Liputan6.com, Kent - Warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai pemetik buah di daerah Kent, Inggris, dilaporkan terjebak utang hingga puluhan juta rupiah. Mereka dimintai uang oleh para broker, meski majikan mereka di Inggris tidak mengetahui hal tersebut.
Berdasaran investigasi The Guardian, Senin (15/8/2022), para tenaga kerja itu memetik buah beri di pertanian Clock House. Pertanian itu menyalurkan buah ke supermarket besar seperti Marks & Spencer hingga Sainsbury’s.
Baca Juga
Advertisement
Bukannya bekerja dengan untung, WNI itu malah harus membayar duit ke broker. Akibatnya, mereka jadi terjerat utang. Padahal, Inggris punya aturan hukum yang melarang meminta uang ke pekerja karena mencarikan pekerjaan. Para pegawai dari Indonesia didatangkan untuk mengganti pekerja dari Ukraina dan Rusia.
Utang-utang itu berasal dari biaya penerbangan, visa, les bahasa yang tidak diwajibkan, hingga jutaan rupiah untuk akomodasi di Jakarta saat menantikan visa. Utang harus dibayar hingga 800 poundsterling per bulan.
Penyaluran pekerja ini dilakukan oleh AG Recruitment dari Inggris. AG lantas minta bantuan ke Al Zubara Manpower. Namun, Al Zubara juga meminta bantuan pihak ketiga (broker) untuk mencari tenaga kerja.
The Guardian melihat bukti utang sejumlah 4.400 hingga 5.000 poundsterling kepada WNI. Nominal itu setara Rp 78 juta hingga 89 juta. Uang itu ditagih oleh para broker yang merekrut pekerja di Bali. Para broker itu yang menyalurkan pegawai ke Al Zubara.
Namun, The Guardian menyebut bahwa Al Zubara juga menagih 2.500 poundsterling (Rp 44 juta) kepada pekerja yang tidak melalui broker. Biaya itu termasuk biaya pelatihan dan visa.
Pakar hak migran berkata situasi jeratan utang itu malah membuat situasi mirip kerja paksa. AG berkata Kementerian Ketenagakerjaan RI menyebut Al Zubara bekerja secara legal. Meski demikian, otoritas tenaga kerja di Inggris menginvestigasi kasus ini.
1 poundsterling: Rp 17.816
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kebingungan
Pihak-pihak yang terlibat pun tampak kebingungan atas kasus ini. Clock House mengaku "sangat prihatin" dan berkata tidak akan mau membuat perjanjian dengan pihak terkait apabila mengetahui hal tersebut.
Clock House merekrut pekerja musiman untuk memetik buah seperti rasberi, stroberi, beri hitam (blackberry), dan plum.
Sementara, pihak AG mengaku tidak punya pengalaman merekrut dari Indonesia, sehingga meminta tolong Al Zubara Manpower. Managin director Douglas Amesz berkata tidak tahu bahwa para broker meminta uang ke para pegawai.
Seorang agen freelance yang mengurus rekrutmen Al Zubara di Bali mengakui bahwa banyak broker yang tidak mengikuti aturan. Ia juga mengakui ada broker yang meminta uang dari para pekerja, meski jumlahnya beda-beda.
Upah dari Clock House adalah 10 poundsterling per jam. Satu bulan, para pekerja bisa mendapat sekitar 2.000 poundsterling (Rp 35,6 juta).
Pihak AG pun berjanji akan kooperatif dengan Gangmasters and Labour Abuse Authority (GLAA) yang menginvestigasi kasus ini di Inggris.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Disetop 11 Tahun, RI Siap Kirim Lagi TKI ART ke Arab Saudi
Beralih ke Arab Saudi, pemerintah Indonesia dan Arab Saudi menyepakati Technical Arrangements, yang berfungsi sebagai pengaturan teknis pilot project Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) secara terbatas bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau biasa dikenal dengan TKI. Dalam kesepakatan ini, terdapat 6 jabatan yang dapat ditempati oleh PMI di Arab Saudi.
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengatakan sejatinya Technical Arrangements SPSK secara terbatas bagi TKI di Arab Saudi sudah ditandatangani sejak 11 Oktober 2018.
Namun karena adanya sejumlah kendala salah satunya pandemi COVID-19, Technical Arrangement SPSK ini telah habis masa berlakunya sebelum terimplementasi secara penuh.
"Oleh karena itu, Indonesia telah mengusulkan beberapa revisi atau perubahan ketentuan dalam naskah Technical Arrangements dan Lampirannya, utamanya ketentuan durasi masa berlaku dan area pelaksanaan kerja sama, serta naskah Lampiran Standar Perjanjian Kerja dan Indikator Kinerja Utama," kata Menaker Ida usai menyaksikan penandatanganan Joint Statement dan Record of Discussion One Channel System for limited Placement for Indonesian Migrant Workers in the Kingdom of Saudi Arabia, di Badung, Bali, Jumat (12/8).
Menaker menjelaskan, sesuai kesepakatan di dalam Technical Arrangement, terdapat 6 jabatan yang dapat ditempati oleh PMI yaitu Housekeeper, Babysitter, Family Cook, Elderly Caretaker, Family Driver, dan Child Care. Sementara area penempatan akan dilaksanakan di Mecca, Jeddah, Riyadh, Medina, Dammam, Dhahran, dan Khobar.
Penempatan Melalui SPSK
Menaker menilai, penempatan melalui SPSK akan lebih mudah dan aman bagi PMI karena mengintegrasikan sistem informasi pasar kerja kedua negara, yaitu SIAP KERJA (Indonesia) dan MUSANED (sistem informasi pasar kerja Arab Saudi).
"Berkenaan dengan kesiapan sistem IT, Pemerintah Arab Saudi telah melakukan pengembangan/pembaruan pada sistem MUSANED dan Pihak Indonesia harus melakukan penyesuaian agar titik-titik integrasi antara MUSANED dengan SIAP KERJA dapat diakses," jelasnya.
Disamping mengintegrasikan sistem informasi pasar kerja, kedua negara juga menyepakati pembentukan Joint Task Force (Satuan Tugas Gabungan) yang terdiri dari pejabat terkait dari kedua Pemerintah.
"Joint Task Force ini akan mengevaluasi, memantau, dan membahas segala hal yang timbul dari pelaksanaan pilot project. Mereka akan bertemu setiap tiga bulan dan/atau berkomunikasi setiap saat jika dianggap perlu," tutupnya.
Seperti diketahui, Indonesia telah melakukan morarotium atau penghentian pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Timur Tengah termasuk ke Arab Saudi sejak 1 Agustus 2011.
Advertisement