Sains Buktikan Posisi Seks Ini Bantu Wanita Mudah Capai Orgasme

Para peneliti di klinik ginekologi swasta New H Medical di New York menemukan bahwa posisi seks tertentu terbukti dapat membantu wanita meraih orgasme.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 14 Agu 2022, 23:05 WIB
Orgasme/copyright: unsplash/sarah diniz ouitero

Liputan6.com, Jakarta - Dibandingkan pria, umumnya wanita memerlukan waktu relatif lebih lama untuk mencapai puncak kenikmatan bercinta atau orgasme. Bahkan, ada pula wanita yang kesulitan meraih orgasme ketika berhubungan seksual. Penyebabnya beragam, diantaranya faktor usia, kondisi medis, masalah komunikasi, hingga rasa kurang percaya diri.

Meski demikian, para peneliti di klinik ginekologi swasta New H Medical di New York menemukan bahwa posisi seks tertentu terbukti dapat membantu wanita meraih orgasme. Posisi yang dimaksud yakni posisi misionaris, pria berada di atas wanita dan dengan bantal sebagai penyangga pinggul. Posisi seks tersebut diketahui memungkinan aliran darah ke klitoris lebih lancar sehingga wanita dapat orgasme.

Sejumlah peneliti melakukan riset terhadap beberapa posisi seks dan kaitannya dengan orgasme wanita. Dalam peneltian ini, dokter menggunakan pemindai ultrasound untuk mengukur aliran darah pada pasangan uji saat mereka melakukan hubungan intim dalam lima posisi masing-masing selama 10 menit.

Diantara kelima posisi tersebut, termasuk posisi woman on top yang dilakukan dengan saling berhadapan, posisi lotus, misionaris dengan dan tanpa bantal, serta doggy style. Menurut hasil pemindaian, posisi tatap muka umumnya meningkatkan aliran darah klitoris, yang mengarah ke orgasme yang lebih baik.

"Posisi berlutut atau dari belakang menghasilkan paling sedikit kontak klitoris langsung, dan menghasilkan peningkatan aliran darah yang dapat diabaikan dibandingkan dengan posisi tatap muka," tulis para peneliti, New York Post mengutip Daily Mail

 


Bantal Kunci Kenikmatan

Bantal adalah kunci untuk kenikmatan maksimal saat mereka mencapai penetrasi yang lebih dalam.

"Bantal yang dipasarkan untuk tujuan ini, sering disebut sebagai 'bantal seks', atau 'bantal posisi' biasanya keras dan berbentuk baji, memberikan angulasi panggul yang lebih tepat dan konsisten daripada bantal tidur konvensional," jelas mereka.

Namun, mereka mencatat bahwa hasil di antara wanita dapat bervariasi karena mereka tidak mengalami tingkat stimulasi yang sama di setiap posisi seks, karena "kekuatan dorong" pria sendiri yang tidak dapat diprediksi atau tidak konsisten. Namun, mereka berharap temuan ini akan membantu menginformasikan dokter dan pasien mereka dengan disfungsi seksual.

“Kesulitan mencapai orgasme yang penyebabnya multifaktorial, merupakan salah satu komponen disfungsi seksual,” para peneliti menyimpulkan. "Dokter dapat menggunakan temuan ini untuk menasihati pasien tentang posisi koitus mana yang dapat membantu mereka mencapai klimaks."


Penelitian Jenis Orgasme

Penelitian terbaru terkait orgasme wanita, profesor ilmu saraf di Charles University Praha, Dr James Pfaus membuat penelitian terhadap 54 wanita.

Para partisipan wanita itu diminta untuk bermasturbasi hingga merasakan klimaks menggunakan sebuah vibrator yang terhubung dengan Bluetooth.

Vibrator itu dirancang dengan dua sensor di sisi untuk mendeteksi kekuatan kontraksi dasar panggul yang menginduksi orgasme luar biasa.

Dari data yang dikumpulkan, Dr Pfaus dan rekan-rekannya kemudian menganalisis dan menemukan bahwa otot-otot tersebut bergerak dengan tiga cara berbeda, tergantung pada tiap-tiap wanita. Dengan demikian, studi menunjukkan wanita orgasme dalam tiga cara berbeda.

 


3 Jenis Orgasme

Jenis orgasme yang paling umum disebut "gelombang", di mana wanita mencapai klimaks melalui gelombang ketegangan dan pelepasan melalui otot-otot dasar panggul.

Jenis orgasme kedua dijuluki "longsoran salju." Wanita yang mengalami orgasme jenis ini biasanya memiliki ketegangan yang lebih tinggi pada dasar panggul mereka yang tiba-tiba turun saat mereka merasakan orgasme.

Sementara itu, Pfaus menyebut jenis orgasme ketiga sebagai "gunung berapi," karena melihat dasar panggul tetap stabil pada ketegangan yang lebih rendah sebelum tiba-tiba "meledak" saat klimaks.

Dilansir New York Post, studi yang dilakukan Dr Pfaus ini telah dimuat Journal of Sexual Medicine edisi Agustus 2022. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya