Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut ada 60 negara terancam bangkrut, lantaran dinilai tidak mampu dalam mengatasi persoalan krisis utang.
"Ada 60 negara vulnerable untuk menangani krisis utang dan refinancing dari pembiayaan. Jadi default bagi yang memiliki rasio utang tinggi jadi perhatian dunia," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers: Nota Keuangan & RUU APBN 2023, Selasa (16/8/2022).
Advertisement
Sri Mulyani menuturkan, diketahui bersama saat itu pandemi COVID-19 menyebabkan supply side atau production terdisrupsi, dalam hal ini begitu demand atau permintaan pulih dengan ada vaksin dan mobilitas namun sisi supplynya tidak bisa mengikuti secara sama, inilah yang menyebabkan terjadinya inflasi akibat pandemi.
Namun, pandemi COVID-19 belum sepenuhnya teratasi, muncul perang yang menyebabkan disrupsi sisi pangan dan energi yang menambah gejolak sisi produksi, sementara demand-nya sudah melonjak akibat stimulus baik fiskal atau moneter.
Sehingga, inflasi yang tidak menurun cepat dan respons kebijakan dari likuiditas dan mengerem dari fiskal membuat ekonomi melemah. Stagflasi dengan kombinasi resesi menjadi tantangan rumit pada 2022 dan 2023. itu konteksnya.
"Bagi mereka (negara) yang sekarang ini sudah memiliki rasio utang cukup tinggi menjadi perhatian dunia,” pungkas Sri Mulyani.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ekonomi 60 Negara Bakal Ambruk, Jokowi Minta Para Menteri Peka
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyebut ekonomi 60 negara di dunia dipekerjakan bakal ambruk. Bahkan ekonomi dari 40 negara diantaranya telah dipastikan merosot.
Dengan demikian, Jokowi meminta jajaran pembantunya di kementerian untuk bisa peka terhadap kondisi ini. Tujuannya, guna bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan dari ketidakpastian global.
"IMF menyampaikan bahwa akan ada kurang lebih 60 negara yang akan ambruk ekonominya, yang 40 diperkirakan pasti," kata Jokowi, dalam pembukaan Rakornaswasin BPKP, Selasa (14/6/2022).
Ia menyampaikan, dunia saat ini tengah mengalami ketidakpastian utamanya di sektor pangan dan energi. Sehingga, akan berdampak pada kondisi ekonomi di dalam negeri.
Buktinya, sejumlah komoditas pangan mengalami kenaikan. Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di sektor energi pun mengalami peningkatan yang sangat besar dibanding prediksi.
"Inilah ketidakpastian yang saya sampaikan dan kita semua harus punya kepekaan, harus punya sense of crisis semuanya. Kerja sekarang ini tak bisa hanya makronya, tidak, bisa mikronya, detailnya harus tahu," paparnya.
Guna mendukung hal itu, ia meminta Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh untuk melakukan pengawasan. Utamanya menyoroti detail.
"Inilah yang sering saya sampaikan ke Pak Ateh, pak Kepala BPKP, pak detail ini di cek pak. Untuk apa? Policy-nya (aturan kebijakan) jangan sampai keliru," tegasnya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Diminta Kirim Minyak Goreng
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengaku ditelepon perdana menteri salah satu negara untuk mengirim minyak goreng. Alasannya, guna mengantisipasi krisis. Jokowi mengisahkan pasokan minyak goreng di negara itu semakin menipis. Jika tak segera dipenuhi, akan menimbulkan krisis di negara tersebut.
"Dua hari yang lalu saya dapat telepon dari seorang perdana menteri, tidak usah saya sebutkan beliau meminta-minta betul, Presiden Jokowi tolong dalam sehari dua hari ini kirim yang namanya minyak goreng. Stok kami betul-betul sudah habis dan kalau barang ini tidak datang akan terjadi krisis sosial, krisis ekonomi yang berujung pada krisis politik," katanya dalam pembukaan Rakornaswasin BPKP, Selasa (14/6/2022).
"Dan ini sudah terjadi di negara yang namanya Sri Lanka," tambah Jokowi.
Kejadian ini, kata dia, mendasari adanya bayangan krisis yang dihadapi berbagai negara di dunia. Ia menekankan seluruh dunia sedang dihadapkan dengan ketidakpastian di berbagai aspek.
"Sering syaa sampaikan bahwa situasi saat ini adalah situasi yang tak mudah, situasi yang tak gampang karena ketidakpastian global, ancaman krisis pangan, ancaman krisis energi, ancaman kenaikan inflasi semua negara mengalami dan sampai saat ini, ini baru awal-awal," paparnya.
Jadi Peluang
Bersiap
Atas dasar itu, ia meminta para pembantunya di kabinet untuk menyiapkan berbagai kemungkinannya. Khususnya mengenai antisipasi terhadap krisis pangan dan krisis energi.
"Oleh sebab itu, kita semuanya betul-betul harus menyiapkan diri mengenai ini, pangan harus betul-betul disiapkan, energi dikalkulasi betul, katena separuh energi kita impor," kata dia.
Alasannya, dengan kondisi negara Indonesia yang cukup besar, maka kebutuhan atas pangan dan energi di dalam negeri sangat besar. Di sisi energi, kebutuhan itu melingkupi kebutuhan untuk kendaraan, industri hingga rumah tangga.
Jadi Peluang
Kendati begitu, Jokowi melihat di sisi pangan, bisa menjadikan peluang. Alasannya ada lahan-lahan yang dinilai kurang produktif.
"Tetapi ancaman krisis pangan ini juga bisa kita jadikan peluang karena lahan kita yang besar banyak yang brlum dimanfaatkan banyak yang belum produktif," katanya.
Hal ini yang kerap disampaikan Jokowi terkait pemanfaatan lahan. Ia berharap, dengan begitu, target ketahanan pangan di Indonesia bisa dicapai.
Advertisement