Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan sektor keuangan Indonesia masih berorientasi kepada akumulasi dana yang sifatnya jangka pendek. Hal itu sulit diandalkan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di tanah air.
"Ini tentu sangat menyulitkan pada saat kebutuhan pembangunan kebutuhan perekonomian sering membutuhkan sumber dana yang berasal dari sumber dana yang jangkanya panjang," kata Menkeu dalam LIKE IT : Sustain Habit in Investing, Invest in Sustainable Instruments, Jumat (12/8/2022).
Advertisement
Menkeu mencontohkan, misalnya untuk pembangunan infrastruktur yang biasanya membutuhkan dana yang sangat besar, dan dipengaruhi pengembalian modal yang juga membutuhkan waktu yang sangat lama antara 20- 30 tahun.
"Oleh karena itu kemampuan sektor keuangan di Indonesia untuk mampu memupuk dana jangka panjang menjadi sangat penting," kata Menkeu.
Namun sektor keuangan Indonesia saat ini masih didominasi oleh sektor perbankan, 80 persen dari aset sektor keuangan adalah di sektor perbankan dan itu mayoritas dalam bentuk deposito atau simpanan yang berjangka pendek dibawah 5 tahun.
Sementara sektor yang memiliki kemampuan mengakumulasi dana jangka panjang seperti industri asuransi, dana pensiun kontribusi atau porsi di dalam sektor keuangan Indonesia hanya 14 persen.
Pekerjaan Rumah
Tentu hal ini menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi pemerintah terutama KSSK, kementerian keuangan, Bank Indonesia, OJK dan LPS untuk terus mampu membangun sektor keuangan yang mampu mengumpulkan dan memobilisasi dana dalam jangka panjang yang kuat dan kredibel.
"Ini merupakan sebuah PR yang sangat tidak mudah apalagi tadi dijelaskan oleh Pak Mahendra (Ketua dewan OJK) bahwa masyarakat masih perlu untuk dibangun tidak hanya literasi, tapi juga kepercayaan dan confidence terhadap sistem keuangan instrumen keuangan dan lembaga-lembaga keuangan," jelasnya.
Tak hanya itu saja, peranan dari kementerian keuangan dalam hal pengelola fiskal harus terus diperkenalkan instrumen-instrumen keuangan guna dilihat oleh para investor di Indonesia terutama investor ritel, .
"Dimana kemudian memunculkan pertama pengenalan terhadap instrumen baru di luar deposito atau tabungan, Seperti surat berharga negara termasuk yang surat berharga Syariah negara, dan juga jangka waktunya juga dibuat lebih panjang," pungkas Menkeu.
Advertisement
APBN Sukses Redam Dampak Gejolak Global ke Ekonomi Indonesia
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan instrumen APBN menjadi instrumen yang sangat penting di dalam menjaga pemulihan ekonomi Indonesia.
Menkeu menyebut, kinerja APBN sampai dengan bulan Juli ini cukup baik, hal itu dilihat dari penerimaan negara yang berasal dari pajak bea dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak mengalami kenaikan yang sangat kuat yaitu sekitar 53 persen.
"Kinerja ini tentu akan kita gunakan sebagai bekal untuk menangani berbagai shock, yang terjadi di dalam perekonomian kita yang berasal dari dari Gejolak geopolitik maupun yang berasal dari disrupsi supply, dan juga kenaikan inflasi yang mengancam, kemudian terjadinya pengetatan di berbagai negara," kata Sri Mulyani dalam LIKE IT : Sustain Habit in Investing, Invest in Sustainable Instruments, Jumat (12/8/2022).
Menurutnya, saat ini APBN terus memberikan peran sebagai shock absorber, yaitu mengambil atau mengurangi shock yang berasal dari global untuk tidak mempengaruhi secara sangat besar dan sangat berat ke dalam perekonomian dalam negeri maupun kepada masyarakat.
Tentu pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya berasal atau dalam hal ini didukung oleh fiskal, pihaknya bersama Bank Indonesia bersama-sama menjaga stabilitas sistem keuangan melalui kombinasi kebijakan moneter dan fiskal.
"Termasuk selama pandemi ini Bank Indonesia terus mendukung dengan SKB 1, 2 dan 3 yang sangat-sangat efektif membantu fungsi pemerintah melalui APBN dalam menstabilkan ekonomi dan memulihkan ekonomi," kata Menkeu.