Liputan6.com, Jakarta Para atlet profesional rentan mengalami cedera yang perlu segera ditangani. Cedera sendiri bisa ringan maupun berat.
Pada kasus cedera berat yang menyebabkan terjadinya robekan pada tendon, ligamen, dan tulang rawan, hingga robekan rotator cuff (sekumpulan otot bahu), maka pemeriksaan penunjang dengan modalitas pencitraan MRI perlu dilakukan. Tujuannya untuk mendapat gambaran jaringan lunak dalam tubuh dengan lebih jelas.
Advertisement
Jika didapati adanya kerusakan yang membutuhkan tindakan pembedahan, tindakan operasi minimal invasive (minimal invasive surgery) dapat dilakukan dengan membuat sayatan kecil untuk menangani bagian yang mengalami cedera.
Menurut Dokter spesialis bedah ortopedi konsultan sports injury dan arthroskopi Andi Nusawarta tindakan minimal invasive memberikan banyak manfaat bagi pasien dengan kasus cedera olahraga berat.
Durasi operasi pada tindakan ini relatif lebih singkat, luka sayatan lebih kecil sehingga meminimalisasi kemungkinan rusaknya otot di area sekitar tindakan.
“Dan waktu pemulihan lebih cepat sehingga pasien dapat segera melanjutkan proses terapi pemulihan selanjutnya dengan lebih nyaman,” ujar dokter yang berpraktik di Sport Medicine, Injury and Recovery Center (SMIRC) RS Pondok Indah – Bintaro Jaya saat ditemui di rumah sakit tersebut belum lama ini.
Ia menambahkan, tindakan minimal invasive dapat menangani cedera olahraga seperti:
-Putusnya ligamen
-Robekan bantalan sendi
-Cedera tulang rawan
-Robekan otot
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kelebihan Minimal Invasive Surgery
Tindakan minimal invasive direkomendasikan lantaran sayatan yang kecil membuat jahitan pun lebih kecil. Dengan demikian, bekas luka yang ditimbulkan lebih kecil dan risiko infeksi pun lebih rendah.
“Nyeri pasca operasi lebih ringan, waktu pemulihan jauh lebih singkat, periode rawat inap lebih singkat, dan dapat kembali berolahraga lebih cepat.”
Tindakan ini bisa dilakukan jika ada indikasi berikut:
-Adanya nyeri, bengkak, atau kekakuan pada sendi.
-Hasil pemeriksaan diagnosis MRI menunjukkan cedera grade 3 atau lebih.
Sedangkan, prosedur tindakan minimal invasive yakni:
-Pembiusan baik anestesi umum maupun anestesi lokal.
-Membuat portal atau luka sayat kulit 0,5 cm untuk menjadi tempat memasukkan alat arthroskopi ke dalam sendi.
-Arthroskopi atau tindakan untuk melihat bagian dalam sendi paling sering dilakukan pada sendi lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, panggul, dan pergelangan kaki.
-Melalui portal, akan dimasukkan kamera, pencahayaan, cairan untuk mengisi cairan sendi, dan alat atau instrumen untuk menarik, mendorong, menggunting, menjahit cedera, dan lain sebagainya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Prosedur Berikutnya
Prosedur tindakan minimal invasive berikutnya yakni:
-Kondisi di dalam sendi dapat diamati melalui monitor yang menunjukkan langsung pandangan dari kamera.
-Setelah operasi, luka sayatan akan dijahit dan dibalut dengan kasa.
-Kompres dingin/es dilakukan pada area sendi yang dioperasi.
-Waktu rawat inap 1-2 hari setelah operasi. Jika tidak ada prosedur khusus, pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari kira-kira seminggu setelah operasi.
-Alat bantu gerak khusus bisa saja diperlukan tergantung dari prosedur bedah yang dijalani.
Usai operasi, pemulihan optimal cedera olahraga bisa didapat dari dua hal penting. Yakni 50 persen dari keberhasilan tindakan bedah dan 50 persen dari latihan setelah bedah.
“Latihan penting dilakukan untuk melatih otot dan urat yang baru. Ini perlu dilakukan sesuai arahan dokter spesialis kedokteran olahraga.”
Ia juga menyarankan, penanganan sebaiknya dilakukan dengan tim dalam satu pusat khusus. Artinya, dokter yang mengoperasi dan melatih pasien ada di satu tempat.
“Komunikasi antar dokter mengoptimalkan penanganan cedera olahraga pasien,” kata Andi.
Tangani Cedera dengan Cepat
Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis kedokteran olahraga RS Pondok Indah-Bintaro Jaya, Grace Joselini Corlesa mengatakan, cedera olahraga adalah kerusakan pada jaringan tubuh yang terjadi akibat olahraga atau latihan fisik.
Setidaknya ada 4 alasan mengapa penanganan cedera yang dilakukan sesegera mungkin amat penting. Keempat alasan tersebut yakni:
-Penanganan cepat bertujuan mengurangi nyeri dan mengurangi aliran darah ke area cedera yang menambah parah inflamasi atau peradangan yang terjadi
-Penanganan segera memungkinkan alternatif metode penanganan lebih banyak, sehingga pasien memiliki banyak pilihan untuk penyembuhan lebih cepat.
-Penanganan yang lebih cepat mengurangi risiko cedera memburuk atau munculnya cedera lanjutan di masa yang akan datang
-Penanganan cedera olahraga yang tidak tuntas berisiko mengalami cedera berulang di area yang sama.
Penanganan pertama pada cedera olahraga biasanya menggunakan metode P.R.I.C.E. Metode ini digunakan pada jenis cedera trauma, strain, dan sprain (keseleo atau terkilir). Metode ini dilakukan pada 24 hingga 72 jam pertama setelah terjadinya cedera.
P.R.I.C.E sendiri merupakan singkatan dari protect, rest, ice, compression, elevation. Artinya, dilakukan perlindungan lokasi cedera, pengistirahatan, kompres dengan es 10 hingga 15 menit per 4 jam, dan elevasi.
“Jika cedera terlihat atau terasa parah, segera konsultasikan dengan dokter,” ujar Grace dalam grand opening SMIRC di Rumah Sakit Pondok Indah Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Selasa (16/8/2022).
Advertisement