Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Jokowi-Maruf tengah mempertimbangkan untuk menaikkan harga BBM jenis Pertamax. Alasannya, harga yang dijual Pertamina saat ini memiliki selisih yang tinggi dibanding harga keekonomian.
Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad menilai kenaikan harga BBM Pertamax harus dilakukan pemerintah secara bertahap. Besaran kenaikan harganya pun harus dibatasi.
Advertisement
"Harga Pertamax ini kan ikut harg market, kalau mau dinaikkan ini harus bertahap. Tidak boleh langsung dan tinggi," kata Tauhid saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Minggu (14/8/2022).
Memang kata Tauhid, kenaikan harga Pertamax sudah harus dilakukan. Mengingat selama ini masyarakat kelas menengah atas sudah lama menikmati subsidi BBM.
Hal ini tercermin dari harga Pertamax yang masih dijual sekitar Rp 12.000. Padahal nilai keekonomiannya sudah mencapai Rp 17.000. Artinya selisih Rp 5.000 tersebut selama ini sudah ditanggung pemerintah dalam bentuk kompensasi.
"Kelas menengah ini siap karna mereka selama ini kan sudah menikmati subsidi. Buat mereka ini fair karena mereka punya kendaraan roda empat," kata dia.
Sesuaikan Bertahap
Hanya saja, kenaikan harga BBM ini akan memberatkan masyarakat kelas bawah. Makanya, Tauhid menyarankan agar pemerintah menyesuaikan harga BBM secara bertahap.
Tak hanya BBM jenis Pertamax, strategi yang sama juga harus digunakan pemerintah jika ingin melakukan penyesuaian harga komoditas energi yang lain. Semisal Pertamax Turbo, Pertamax Dex hingga Pertalite atau Solar bersubsidi.
"Kenaikannya ini tidak boleh bareng antara Solar dan Pertalite, atau komoditi non subsidi lainnya," kata Tauhid.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Inflasi Naik
Alasannya, kenaikan harga BBM yang bersamaan bisa menimbulkan berbagai dampak di masyarakat. Salah satunya kenaikan inflasi di dalam negeri, setelah selama ini terus ditahan pemerintah.
"Tapi dilihat lagi daya beli masyarakatnya, sebab ini bisa menimbulkan kenaikan inflasi," pungkasnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com