Liputan6.com, Tehran - Pemerintah Iran telah membantah terlibat dalam insiden serangan terhadap novelis Salman Rushdie, penulis novel Ayat-Ayat Setan. Iran menjadi sorotan sebab Ayatollah Khomeini pernah memberikan fatwa hukuman mati ke Rushdie ketika novel itu terbit sekitar 30 tahun yang lalu.
Pelaku penusukan adalah Hadi Matar yang merupakan warga AS. Ia pun belum lahir ketika fatwa itu keluar dan usianya masih 24 tahun sehingga masuk kategori Generasi Z.
Baca Juga
Advertisement
Dilaporkan BBC, Senin (15/8/2022), juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran secara tegas membantah negaranya terlibat dalam insiden upaya pembunuhan yang terjadi di New York pada pekan lalu tersebut.
Pihak Hadi Matar dijerat pasal pembunuhan tingkat dua, yakni berniat membunuh tanpa rencana. Pelaku menganggap dirinya tidak bersalah atas pasal tersebut.
Kondisi Salman Rushdie sudah dilaporkan membaik. Ia sudah bisa melepas ventilator dan berkomunikasi.
Salman Rushdie memperoleh banyak dukungan dari para pemimpin dunia, termasuk Presiden AS Joe Biden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Namun, novelis kelahiran Bombay ini tidak mendapat dukungan yang vokal dari pemerintahan India usai insiden terjadi.
Novel Ayat-Ayat Setan telah dicekal di India. Penerbitannya di AS juga sempat mengalami kesulitan, hingga kemudian novelnya diterbitkan oleh kumpulan rahasia para penerbit: The Consortium.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pembelaan Emmanuel Macron
Presiden Prancis Emmanuel Macron memberikan dukungan moril kepada novelis Salman Rushdie yang dirawat di rumah sakit. Penulis Ayat-Ayat Setan itu ditusuk ketika mengisi acara di New York.
Salman Rushdie disebut sebagai korban dari serangan pengecut dan kebencian.
"Selama 33 tahun, Salman Rushnie menunjukkan kebebasan dan pertempuran melawan obskurantisme. Ia telah menjadi korban serangan pengecut oleh pasukan kebencian dan barbarisme," ujar Presiden Macron via Twitter, Minggu (14/8).
Lebih lanjut, Presiden Macron berkata perjuangan Salman Rushdie bersifat universitas.
"Pertempurannya adalah pertempuran kita, universal. Kita semua hari ini, lebih dari sebelumnya, berada di pihaknya," kata Macron.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berkata ia merasa "jijik" terhadap serangan terhadap Sir Salman Rushdie.
Salman Rushdie memang telah mendapat gelar ksatria pada 2007 atas jasanya di bidang sastra.
"Merasa jijik mengetahui bahwa Sir Salman Rushdie telah ditusuk ketika melakukan sebuah hak yang kita tidak boleh berhenti pertahankan," ujar PM Boris Johnson. "Kita semua berharap ia baik-baik saja."
Gubernur New York Kathy Hochul turut memberikan kecaman terhadap aksi pelaku penyerangan Salman Rushdie. Hochul menegaskan bahwa rakyat New York tidak akan gentar.
"Kita tidak gentar dalam komitmen kita untuk memastikan kita menyorot hal tersebut, kita mengecam apa yang terjadi, kita mengecam segala kekerasan, dan kita ingin orang-orang merasa aman dalam bicara dan menulis kebenaran. Dan saya akan lanjut melindungi hal itu setiap hari sebagai Gubernur anda," ujar Gubernur New York dalam pernyataan resminya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Best Seller
Usai insiden penusukan, novel The Satanic Verses karya Salman Rushdie kembali masuk jajaran buku best seller di Amazon.com setelah penulisnya ditikam. Pada Minggu (14/8), Ayat-Ayat Setan berada di nomor 11 di daftar buku laris pada situs tersebut.
Di situs Amazon, ada tiga format Ayat-Ayat Setan yang tembus 20 besar daftar best seller di kategori Sastra dan Fiksi: audiobook, kindle, dan edisi soft cover.
Novel Ayat-Ayat Setan pertama kali terbit pada 1988. Di dunia sastra, novel ini meraih Whitbread Award, serta pernah masuk nominasi Booker Prize, namun kalah oleh novel Oscar and Lucinda.
Tema novel tersebut memicu kontroversi karena dianggap penistaan agama. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini mengumumkan hukuman mati kepada Salman Rushdie.
Penerbitan novel ini di Amerika Serikat dilakukan oleh penerbit rahasia yang menamakan diri mereka sebagai The Consortium. Menurut laporan The Washington Post pada 1992, Salman Rushdie sedang bersembunyi ketika proses penerbitan dilakukan.
Awalnya, penerbit Viking akan menerbitkan buku tersebut, namun batal karena kontroversi, kemudian The Consortium mengambil alih. Perwakilan The Consortium berkata keputusan menerbitkan Ayat-Ayat Setan mewakili prinsip industri.
Novel itu meraih penghargaan dan nominasi sastra. Akant tetapi, konten novel tersebut masih menuai kontroversi di komunitas Muslim.
Karya-Karya Lain
Terlepas dari ancaman pembunuhan, Rushdie terus menulis. Ia salah satunya memproduksi Imaginary Homelands (1991), kumpulan esai dan kritik. Ia bahkan menulis novel anak-anak, Haroun and the Sea of Stories (1990).
Juga, kumpulan cerpen East, West (1994); dan novel The Moor's Last Sigh (1995). Pada 1998, setelah hampir satu dekade, pemerintah Iran mengumum bahwa mereka tidak akan lagi memaksakan fatwanya terhadap Rushdie.
Ia pun menceritakan pengalamannya dalam memoar orang ketiga Joseph Anton (2012), judulnya mengacu pada alias yang ia adopsi dalam pengasingan. Setelah kembali ke kehidupan publik, Rushdie menerbitkan novel The Ground Beneath Her Feet (1999) dan Fury (2001).
Novelis kelahiran India, Rushdie melambungkan ketenaran dengan Midnight's Children pada tahun 1981, yang kemudian terjual lebih dari satu juta kopi di Inggris saja.Tapi buku keempatnya, pada tahun 1988 - The Satanic Verses - memaksanya bersembunyi selama sembilan tahun.Novel surealis post-modern memicu kemarahan di antara beberapa Muslim, yang menganggap isinya menghujat, dan dilarang di beberapa negara.
Advertisement