Kisah Duo Sahabat Gus Dur dan AR Fachruddin Me-muhammadiyah-kan Jemaah NU

Selesai salat, Gus Dur bangkit dan berkata kepada para jemaah, “Baru kali ini ada sejarahnya warga NU di kandang NU di-Muhammadiyah-kan secara massal oleh seorang Muhammadiyah saja,” kata Gus Dur

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Agu 2022, 12:30 WIB
Pengunjung melihat lukisan dalam pameran seni rupa "Sang Maha Guru" karya pelukis Nabila Dewi Gayatri di Jakarta, Kamis (22/11). Lukisan Gus Dur dipadu dengan berbagai tokoh dan ragam dimensi. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Purwokerto - Organisasi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) didirikan oleh duo sohib kental, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari. Sepanjang perjalanannya, Muhammadiyah dan NU juga berhubungan sangat dekat dalam rangka amar makruf nahi munkar dan memajukan Indonesia.

Pemimpin kedua organisasi ini juga mengenal dan saling berkunjung. Salah satunya yakni Ketua Umum PP Muhammadiyah, Allahyarham Kiai Abdur Rozaq Fachruddin atau yang populer dipanggil Pak AR dan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Ketua Umum PBNU.

Mengutip Muhammadiyah.or.id, kisah ini terjadi saat Pak AR Fachruddin mengunjungi sahabatnya, Ketua Umum PBNU, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng pada bulan Ramadan.

Dalam kesempatan itu, Pak AR diamanahi mengisi khutbah tarawih sekaligus menjadi imam salat tarawih. Yang meminta adalah Gus Dur sendiri. Karena terus didesak, Pak AR pun izin kepada jemaah NU.

“Ini mau pakai tarawih NU atau Muhammadiyah?” tanya Pak AR kepada jamaah.

enNUUUUUUUU…..,” jawab ratusan jemaah NU kompak seolah-olah ingin menampilkan jati diri ke-NU-annya di depan tokoh Muhammadiyah.

Seperti biasa, Pak AR tersenyum. Beliau lalu berbalik badan dan dengan tenang mengimami ratusan jemaah NU dengan cara salat yang tuma'ninah, pelan, disertai bacaan surat Al-Qur'an yang panjang.

Dengan cara Muhammadiyah itu, maka durasinya salat tarawih 8 rakaat pun telah melampaui durasi salat tarawih ala NU. Tentu saja, seketika itu ratusan jamaah NU gelisah.

Setelah salam di rakaat kedelapan, Pak AR berhenti dan memutar badan menghadap jemaah salat. Beliau kembali bertanya kepada jamaah.

“Ini mau dilanjutkan tarawihnya cara NU yang 23 atau Muhammadiyah yang 11 rakaat?” kata Pak AR terkekeh.

Sama dengan kasus pertama, para jamaah yang gelisah itu otomatis tertawa dan menjawab,

“Tarawih Muhammadiyah saja..,” sahut riuh dengan tawa bahagia sekaligus masygul. Lantas Pak AR memimpin salat witir tiga rakaat.

Selesai salat, Gus Dur bangkit dan berkata kepada para jemaah, “Baru kali ini ada sejarahnya warga NU di kandang NU di-Muhammadiyah-kan secara massal oleh seorang Muhammadiyah saja,” kata Gus Dur.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Cerita Kocak Pak AR Salah Masuk ke Masjid NU

Peserta membaca brosur saat pameran LPDP Edufair di Jakarta, Selasa (31/1). LPDP Edufair 2017 digelar di Kemenkeu, Airlangga Convention Center, Universitas Airlangga Surabaya, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kisah kedua terjadi di Ponorogo. Pak AR yang seharusnya mengisi pengajian di Masjid At-Taqwa milik Muhammadiyah ternyata salah alamat dan masuk ke masjid berbeda, yakni Masjid At-Taqwa milik NU yang juga tengah mengadakan pengajian.

Di sana, ternyata Pak AR disambut penuh hormat oleh takmir masjid. Saat warga Muhammadiyah menyusul, beliau meminta waktu mengikuti acara di masjid NU itu sampai selesai. Takmir masjid bahkan memaksa Pak AR sekalian menjadi imam salat tarawih yang segera disanggupinya.

Sebelum memimpin salat, Pak AR bertanya kepada jamaah berapa rakaat. Jumlah 23 rakaat sesuai peribadatan NU pun disepakati. Akan tetapi, ternyata Pak AR mengimami salat tarawih dengan tumakninah, menikmati setiap rukun dan pembacaan ayat-ayat al-Quran secara tartil.

Setelah mencapai 8 rakaat dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan salat tarawih NU 23 rakaat, Pak AR membalikkan badan dan kembali bertanya kepada jamaah.

“Dos pundi bapak-bapak, diterusaken taraweh nopo langsung witir?” (Bagaimana bapak-bapak, diteruskan tarawih atau langsung witir?)

Sontak semua jamaah NU itu serempak menjawab, “Salat witir mawon.” (Salat witir saja). Jawab jamaah sambil tertawa masygul. Kisah pertama ini dipopulerkan ulang oleh aktivis Muhammadiyah Nurbani Yusuf pada tahun 2019.

Dua kisah ini meriwayatkan hubungan dekat antara Muhammadiyah dan NU. Sebagai dua organisasi pergerakan Islam yang lahir dari rahim nusantara, keduanya akan terus menjadi matahari dan bumi bagi pencerahan Islam yang berkemajuan.

Tim Rembulan

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya