Berdayakan Penyandang Autisme Bertani Cabai, Pria Asal Malaysia Optimis Bisnisnya Bisa Berkembang

Dalam tiga bulan terakhir, Mohd Adli Yahya menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari, informasi tentang pertanian. Ia pun melatih penyandang autisme untuk menjalankan bisnisnya di bidang pertanian cabai.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 18 Agu 2022, 18:00 WIB
Ilustrasi petani cabai. Photo by Văn Long Bùi/pexels

Liputan6.com, Jakarta Pendiri Proyek Kafe Autisme, Mohd Adli melatih penyandang autisme untuk menjalankan bisnisnya di bidang pertanian cabai. 

“Saya tahu pertanian cabai akan sukses dengan orang dewasa muda dengan autisme. Saya berusaha bekerja sesuai kemampuan mereka dan saya yakin bertani cabai bisa mereka tangani,” kata Mohd Adli, dilansir The Star, Kamis (18/8/2022).

Dalam tiga bulan terakhir, Mohd Adli Yahya, memang menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari, informasi tentang pertanian. Ia tertarik pada pertanian vertikal dan memikirkan berbagai cara untuk membuatnya berkelanjutan bagi stafnya.

Anak kedua Mohd Adli, Muhammad Luqman Shariff, 23, didiagnosis dengan autisme fungsi rendah. Lima tahun lalu, ayah enam anak ini mendirikan ACP untuk melatih anak-anak autis agar mandiri dan bisa mendapatkan penghasilan.

Kafe di Da Men Mall Subang Jaya ini memiliki empat pemuda autisme termasuk anak Mohd Adli.

Berbagai macam perilaku dan gangguan dikaitkan dengan gangguan spektrum autisme (ASD). Autisme bukanlah penyakit yang bisa disembuhkan; itu adalah kondisi seumur hidup, dan mereka yang menderita autisme biasanya membutuhkan perawatan seumur hidup.

Anak-anak berkebutuhan khusus, bahkan yang berfungsi tinggi, bergantung pada orang lain untuk merawat dan menjaga mereka.

Seperti banyak orang tua dari anak autisme, Mohd Adli dan istrinya, Nozilan Mohamad, 57 tahun, khawatir tentang siapa yang akan merawat Muhammad Luqman ketika mereka tidak ada lagi. Mohd Adli ingin memastikan putra istimewanya dan pemuda autisme lainnya telah dilengkapi dengan keterampilan yang diperlukan.

“Sebagai orang tua, kami mencari situasi win-win yang dapat bermanfaat bagi anak-anak istimewa kami. Ini sangat penting terutama ketika kita sudah tua dan tidak mampu merawat mereka. Kita perlu mendapatkan pijakan yang kuat untuk anak-anak ini.”

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Pertanian cabai

 

Mohd Adli menganggap pertanian cabai adalah salah satu jalan ke depan.

“Cabai digunakan dalam banyak hidangan yang disajikan di kafe kami. Saya berencana untuk menjual sambal terasi, sambal cabai dan acar cabai yang dibuat dari cabai pertanian kami. Saya juga mencoba untuk bekerja sama dengan hypermarket untuk menjual produk segar kami,” jelas Mohd Adli.

Pada tahun 2016, beliau mengundurkan diri sebagai direktur eksekutif di Standard Chartered Foundation untuk mendirikan ACP. Istrinya juga melepaskan pekerjaannya sebagai teknisi di sebuah perusahaan telekomunikasi untuk mengelola restoran dan membekali pemuda autis dengan keterampilan.

 

 

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Kemampuan staf difabel berkembang

Mohd Adli percaya pada kemampuan dan potensi individu autisme, dan mengatakan stafnya adalah bukti bahwa mereka dapat berkembang. Tapi, tentu saja, itu melibatkan banyak pelatihan, dorongan, cinta, dan kesabaran.

“Lima tahun lalu, anak saya tidak bisa menangani tugas-tugas sederhana seperti merangkai gelang atau mengupas bawang. Dan melatih Muhammad Luqman tidaklah mudah. Tapi saya tidak punya pilihan lain, dan saya tidak bisa menyerah. Jika bukan saya yang melakukan ini untuk anak saya, siapa lagi yang akan melakukannya? Tetapi dengan pelatihan bertahun-tahun, ia jauh lebih mampu.

“Ketika saya memulai ACP, saya ingin melatih para pemuda ini untuk mempelajari suatu keterampilan. Tetapi selama bertahun-tahun, impian saya telah berkembang. Saya melihat ini sebagai gambaran yang lebih besar, di mana saya ingin mereka menjalani hidup mereka dengan kemampuan terbaik mereka.”

 

 

Ia pun mengakui, kesempatan kerja bagi remaja autisme sangat sedikit karena diragukan kemampuannya.

“Pengusaha tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengelola pekerja yang autisme, yang membuat penyesuaian di tempat kerja menjadi tantangan.

“Stres, ekspektasi seputar produktivitas, dan situasi sosial dapat membuat orang dengan autisme kewalahan atau membuat frustrasi,” kata Wong, yang memiliki tiga anak. Putranya yang berusia 14 tahun menderita sindrom Asperger.

 


Mempersiapkan penyandang autisme bekerja

Untuk mempersiapkan penyandang autisme memasuki dunia kerja, Nasom menawarkan banyak program pelatihan kejuruan seperti baking, crafting, dan farming. Selain itu, Nasom mencoba bekerja sama dengan perusahaan perhotelan untuk mengembangkan program pelatihan seni kuliner dan tata graha untuk orang dewasa muda yang neurodivergen.

“Jika mereka tidak mampu mengatasi secara akademis, kami menekankan keterampilan lain yang dapat membantu mereka menjadi mandiri. Kami sedang bekerja untuk mendirikan program perumahan untuk dewasa muda dengan autisme di Bandar Puteri Klang di Klang.

“Kami berharap dapat memberikan kelonggaran bagi keluarga mereka dan, pada saat yang sama, mendorong orang-orang autis untuk belajar mandiri.

“Hidup memang tidak bisa diprediksi. Penting untuk mempersiapkan mereka dengan keamanan finansial untuk masa depan mereka. Usaha sosial adalah salah satu cara untuk memberdayakan mereka dan membantu mereka menjadi lebih mampu. Mudah-mudahan mereka bisa mendapatkan uang dan bergerak menuju kemerdekaan,” tutup Wong.

Di balik harga cabai Jakarta yang melambung (liputan6.com/Deisy)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya