Waspada, Panasnya Hubungan China dan Taiwan Bisa Ganggu Ekspor Indonesia

Ketegangan antara China dan Taiwan berpotensi menganggu suplai ekspor Indonesia ke pasar internasional.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 15 Agu 2022, 16:30 WIB
Angkatan Laut Taiwan meluncurkan rudal Standar buatan AS dari fregat selama Latihan Han Kuang tahunan, di laut dekat pelabuhan angkatan laut Suao di daerah Yilan, Taiwan, Selasa (26/7/2002). (AFP Photo/Sam Yeh)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia masih menikmati windfall profit dari kenaikan harga komoditas di pasar internasional. Terbukti dari surplus neraca perdagangan yang berlangsung selama 27 bulan beruntun, buah nilai ekspor lebih tinggi dari impor.

Namun, ketegangan antara China dan Taiwan berpotensi menganggu suplai ekspor Indonesia ke pasar internasional. Terlebih kedua negara tersebut memegang porsi sebagai pasar ekspor yang tidak sedikit.

"Terkait kondisi geopolitik global juga dihadapkan memanasnya situasi politik China dan Taiwan. Perkembangan ini perlu diwaspadai, karena keduanya penting dalam perdagangan internasional Indonesia," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto, Senin (15/8/2022).

Setianto memaparkan, China merupakan negara dengan share ekspor terbesar Indonesia, yakni mencapai 20,77 persen. Sementara Taiwan berada di posisi ke-7, dengan pangsa ekspor 3,68 persen.

Tak hanya sebagai negara tujuan ekspor, kedua negara juga diketahui sebagai eksportir utama untuk komponen elektronik dunia.

"China merupakan eksportir untuk kelompok integrated circuit terbesar kedua dunia. Kemudian juga China merupakan eksportir komputer terbesar pertama dunia. Termasuk office machine park, ini juga Tiongkok merupakan eksportir terbesar," sebut Setianto.

"Untuk Taiwan, ini negara juga merupakan eksportir integrated circuit terbesar pertama di dunia. Kemudian juga merupakan eksportir office machine park, termasuk terbesar keempat di dunia," bebernya.

Oleh karenanya, ia menganggap konflik China-Taiwan akan sangat mengganggu perdagangan internasional. Terlebih beberapa negara besar seperti Amerika Serikat (AS) pun terlibat di dalamnya.

"Jadi terkait dengan catatan geopolitik ini, ini menjadi sangat strategis bagi perdagangan internasional Indonesia," kata Setianto.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Neraca Perdagangan Surplus 27 Bulan Berturut-turut

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (14/4/2022). Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan neraca perdagangan Indonesia akan mencatat surplus sebesar US$2,89 miliar pada Maret 2022. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Indonesia kembali mencatat surplus neraca perdagangan pada Juli 2022, memperpanjang rekor selama 27 bulan berturut-turut. Kali ini, neraca perdagangan surplus sekitar USD 4,22 miliar.

Capaian ini diperoleh lantaran angka ekspor per Juli 2022 yang sebesar USD 25,57 miliar masih lebih tinggi dibanding nilai impor pada bulan yang sama, sebesar USD 21,35 miliar.

Kendati demikian, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai impor tersebut mengalami kenaikan sekitar 1,64 persen secara bulanan atau month to month (mtm) dibanding Juni 2022, yang sebesar USD 21 miliar.

"Secara year on year (YoY), angka impor Juli 2022 melonjak 39,86 persen dibanding Juli 2021 yang sebesar USD 15,26 miliar," terang Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto, Senin (15/8/2022).

Di sisi lain, nilai ekspor Indonesia secara bulanan pada Juli 2022 juga terpangkas sebesar 2,20 persen, dari sebelumnya USD 26,15 miliar per Juni 2022 menjadi USD 25,57 miliar pada Juli 2022.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Volume Ekspor Migas

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (14/4/2022). Neraca perdagangan Indonesia diproyeksi masih akan mencatatkan surplus yang tinggi pada Maret 2022. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Setianto menjelaskan, penurunan angka ini terjadi akibat harga dan volume ekspor migas yang terpangkas pada Juli 2022 silam.

"Untuk penurunan ekspor migas lebih dikarenakan oleh nilai minyak mentah yang turun 60,06 persen, dan volume turun 60,82 persen," ungkap dia.

Tak hanya komoditas migas, ekspor barang non migas yang melemah juga turut memberikan andil terhadap nilai ekspor Juli 2022 yang mengecil.

"Jadi kalau dilihat di grafik, perkembangan mtm dan YoY terkait ekspor kita memang lebih dikarenakan oleh secara persentase turunnya komoditas untuk migas yang turun minus 11,24 persen. Sementara non migas turun 1,64 persen," bebernya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya