2 triliun. Dana dari Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) tersebut dibayarkan untuk subsidi energi dan subsidi non energi.

"Realisasi subsidi sampai dengan 31 Juli sebesar Rp 116,2 triliun," kata Sri Mulyani kepada wartawan, Jumat (12/8).

Dia menjelaskan total subsidi yang dibayarkan untuk energi sebanyak Rp 88,7 triliun. Anggaran tersebut dibayarkan untuk subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 62,7 triliun.

"(Untuk) subsidi BBM dan LPG Rp 62,7 triliun," kata Sri Mulyani.

Dana tersebut digunakan untuk membayar subsidi BBM dalam bentuk solar dan minyak tanah jumlahnya 8,6 juta kilo liter. Sedangkan untuk LPG 3 kilo sebanyak 3,8 juta metrik ton.

Pemerintah juga telah mencairkan dana subsidi listrik untuk 38,6 juta pelanggan. Jumlahnya mencapai Rp 26,0 triliun. Berbagai subsidi tersebut diberikan untuk menjaga harganya tetap stabil meskipun harga komoditas utamanya melonjak di tingkat global.

"Ini pemerintah tahan guncangan harga yang sangat tinggi di global dan tidak diubah di dalam negeri," kata dia.

Sementara itu, sisanya untuk pembayaran subsidi non energi sebesar Rp 27,5 triliun. Subsidi ini diberikan dalam bentuk pupuk dengan volume 4,6 juta ton, kredit usaha rakyat (KUR) kepada 4,4 juta debitur dan penyaluran KUR sebanyak Rp 20,4 triliun.

"Pupuk dan KUR ini yang suku bunganya disubsidi pemerintah," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com


Pemerintah Sudah Bayar Subsidi hingga Rp 116,2 Triliun

Pengendara sepeda motor meninggalkan SPBU saat mengetahui stok pertalite habis di salah satu SPBU kawasan Galur, Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (11/8/2022). Kekosongan pertalite diduga disebabkan oleh migrasi pengguna pertamax dan BBM nonsubsidi lainnya akibat disparitas harga yang cukup tinggi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Pemerintah telah membayarkan subsidi energi sebesar Rp 116,2 triliun per 31 Juli 2022. Angka ini lebih tinggi dari subsidi energi yang dibayarkan pada semester II-2021 sebanyak Rp 99,6 triliun.

Adapun subsidi yang diberikan untuk bahan bakar minyak (BBM), LPG 3 Kg hingga listrik. "Pembayaran subsidi juga terlihat meningkat dari Rp 99,6 triliun ke Rp 116,2 triliun dari 2021 ke 2022," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, APBN KiTa, Jakarta Pusat, Kamis (11/8/2022).

Besarnya subsidi energi yang dibayarkan ini tersebut tidak mengurangi jumlah subsidi yang diberikan. Tingginya anggaran dilakukan untuk meredam kenaikan harga energi global.

"Pemerintah tahan guncangan yang terjadi di berbagai barang-barang yang disubsidi ini," kata dia.

Adapun subsidi BBM dalam bentuk solar dan minyak tanah sebesar jumlahnya 8,6 juta kilo liter. LPG 3 kilo sebanyak 3,8 juta metrik ton, listrik bersubsidi untuk 38,6 juta pelanggan, dan 4,6 juta ton pupuk.

Subsidi ini diberikan langsung ke pemerintah agar harga komoditas energi tidak melonjak di tingkat masyarakat.

"Ini pemerintah tahan guncangan harga yang sangat tinggi di global dan tidak diubah di dalam negeri," kata dia.

Hal inilah kata Sri Mulyani yang membuat pembayaran subsidi pemerintah meningkat menjadi Rp 116,2 triliun di semester I-2022.

"Ini menyebabkan kenapa belanja subsidi naik jadi R116,2 triliun hanya dalam 1 semester," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com


Asal Tahu, Segini Beban Subsidi BBM dan LPG yang Dipikul Negara

Mesin pengisian ulang bahan bakar minyak di salah satu SPBU, Jakarta, Selasa (15/3). Pertamina menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) umum Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan Pertalite Rp 200 per liter. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah diingatkan untuk lebih tegas dalam menindak aksi penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG bersubsidi dan membentuk satgas pengawas agar penyalurannya tepat sasaran.

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI) Sofyano Zakaria mengatakan, negara saat ini menanggung beban besar akibat subsidi BBM dan LPG, yaitu solar subsidi dengan harga jual ditetapkan pemerintah sebesar Rp 5.150 per liter, negara menanggung beban subsidi sekitar Rp13 ribu per liter dari harga keekonomian solar Rp 18.150 per liter.

Sementara Untuk harga Jual Pertalite sebesar Rp 7.650 per liter, beban subsidi atau kompensasi yang diberikan negara Rp 9.500 per liter dari harga keekonomian Rp17.200 per liter.

Untuk LPG 3kg, subsidi yang diberikan negara adalah sekitar Rp 11.750 per kg atau sekitar Rp.35.250 per tabung isi 3kg.

"Negara menyediakan solar subsidi tahun 2022 sebanyak 14,9 juta KL, Pertalite sebanyak 23,05 juta KL dan LPG 3 kg sebanyak 8 juta metrik ton atau setara 8 miliar Kg atau setara 2,666 miliar tabung isi 3 kg," kata Sofyano, di Jakarta, Kamis (11/8/2022).

Dengan beratnya beban yang ditanggung negara untuk subsidi solar, Pertalite dan LPG tabung 3 Kg, seharusnya ini jadi perhatian segala pihak, bukan hanya Kementerian ESDM dan BPH Migas. Agar beban tersebut tidak terus bertambah karena terjadinya kelebihan konsumsi dari kuota yang sangat signifikan.

"Pada solar subsidi, Pertalite dan LPG 3 kg didalamnya terdapat anggaran negara yang setidaknya mencapai lebih dari Rp 300 triliun pada tahun 2022, maka seharus nya lembaga KPK, Kejaksaan Agung , Kepolisian dan lain lain turut langsung melakukan pengawasan terhadap barang bersubsidi ini," tutur Sofyano.  

Infografis Subsidi BBM Bengkak hingga Rp 502 Triliun, Jokowi Harus Bagaimana? (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya