Liputan6.com, Jakarta - Tak hanya pencurian data, penipuan, dan perundungan, tindakan pelecehan seksual juga mengintai penguna internet di ranah digital.
Agar terhindar dari ancaman tersebut pengguna internet perlu memiliki kecakapan dan kemampuan dalam menjaga keamanan digital. Di sisi lain, diperlukan netiket sebagai norma berinteraksi dengan siapa pun di ruang digital.
Advertisement
Dosen Administrasi Publik di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Dwiyanto Indiahono, mengatakan berinteraksi di ranah digital membutuhkan netiket atau tata kerama di internet.
"Karena kita bertemu dengan orang dari berbagai latar belakang budaya, kita harus menentukan standar baru yang kita sepakati," kata Dwiyanto dalam webinar bertajuk 'Pelecehan Seksual di Ruang Digital: Kenali, Cegah, dan Laporkan' yang digelar Kemkominfo bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi di Pontianak, belum lama ini.
Ia menambahkan netiket berfungsi juga untuk memberikan batasan, sehingga kita bisa menghindari pelecehan seksual di ruang digital.
"Tipsnya antara lain jangan masuk komunitas negatif, jaga penampilan, hindari obrolan berbau porno, gunakan menu lapor di media sosial, dan beri tindakan tegas disertai bukti tangkapan layar atau capture," Dwiyanto memaparkan, dikutip Rabu (17/8/2022).
Terkait keamanan digital, Dosen Psikologi di Universitas Andalas, Rozi Sastra Purna menuturkan tingginya akses digital mempermudah kegiatan masyarakat sehari-hari, misalnya yang berkaitan dengan ekonomi dan transaksi.
Namun, di sisi lain ada hal-hal yang berpotensi buruk, misalnya penipuan dan pencurian akun. Oleh karena itu diperlukan pemahaman tentang keamanan digital, sehingga berkembangnya teknologi bukan malah menyusahkan, tapi memudahkan.
"Agar terhindar dari kekerasan seksual atau pelecehan seksual di ranah digital, maka kita harus membatasi interaksi daring, pikirkan sebelum posting, lindungi rahasia diri, jangan mudah tertipu orang yang baru dikenal, dan ciptakan pergaulan positif," kata Rozi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tantangan Budaya
Rozi menambahkan kita juga perlu mempelajari keamanan digital agar terhindar dari pelecehan seksual.
"Tips melindungi keamanan digital bagi anak yakni melindungi identitas digital anak, ketahui siapa lawan bicara anak, tunjukkan konten sesuai usianya, dan tanamkan nilai penting dalam bermedia sosial,” ia menjelaskan.
Husnul Hidayah selaku Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Pejuang RI menyampaikan perkembangan digital menimbulkan tantangan budaya seperti lunturnya wawasan kebangsaan, memudarnya kesopanan, tidak ada batasan privasi, dan pelanggaran hak cipta atau karya intelektual.
"Untuk menghadapi tantangan tersebut, kita perlu menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dan menghadirkannya di ruang digital," ujarnya.
Ia menjelaskan, cara mencegah potensi pelecehan seksual yaitu dengan tegas menolak, berikan solusi atau pengertian dan edukasi, serta jangan berikan respons ketika kita merasa tidak nyaman terhadap hal-hal berbau seksualitas.
“Speak up merupakan kunci utama untuk melawan pelecehan seksual,” Husnul memungkaskan.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Psikolog: Hindari Pelecehan Seksual di Dunia Digital
Senior Trainer dan Psikolog Sejiwa Hellen Citra Dewi mengingatkan bahaya kekerasan seksual atau perilaku merendahkan, menyerang, mengancam hingga memaksa seseorang terkait dengan seksual.
Hellen menerangkan, pelecehan seksual online adalah perilaku, ucapan, komentar, tulisan terkait seks yang tidak diinginkan oleh salah satu pihak. Di antaranya, komentar cabul, pengiriman konten seksual, komentar menghina bahkan merendahkan, menyebarkan konten yang dimiliki korban tanpa persetujuan.
"Kekerasan seksual memberikan dampak buruk yang luar biasa. Tidak ada yang 100 persen aman di dunia digital, peran kita adalah meminimalisir resikonya sekecil mungkin," ujar Hellen dalam diskusi Waspada Kejahatan Seksual di Ruang Digital, Senin (15/8/2022).
Pelecehan seksual di dunia digital, menurut Hellen, memiliki spektrum tingkah laku yang luas. Perhatian dan tingkah laku yang tidak diinginkan berupa komentar, ajakan, permintaan, hingga ancaman.
"Dan yang dialami di platform digital tersebut membuat seseorang merasa terancam, dieksploitasi, dipaksa, dipermalukan, didiskriminasi, dan dijadikan objek sasaran” kata Hellen dalam Webinar Literasi Digital #MakinCakapDigital2022.
Sedangkan Ketua Aspikom Wilayah NTT 2022-2025 Yermia Djefri Manafe menambahkan, ruang bermedia digital adalah ruang praktek berbudaya Pancasila yang merupakan nilai luhur berbangsa dan bernegara. Cinta produk dalam negeri juga merupakan bentuk penerapan nilai Pancasila dalam kehidupan bermedia digital.
"Waspada kejahatan seksual di ruang digital, jangan membagikan konten yang berbau aksi seksual di ruang digital, berani mengatakan tidak untuk ajakan seksual, berani melapor kepada pihak berwajib, mengantisipasi perilaku sendiri terkait tindakan seksual. Mari mengisi ruang digital," tutur Yermia.
Etika di Ruang Digital
Adapun Koordinator Mafindo Indria Trisni Puspita berujar, etika kehidupan tidak hanya diperlukan dalam kehidupan dan interaksi di dunia nyata. Kehidupan dan interaksi di ruang digital pun tetap harus menerapkan etika.
"Disebut dengan NETIKET atau network etiket atau etika berinteraksi dalam hal berjejaring sosial. Banyak efek negatif yang bisa terjadi akibat dampak dari internet antara lain: bullying, ujaran kebencian, dll. Hal seperti ini yang harus dihindari caranya dengan menerapkan netiket terutama dalam kaitannya dengan tindakan seksual di ruang digital," imbuh Indria.
Advertisement