Liputan6.com, Jakarta - Dukungan terhadap Gerakan Kebaya Goes to UNESCO terus mengalir dari berbagai komunitas. Namun belakangan ini para komunitas tersebut justru menolak pengajuan kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO. Apa penyebabnya?
Bukan mereka berbalik tidak mendukung pengajuan yang sedang diupayakan oleh pemerintah Indonesia. Mereka mendesak untuk mengajukan kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO dilakukan secara mandiri atau single nomination oleh Indonesia bukan bersama sama dengan negara tetangga.
Belakangan ini gaung Kebaya Goes To UNESCO memang jadi perbincangan hangat di berbagai lapisan masyarakat. Semua pihak mendukung dengan melakukan berbagai acara menggunakan kebaya.
Baca Juga
Advertisement
Namun kemudian muncul wacana mengajukan kebaya bersama-sama dengan Malaysia, Singapura dan Brunei Darusalam dengan alasan, kebaya juga ada di negara tetangga tersebut. "Kebaya itu identitas dan jati diri bangsa Indonesia dan itu sesuai dengan apa yang disampaikan Bung Karno dalam Kongres Kowani tahun 1964," ucap Sidarto dalam Parade Kebaya Nusantara di Sarinah Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu, 13 Agustus 2022, dalam rilis yang diterima Liputan6.com.
Ia menambahkan, Bung Karno sendiri dalam berbagai kesempatan sejak perang kemerdekaan sampai Indonesia merdeka terus menyerukan agar bangsa Indonesia bangga dan menjaga budayanya, ini termasuk penggunaan kebaya oleh perempuan Indonesia sebagai bagian identitas dan jati diri bangsa.
Pendapat senada juga disampaikan oleh Menteri PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Bintang Puspayoga. "Saya sependapat agar kita mengajukan kebaya single nomination dan kita harus berjuang untuk itu," ujarnya di acara tersebut.Keinginan yang sama juga disampaikan anggota DPR RI Tut Roosdiono dan Ketua Timnas Pengajuan Hari Kebaya Nasional, Lana T Koentjoro.
"Kajian Tim Riset Timnas menunjukkan bahwa kebaya digunakan perempuan Indonesia sejak abad ke=19 di Jawa dan luar Jawa sampai sekarang dengan beragam model kebaya sesuai kearifan lokal di masing masing daerah. Kebaya bukan sekadar busana tapi mengandung filososi dan identitas perempuan Indonesia," terangnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Parade Kebaya Nusantara
Dukungan juga disampaikan Deputi IV Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kemenko PMK Femmy Eka Kartika serta Wakil Ketua Himpunan Ratna Busana Surakarta RAy Febri Dipokusumo . Mereka juga meminta agar semua kelompok masyarakat berjuang agar Kebaya menjadi Warisan Budaya Dunia dari Indonesia "Kita harus berjuang untuk single nomination" tegas Febri Dipokusumo.
Dalam kesempatan yang sama, ratusan remaja dan ibu ibu dengan aneka ragam warna, model kebaya dan wastra mengikuti Parade Kebaya Nusantara yang digelar untuk menyambut 77 tahun kemerdekaan Indonesia sekaligus kampanye Penetapan Hari Kebaya Nasional dan pengajuan Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO.
Acara menampilkan fashion show kebaya funky karya desainer Lenny Agustin, fashion show Kebaya Sporty by Indonesia Basket Ball, flash mob yang menyita perhatian masyarakat di sore hari yang cerah di pelataran Sarinah.
Menteri Bintang Puspayoga mengajak masyarakat, usia tua dan muda untuk bergerak bersama melestarikan kebaya. "Mari kita jadikan 77 tahun kemerdekaan menegaskan kembali bangsa Indonesia untuk berdaulat dan berdikari dalam kebudayaan," ujarnya. "Kebaya cocok digunakan dalam berbagai kesempatan seperti ke kantor, belanja, arisan bahkan traveling. Kita harus bergerak bersama melestarikan kebaya dan kebaya memiliki nilai ekonomi tinggi," sambung Bintang.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Hari Kebaya Nasional
Sementara itu, Lana T Koentjoro berterimakasih dengan antusiasme masyarakat mengikuti Parade Kebaya Nusantara. Ia mengatakan, Parade Kebaya Nusantara sebagai sarana sosialisasi dan edukasi kebaya busana warisan leluhur yang harus kita jaga bersama kelestariannya.
"Salah satu upaya melestarikan kebaya adalah dengan mengajukan Penetapan Hari Kebaya Nasional kepada pemerintah," kata Lana. Saat ini Tim Nasional yang didukung 200 komunitas sedang mempersiapkan dokumen kajian akademis mengenai mengapa perlu penetapan Hari Kebaya Nasional.
Tim riset mereka sedang menyusun dokumen berdasarkan kajian historis mengenai keberadaan kebaya di Nusantara, ragam kebaya dan perkembangannya. "Begitu pula mengenai tanggal yang akan diajukan menjadi Hari Kebaya Nasional, tengah digodok tanggal yang memiliki latar belakang historis dan politis yang kuat," tutur Lana.
Momen itu juga dihadiri anggota Watimpres Sidarto Danusubroto, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kemenko PMK, Femmy Eka Kartika, Anggota DPR Tuti Roosdiono, dan Lydia dari Setneg.
Parade kebaya melibatkan 250 anak muda dari SMP, SMA seperti Madania, Strada, perguruan tinggi serta berbagai komunitas pecinta budaya serta profesi. Parade Kebaya Nusantara ini yang ketiga kalinya dilakukan oleh Tim Nasional Pengajuan
Tahap Pendaftaran
Penetapan Hari Kebaya Nasional menuju UNESCO. Sebelumnya, parade serupa digelar di Solo dan Semarang yang melibatkan ratusan peserta dan disambut antusias masyarakat setempat.
Parade Nusantara juga menggelar fashion show kebaya funky, kebaya karya desainer muda Lenny Agustin, fashion show presenter sejumlah televisi dan kebaya sporty yang diperagakan oleh Indonesia Basket Ball. Selain itu komunitas yang hadir juga akan memberi dukungan secara tertulis kepada Timnas Pengajuan Penetapan Hari Kebaya Nasional menuju UNESCO.
Secara sistematis, tahap pendaftaran kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO menurut Direktur Perlindungan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Irini Dewi Wanti, dimulai dengan pembentukan tim teknis penyusun nominasi kebaya. Tim ini akan menjembatani pemerintah Indonesia dan pihak-pihak lain, baik di dalam maupun luar negeri, untuk secara bersama menyusun naskah nominasi.
Selanjutnya, rancangan naskah nominasi akan dikonsultasikan dengan komunitas pewaris kebaya melalui diskusi kelompok terpimpin untuk meminta persetujuan atas isi naskah nominasi. Setelah tahapan-tahapan ini selesai, rancangan naskah nominasi akan dikirimkan ke Sekretariat ICH UNESCO di Paris, Prancis.
Advertisement
Libatkan Masyarakat
Menyikapi pengajuan kebaya tersebut, Etti RS, Wakil Ketua Yayasan Kebudayaan Rancagé, salah satu anggota Koalisi Tradisikebaya.id, berpandangan bahwa pengajuan warisan budaya melalui jalur Multi Nation memungkinkan penolakan dari masyarakat Indonesia. Sekalipun pengajuan ke UNESCO merupakan otoritas pemerintah, tetapi sebaiknya melalui proses penjajakan yang melibatkan segenap masyarakat. Hal ini karena setiap negara memiliki kekhasan budaya yang dilatari oleh pola kehidupan masyarakat setempat.
"Pengajuan kebaya ke UNESCO oleh beberapa negara dapat membiaskan riwayat budaya, dari mana sesungguhnya asal mula busana tersebut? Selain itu, apabila diakui oleh banyak negara, mungkin saja kebaya tidak lagi menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia, bukan lagi bagian dari jati diri bangsa. Karena itu, saya kira akan banyak komunitas yang menolak wacana ini," ucap Etti.
Etti mengungkapkan bahwa jika wacana ini dilanjutkan, dapat berdampak pada warisan budaya lainnya. Bayangkan jika satu per satu budaya milik kita dicicil untuk didaftarkan dengan negara lain sebagai “milik bersama”. Kelak, anak-cucu kita akan benar-benar kehilangan akar. Mereka bahkan tidak tahu lagi yang mana budaya asli nenek-moyangnya dan mana budaya dari bangsa lain. Semuanya akan berbaur dan akhirnya identitas bangsa tak hanya memudar, tetapi hilang.
"Sejak beberapa waktu lalu, kita sering didera masalah jati diri. Misalnya, klaim sebagian wilayah tanah air oleh negara lain, bahasa Indonesia yang didesak bahasa asing, lebih mencintai produk luar negeri daripada produk bangsa sendiri, dan sebagainya. Demikian pula dalam bidang budaya. Bangsa kita nyaris tak berdaya mempertahankan apa yang diwariskan para leluhur, sehingga banyak warisan yang lenyap, dibiarkan tenggelam, atau bahkan diakui oleh bangsa lain. Kita harus menjaga identitas tersebut. Sebab jika identitas kita sudah hilang, maka bisa hilang segalanya," kata Etti.