Liputan6.com, Washington D.C - Amerika Serikat mengatakan Selasa (16/8) bahwa pihaknya sedang mengkaji tanggapan Iran terhadap proposal final yang ditengahi Uni Eropa tentang menghidupkan kembali perjanjian internasional 2015. Perjanjian itu dimaksudkan untuk membatasi program pengembangan nuklir Teheran.
Departemen Luar Negeri mengatakan telah menerima dokumen Iran dari Uni Eropa dan akan berbagi tanggapan AS dengan sekutu-sekutunya dari Eropa.
Kantor berita resmi IRNA di Teheran melaporkan Selasa bahwa negosiator Iran telah mengirimkan jawaban kepada Uni Eropa dan mengindikasikan mereka tetap tidak akan menerima proposal UE tersebut, meskipun ada peringatan bahwa jika Iran bersikap demikian maka tidak akan ada lagi negosiasi.
Baca Juga
Advertisement
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian sebelumnya dikutip oleh IRNA telah mengatakan bahwa “pihak Amerika telah secara lisan menerima dua tuntutan” yang dibuat oleh Teheran.
Seorang juru bicara diplomat tertinggi Uni Eropa, Josep Borrell, membenarkan bahwa Teheran telah menyampaikan tanggapannya dan mengatakan tanggapan itu sedang dipelajari.
Negara-negara utama yang berunding dengan Iran telah menunggu tanggapan Teheran terhadap draf akhir yang diajukan Borrell pekan lalu.
IRNA, dengan mengutip seorang diplomat Iran yang tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa “proposal Uni Eropa dapat diterima asalkan mereka memberikan jaminan kepada Iran pada berbagai poin yang berkaitan dengan sanksi dan perlindungan” serta masalah yang dikembangkan dengan Badan Energi Atom Internasional.
Inggris, China, Jerman, dan Rusia melanjutkan pembicaraan dengan Iran mengenai kesepakatan itu pada awal Agustus setelah jeda selama berbulan-bulan. Amerika Serikat telah berpartisipasi secara tidak langsung.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menlu Iran: Kesepakatan Nuklir Akan Tercapai Jika AS Realistis
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian pada hari Senin mendesak Amerika Serikat untuk menjadi "realistis" untuk membantu mencapai kesepakatan dalam pembicaraan Wina yang bertujuan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015, yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA).
Diplomat Iran mengatakan dalam sebuah tweet bahwa "tuntutan berlebihan" dari Amerika Serikat dapat menyebabkan jeda dalam negosiasi Wina karena Iran "tidak akan pernah menyerah" pada tuntutan tersebut.
Amir-Abdollahian juga menunjukkan bahwa "kesepakatan dapat dicapai jika Amerika Serikat realistis."
Sebelumnya pada hari itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh mengatakan bahwa Amerika Serikat harus bertanggung jawab atas penundaan pembicaraan di Wina.
Iran menandatangani JCPOA dengan kekuatan dunia pada Juli 2015. Namun, mantan Presiden AS Donald Trump menarik Amerika Serikat keluar dari perjanjian pada Mei 2018 dan menerapkan kembali sanksi sepihak terhadap Teheran, mendorong republik Islam itu untuk mengurangi beberapa komitmen nuklirnya di bawah kesepakatan sebagai pembalasan.
Sejak April 2021, delapan putaran pembicaraan telah diadakan di Wina antara Iran dan pihak-pihak JCPOA yang tersisa, yaitu China, Rusia, Inggris, Prancis, dan Jerman, untuk menghidupkan kembali kesepakatan itu.
Selama beberapa minggu terakhir, laporan dari Wina menunjukkan bahwa para perunding "dekat" dengan kesepakatan dengan beberapa masalah utama yang tersisa yang membutuhkan "keputusan politik" dari para pihak.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
AS Yakin Kesepakatan Nuklir dengan Iran Akan Tercapai
Washington mengatakan, pada Rabu (16/3), bahwa pihaknya “sudah hampir mencapai” kesepakatan dengan Iran untuk menghidupkan kembali perjanjian tahun 2015 yang memungkinkan negara-negara Barat melonggarkan sanksi terhadap Iran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklir Teheran.
Hal itu merupakan tanda kemajuan terbaru menyusul kebuntuan yang berkepanjangan yang selama ini terjadi.
Berhari-hari setelah Rusia memyampaikan tuntutan yang tampaknya akan membahayakan pembicaraan di Wina mengenai pemulihan perjanjian tersebut, Sinyal positif terlihat pada minggu ini yang menandakan bahwa kesepakatan nuklir akhirnya dapat tercapai.
Kesepakatan tersebut termasuk pembebasan dua warga negara Inggris keturunan Iran pada Rabu (16/3) setelah sebelumnya ditahan selama bertahun-tahun di Iran, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Jumat (18/3/2022).
Selain itu, beberapa masalah yang masih harus diselesaikan sebagai bagian dari menghidupkan kembali perjanjian tahun 2015 itu, kini telah menyempit menjadi hanya dua.
Upaya Negosiasi
Negosiasi dimulai pada April lalu antara Inggris, China, Prancis, Jerman, Iran dan Rusia, dengan Amerika Serikat yang menjadi pihak yang tidak langsung terlibat dalam negosiasi.
“Kami hampir mencapai kesepakatan, tapi kami belum sampai di sana,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price. “Kami pikir masalah yang tersisa dapat dijembatani,” tambahnya.
Berbicara kepada para wartawan, Price menolak untuk mengkonfirmasi klaim Teheran bahwa hanya ada dua masalah akhir yang harus diselesaikan, turun dari sebelumnya empat masalah, sebelum negara itu setuju untuk memulihkan Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) enam pihak yang bertujuan untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.
Advertisement