Liputan6.com, Jakarta - Kemerdekaan bangsa Indonesia kini telah mencapai usia yang ke-77 tahun. Kemerdekaan yang diraih dari perjuangan para pahlawan untuk seluruh bangsa Indonesia baik laki-laki maupun perempuan. Hari ini bagaimana perempuan di Indonesia, sudahkah benar-benar merasakan hikmat kemerdekaanya yang sejati? Lalu bagaimana Islam sebagai agama mayoritas bangsa Indonesia memberi dukungan moril bagi kemerdekaan perempuan? Karena Kemerdekaan sejatinya adalah hak setiap manusia dan merupakan genuine value ajaran Islam. Tidak ada pembenaran atas semua bentuk penindasan dan penjajahan, baik atas nama agama, ras, suku, golongan maupun jenis kelamin.
Problem Kemanusiaan Perempuan Yang Belum usai.
Advertisement
Kemerdekaan bangsa ini telah beranjak di usia yang tidak lagi muda, tetapi kemajuan yang dialami bangsa ini belum sepenuhnya beriringan dengan tegaknya perlindungan terhadap perempuan. Meski keterwakilan perempuan dalam legislatif pada pemilu 2019 menunjukkan trend peningkatan yaitu mencapai 20,8% dari kuota keterwakilan perempuan, tetapi keadaan perempuan secara menyeluruh belum sepenuhnya menunjukkan perbaikan.
Menurut data dalam laporan Global Gender Gap Report 2022 yang dirilis World Economic Forum (WEF) tingkat kesetaraan gender di Indonesia masih rendah yaitu Indonesia mendapatkan skor 0,697, menjadikannya berada di peringkat ke-92 dari 146 negara yang disurvei. Hal ini menunjukan perempuan dalam banyak hal seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi hingga politik masih banyak tertinggal dibandingkan laki-laki. Keadaan ini terus memburuk seiring meledaknya wabah corona yang melanda Indonesia.
Dalam persoalan yang lebih spesifik pengalaman perempuan, data-data menunjukkan keadaan perempuan masih memprihatinkan. Kekerasan terhadap perempuan misalnya menurut data Komisi nasional Perempuan (Komnas Perempuan) terjadi kenaikan kekerasan berbasis gender (KGB) sebanyak 50% di tahun 2021 dari tahun sebelumnya yaitu yaitu 338.496 kasus pada 2021 (dari 226.062 kasus pada 2020), yang kecenderungan peningkatan ini masih terjadi di tahun 2022.
Pernikahan anak usia dini pada perempuan jauh lebih tinggi di banding pada anak laki-laki dengan perbandingan 1 banding 10 pada pernikahan dini anak perempuan dibandingkan dengan 1 banding 100 pada tingkat perbandingan angka pernikahan dini pada anak laki-laki. Indonesia pada tahun 2018 juga tercatat sebagai negara kedua se ASEAN memiliki angka pernikahan anak tertinggi.
Keadaan yang melingkupi perempuan di atas tidak bisa dilepaskan dari masih kuatnya budaya patriarkhi yang mengakar dalam masyarakat hingga mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Budaya patriarkhi ini menjadikan semua ukuran nilai dan norma sosial diukur dengan cara pandang laki-laki dan menempatkan perempuan sebagai objek. Konstruksi sosial dalam masyarakat patriarkhi menganggap pria lebih unggul daripada wanita, di mana peran laki-laki sebagai otoritas utama, menjadi pusat organisasi sosial, dan di mana laki-laki memegang otoritas atas perempuan, anak-anak, dan properti.
Islam dan Nilai Kemerdekaan Universal
Islam adalah agama universal yang membawa misi menjadi rahmatan lil ‘alamiin. Sebagai rahmat, islam mempunyai tujuan mulia membawa kebaikan dan kemaslahatan seluruh alam, khususnya bagi manusia tanpa memandang suku, ras, agama termasuk gender. Islam adalah agama tauhid yang menolak semua tuhan-tuhan lain selain Allah. Ajaran keesaan tuhan termaktub dalam deklarasi tauhid laa ilaaha illallah, mermuat ajaran dasar bahwa semua manusia sesungguhnya sama semata di hadapan tuhan, tidak ada yang berhak menguasai apalagi menjajah dan menindas, karena seluruh penghambaan muaranya adalah Allah.
Asghar Ali Enginer, seorang intelektual muslim India menyebut Islam sebagai agama pembebasan dan deklarasi tauhid adalah pernyataan radikal yang memberikan konsekuensi besar bagi tatanan kemanusiaan dunia.Intelektual muslim Pakistan, Asma Barlas menyebutkan al-Qur’an sebagai dokumen suci ajaran tauhid, diturunkan untuk membimbing manusia kepada jalan pembebasan (baca:kemerdekaan).
Menurutnya, al-Qur’an adalah kitab suci yang mengusung nilai egalitarianisme. Kesalahan dalam membaca al-Qur’an dan menempatkan al-Qur’an sebagai wahyu dan sebagai teks yang menyejarah telah memunculkan tafsir atas wahyu yang timpang dan bias gender yang mengistimewakan laki-laki dan menempatkan perempuan sebagai “diri yang lain” yang berbeda, tidak setara dan lebih rendah.
Di sinilah diperlukan pembacaan yang benar atas al-Qur’an (Islam), sebagai agama yang menjunjung tinggi kemerdekaan individu. Islam sangat menghargai kemerdekaan individu dan melindungi hak-hak tiap individu. Islam adalah agama allah yang diturunkan untuk kemaslahatan manusia. Tujuan Islam ini dirumuskan dalam maqashid syariah yang menjadi pranata perlindungan hak-hak dasar manusia, yang dirumuskan oleh Imam Asyatibi, ulama ahli fikih, dalam af’alul khomsah, yaitu perlindungan Jiwa atau hak hidup (hifd nafs), perlindungan agama atau Hak beragama (hifd ad-Din), perlindungan akal atau hak kebebasan berfikir (Hifd al-‘Aql), perlindungan kehormatan/keturunan (Hifd al-‘Ird auw al-Nasl), serta memelihara harta atau hak ekonomi (Hifd al-Mal).
Asas dasar kemerdekaan individu secara teologis berakar dari penciptaan manusia sebagai hamba (‘abdun) Tuhan yang dikirim ke dunia menjadi wakil Tuhan untuk menyelenggarakan kehidupan di dunia dengan nilai-nilai Ilahiyyah (khalifatullah fil’ard). Dalam tugas mulia ini, semua manusia diciptakan sama, setara di hadapan Tuhan, penilaian strata keunggulan manusia justru pada bagaimana manusia menjalankan misi kemanusiaanya dengan jalan ketakwaan (Q.S.al-Hujarat:13).
Islam menegaskan bahwa misi manusia di bumi adalah membangun keseimbangan, keadilan dan kemaslahatan, membawa kebaikan dan mencegah kemunkaran (QS.at-Taubah:71). Dalam tugas ini tuhan pencipta seluruh alam tidak membedakan jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan (Q.S.Ali Imran:195).
Inilah dasar-dasar asas kemerdekaan manusia yang dijunjung tinggi dalam islam inilah yang menginspirasi para pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia tujuh puluh enam tahun lalu untuk lepas dari ketertindasan dan penjajahan bangsa lain. Nilai-nilai kemerdekaan yang universal yang di bawa Islam tidak memiliki batas waktu dan terus menjadi misi sejarah kemanusiaan manusia.
Jika perempuan sebagai manusia, masih berada dalam kultur dan struktur yang menindas, mendiskriminasi, mengeksploitasi, men-sub-ordinasi dan menjadikannya objek kekerasan, maka pekik perjuangan kemerdekaan selayaknya terus diderukan.
Bukan hanya oleh mereka yang berjenis kelamin perempuan, tetapi mereka, siapapun yang mencintai keadilan, yang jiwanya terpanggil oleh seruan al-Qur’an :”Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, adalah saling tolong menolong satu kepada yang lainya dalam menerukan kebaikan dan mencegah kejahatan…”(Q.S.Ali Imran:71).
Panggilan ini adalah panggilan tauhid, panggilan kepada setiap orang yang beriman, menegakkan kalimahnya:laa ilaaha illallah, tiada tuhan selain Allah. Deklarasi sejati kemerdekaan. Selamat hari kemerdekaan.
Penulis: Umnia Labibah (Anggota MUI Kabupaten Banyumas (Divisi Perempuan Remaja dan Keluarga))