Liputan6.com, Jakarta Mantan pengacara Bharada E, yakni Deolipa Yumara mengungkapkan kronologi pemecatan terhadap dirinya melalui pesan WhatsApp. Pesan tersebut diterima dirinya dari sahabatnya yang mendapatkan pesan diduga dari 'jenderal'.
Deolipa mengatakan, penghentian sepihak saat menjadi kuasa hukum Bharada E berawal dari sebuah pesan WhatsApp yang diterimanya dari seseorang. Dirinya enggan menyebutkan orang yang memberitahukan bahwa dirinya diberhentikan menjadi kuasa hukum melalui pesan what'sapp.
Advertisement
"Dia itu orang baik, ane taunya dari pesan itu," ujar Deolipa dalam jumpa pers di kawasan Depok, Sabtu (13/8/2022).
Dalam kasus kematian Brigadir J, Bharada E dan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo telah ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri.
Deolipa melalui kertas dan diperlihatkan kepada wartawan, menunjukkan terdapat panggilan suara tidak terjawab sebanyak tiga kali. Panggilan suara tersebut terjadi sekitar pukul 12.19 hingga 12.44 WIB yang terjadi diperkirakan pada 6 Agustus 2022.
“Kemudian terdapat surat pengunduran diri yang dikirim dengan cara diteruskan,” terang Deolipa.
Pada pesan media sosial yang ditunjukan Deolipa, pada 7 Agustus 2022 terdapat pesan diteruskan yakni ‘Ijin pak pernyataan pengacara Bharada E yang ditujukan oleh Dir Pidum di media bertolak belakang dengan BAP Bharada E’.
Setelah itu di hari yang sama terdapat panggilan suara yang tidak terjawab pada pukul 19.21 WIB. Akan tetapi pada pesan tersebut Deolipa memberikan jawaban pada pukul 20.01 WIB berupa ‘Siaaap sdrkuu’ dan ‘tadi online’.
Pada pukul 20.55 Wib terdapat pesan yang diteruskan berupa ‘Di… dua PH Bharada E itu ngomong terlalu banyak masuk ke materi dalam bicara ke media… kalau dia ga bisa manut, cabut kuasanya !!’. Lalu penerima pesan tersebut menuliskan ‘Siaap jendral’ dan ‘Diatensi & dilaksanakan jendral’. Setelah menerima pesan tersebut Deolipa memberikan pesan berupa ‘Siaaap ..’ sekitar pukul 20.55 WIB.
“Jadi yang ngirim itu ke saya orang baik,” pungkas Deolipa.
Deolipa Duga Ada Intervensi soal Pencabutan Kuasa Bharada E
Salah satu mantan Pengacara Bharada E, Deolipa Yumara menduga surat pencabutan kuasa hukum bukan Bharada E yang melakukan pengetikan. Menurutnya, Bharada E berada di tahanan dan tidak memiliki keahlian secara hukum.
“Dia inikan tidak memiliki keahlian secara hukum. Dia Brimob keahliannya nembak, siapa yang nulis ini,” terang Deolipa.
Deolipa menduga pada pembuatan surat pencabutan kuasa hukum terdapat intervensi atau di bawah suruhan.
“Gak ada ini bukan pemalsuan dokumen, tapi ada orang yang mengintervensi atau menyuruh sehingga dia mencabut kuasa,” ujar Deolipa kepada wartawan, Sabtu (13/8/2022).
Sementara, mantan pengacara Bharada E, Muhammad Boerhanuddin dan Deolipa Yumara berencana menggugat Bareskrim Polri ke pengadilan.
"Kami akan mengajukan gugatan, iya dalam waktu dekat ini," kata Muhammad Boerhanuddin.
Muhammad Boerhanuddin mengungkit kembali penunjukkan sebagai penasehat hukum Bharada E. Ia menegaskan, bekerja secara ikhlas dan tidak menerima bayaran sepeserpun.
"Kita ini bekerja ditugasin negara kan, kita tidak ada bayaran lho kan gitu, enggak ada bayarannya. Kita murni bekerja atas dasar professional dan kebenaran gitu," ujar dia.
Dia melanjutkan, pengacara telah bekerja secara profesional. Namun, malah dipandang sebelah mata. Sehingga, merasa perlu untuk melayangkan gugatan ke pengadilan.
Muhammad Boerhanuddin, mengklaim upayanya ini mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Organisasi Advokat yang juga mengecam pencabutan surat kuasa tersebut.
"Ini ada langkah-langkah hukum. Intinya pembelajaran bahwa kita semua jangan seenaknya juga dong cabut-cabut," ujar dia.
Advertisement
Tuntut Bayaran Rp 15 Triliun
Bharada E alias Richard Eliezer menandatangani Surat Pencabutan Kuasa atas kuasa hukumnya, Deolipa Yumara dan Muhammad Burhanudin dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir Yoshua alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Dengan begitu, keduanya kini tidak lagi menjadi pengacara Bharada E.
Deolipa Yumara menyampaikan, dirinya menjadi kuasa hukum Bharada E sesuai dengan permintaan negara, dalam hal ini Bareskrim Polri. Untuk itu, dia akan meminta bayaran sesuai dengan tugas yang telah dilaksanakan.
"Ini kan penunjukan dari negara, dari Bareskrim, tentunya saya minta fee saya dong. Saya akan minta jasa saya sebagai pengacara yang ditunjuk negara, saya minta Rp 15 triliun. Supaya saya bisa foya-foya," ujar Deolipa kepada wartawan, Jumat 12 Agustus 2022.
Menurut Deolipa, negara memiliki kekayaan yang cukup untuk membayar kuasa hukum dengan nominal tersebut. Apabila tidak disanggupi, maka akan dibawa ke pengadilan perdata.
"Kapolri kita gugat, semua kita gugat. Presiden, Menteri, Kapolri, Wakapolri semuanya kita gugat supaya kita dapat. Sebagai pengacara secara perdata Rp 15 triliun," katanya.
Menurut Deolipa, Polri yang memintanya menjadi kuasa hukum Bharada E dalam menghadapi kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J di rumah dinas mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Untuk itu, sudah sepatutnya dapat menyelesaikan kerja sama secara bertanggung jawab.
"Ya akan gugat, kita minta dulu baik-baik, jasa saya sebagai pengacara yang ditunjuk negara. Saya akan minta ke Presiden Jokowi, bayar dong jasa saya sebagai pengacara negara, Rp 15 triliun lah. Kalau nggak dikasih saya gugat negara," kata Deolipa.
Muhammad Boerhanudin menduga ada skenario tertentu di balik pencabutan kuasa Bharada Richard Eliezer terhadap dirinya dan Deolipa.
"Awalnya kami diminta mundur, tapi kami tolak karena kami bekerja atas dasar profesional dan UU Advokat. Lalu muncul skenario kuasa dicabut," ujar Burhanudin.