Liputan6.com, Jakarta Peranan sektor keuangan sangat penting untuk menjaga stabilitas dan mendorong pemulihan ekonomi, seperti sektor keuangan di berbagai perekonomian merupakan fungsi multidimensi yang sangat penting.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa sektor keuangan Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan.
Advertisement
Pertama apabila melihat ukuran sektor keuangan terhadap perekonomian Indonesia masih relatif kecil apabila dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN.
"Kapitalisasi pasar modal Indonesia hanya hanya 48 persen, Malaysia, Singapura, Filipina mereka bisa memiliki rasio kapitalisasi pasar modal hingga mendekati 100 persen," ucap Menkeu, saat webinar Like it, Jumat (12/8).
Dengan artian Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan peranan pasar modal sebagai sektor keuangan yang bisa menjadi intermediari yang produktif.
Kedua sektor keuangan di indonesia masih berorientasi akumulasi dana yang sifatnya jangka pendek. hal ini sangat menyulitkan pada saat kebutuhan pembangunan dan perekonomian membutuhkan sumber yang jangka panjang.
"Misalnya untuk pembangunan infrastruktur, yang bisanya pertama membutuhkan dana sangat besar dan kemampuan mengembalikannya butuh waktu yang sangat panjang, katakanlah 20 hingga 30 tahun," jelas Sri Mulyani.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dana Jangka Panjang
Ani sapaan akrab Menkeu, melanjutkan, oleh karena itu kemampuan Indonesia untuk mampu memupuk dana jangka panjang sangat penting.
Namun, sektor keuangan saat ini masih didominasi oleh sektor perbankan sebesar 80 persen dan mayoritas dalam bentuk deposito atau simpanan yang berjangka pendek di bawah 5 tahun.
Sementara, sektor yang memiliki dana jangka panjang, seperti industri asuransi, dana pensiun, kontribusi dalam sektor keuangan hanya 14 persen.
"Ini menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi kita, terutama KSSK untuk terus mampu membangun sektor keuangan yang mampu mengumpulkan dan memobilisasi dana dalam jangka panjang yang kuat dan kredibel," tegas Ani.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
APBN Sukses Redam Dampak Gejolak Global ke Ekonomi Indonesia
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan instrumen APBN menjadi instrumen yang sangat penting di dalam menjaga pemulihan ekonomi Indonesia.
Menkeu menyebut, kinerja APBN sampai dengan bulan Juli ini cukup baik, hal itu dilihat dari penerimaan negara yang berasal dari pajak bea dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak mengalami kenaikan yang sangat kuat yaitu sekitar 53 persen.
"Kinerja ini tentu akan kita gunakan sebagai bekal untuk menangani berbagai shock, yang terjadi di dalam perekonomian kita yang berasal dari dari Gejolak geopolitik maupun yang berasal dari disrupsi supply, dan juga kenaikan inflasi yang mengancam, kemudian terjadinya pengetatan di berbagai negara," kata Sri Mulyani dalam LIKE IT : Sustain Habit in Investing, Invest in Sustainable Instruments, Jumat (12/8/2022).
Menurutnya, saat ini APBN terus memberikan peran sebagai shock absorber, yaitu mengambil atau mengurangi shock yang berasal dari global untuk tidak mempengaruhi secara sangat besar dan sangat berat ke dalam perekonomian dalam negeri maupun kepada masyarakat.
Tentu pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya berasal atau dalam hal ini didukung oleh fiskal, pihaknya bersama Bank Indonesia bersama-sama menjaga stabilitas sistem keuangan melalui kombinasi kebijakan moneter dan fiskal.
"Termasuk selama pandemi ini Bank Indonesia terus mendukung dengan SKB 1, 2 dan 3 yang sangat-sangat efektif membantu fungsi pemerintah melalui APBN dalam menstabilkan ekonomi dan memulihkan ekonomi," kata Menkeu.
Covid-19 Terkendali
Lanjut Menkeu, memang patut disyukuri melihat kondisi pandemi Covid-19 sudah semakin terkendali, maka kegiatan perekonomian masyarakat dan dunia akan semakin pulih.
"Kita semua patut mensyukuri bahwa kondisi pandemi sudah semakin terkendali dan oleh karena itu kegiatan perekonomian masyarakat dan juga akan semakin pulih," ujarnya.
Namun, bukan berarti pemulihan ekonomi berjalan secara mudah dan lancar atau mulus. Karena pada saat yang sama terdapat risiko perekonomian global yang bergeser dari pandemi kepada non-pandemi, yaitu yang berasal dari geopolitik maupun yang berasal dari kenaikan disrupsi sisi supply yang menyebabkan inflasi atau harga-harga komoditas penting meningkat dan mendorong inflasi global, sehingga kemudian memaksa terjadinya kebijakan pengetatan.
"Kondisi ini akan berdampak pada stabilitas sistem keuangan dan juga stabilitas dari sektor keuangan di seluruh dunia. Kita melihat sekarang adalah Capital outflow, kemudian dollar index yang meningkat serta tentunya suku bunga bank-bank sentral di negara maju yang sudah meningkat seiring dengan kenaikan inflasi," ujarnya.
Meskipun kondisi global dan ekonomi yang sekarang sangat dinamis dan tentu tidak mudah. Namun Indonesia pada kuartal kedua pertumbuhan ekonominya masih sangat baik, yaitu tumbuh di 5,4 persen.
"Ini juga didukung oleh kegiatan dari ekonomi domestik terutama konsumsi investasi, serta juga dari eksternal melalui permintaan ekspor kita," pungkasnya.
Advertisement