Liputan6.com, Jakarta - Komisi Berjangka dan Perdagangan Komoditas AS (CFTC) mengambil tindakan hukum terhadap seorang penduduk Ohio yang dikatakan menjalankan skema Ponzi senilai USD 12 juta atau sekitar Rp 175,9 miliar yang melibatkan bitcoin.
Hal ini dijelaskan dalam sebuah pengaduan yang diajukan di pengadilan distrik di negara bagian pada Kamis, 11 Agustus 2022. Skema Ponzi adalah jenis penipuan investasi di mana investor lama dibayar dengan dana yang dikumpulkan dari investor baru.
Advertisement
Keluhan, yang diajukan di Distrik Selatan Ohio, adalah perintah penghentian terhadap Rathnakishore Giri dan dua perusahaannya SR Private Equity LLC dan NBD Eidetic Capital LLC. CFTC juga ingin pengadilan membuat Giri membayar kembali investornya yang bersalah.
Menurut Komisaris CFTC Kristin N. Johnson, Giri dituduh merekayasa dan mengabadikan skema yang dirancang untuk menipu investor yang tertarik dengan kripto.
"Dengan kedok ia mengoperasikan dana investasi ekuitas swasta dengan fokus pada investasi dalam aset digital, Giri memanfaatkan semangat kontemporer untuk peluang investasi aset digital dan memikat investor tanpa disadari untuk menyumbangkan lebih dari USD 12 juta tunai dan bitcoin,” kata Johnson dalam sebuah pernyataan dikutip dari CoinDesk, Kamis (18/8/2022).
Giri juga menjanjikan pengembalian yang cukup besar tanpa adanya risiko kerugian finansial. CFTC menuduh Giri melanggar undang-undang dan peraturan komoditas yang melarang manipulasi informasi dan "perangkat penipuan".
Johnson, dalam pernyataannya, juga mengatakan Giri menggunakan uang investor untuk mendanai gaya hidup mewah yang ditandai dengan penggunaan jet pribadi, penyewaan kapal pesiar, rumah liburan mewah, mobil mewah, dan pakaian mahal.
"Kasus ini menggambarkan bahaya ini, menggarisbawahi ancaman yang selalu ada, dan menunjukkan apa pun kelas asetnya peraturan yang efektif dan perlindungan pelanggan harus menjadi salah satu prioritas tertinggi kami," pungkas Johnson.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Warga Sri Lanka Tertipu Skema Ponzi Kripto di Tengah Krisis Negara
Sebelumnya, penipu Ponzi memperparah kesengsaraan ekonomi warga Sri Lanka dengan menipu mereka dengan skema kripto palsu. Penipuan itu terjadi saat Sri Lanka mengalami salah satu krisis ekonomi terburuk yang pernah terjadi setelah gagal bayar utang pada Mei 2022.
Dengan inflasi yang melonjak melewati 50 persen, warga semakin sulit untuk bertahan hidup secara finansial. Sekarang, beberapa orang Sri Lanka menuduh sekelompok individu telah menipu jutaan rupee melalui skema investasi cryptocurrency palsu.
Menurut dokumen yang diserahkan kepada otoritas Sri Lanka, para investor mengklaim pada awal 2020, ada yang mendirikan perusahaan Sports Chain, yang mereka katakan sebagai platform untuk berinvestasi dalam cryptocurrency.
Di situs webnya, Sports Chain menyebut dirinya sebagai usaha “sangat menguntungkan” dan “anonim” dengan tujuan “menjadi mata uang digital yang terus meningkat yang digunakan dalam keuangan digital industri olahraga.
Kerugian Nyata bagi Investor
Menurut seseorang yang mengetahui masalah ini, lebih dari 1.000 orang dikatakan telah bergabung dengan skema ini di satu distrik saja. Namun, tidak diketahui berapa banyak orang yang telah ditipu.
Menurut individu ini, skema tersebut memiliki efek domino karena model skema ponzi yang menarik investor baru untuk memberikan keuntungan pada investor lama.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Kekhawatiran Kripto di Sri Lanka
Penipuan itu diklaim berdampak pada orang-orang berusia antara 30 dan 40 tahun, termasuk mereka yang berasal dari latar belakang kelas menengah ke bawah di daerah pedesaan, dan para profesional seperti dokter dan petugas keamanan.
“Jika saya punya uang hari ini, saya bisa membuka rekening deposito tetap dan menggunakannya untuk meningkatkan status ekonomi keluarga saya. Sayangnya, kami adalah korban investor tingkat bawah dalam skema piramida mereka. Jadi kami tidak menerima pengembalian yang dijanjikan,” ujar Marasingha, dikutip dari Bein Crypto, Rabu (17/8/2022).
Tahun lalu, Departemen Informasi Pemerintah Sri Lanka mengeluarkan siaran pers yang menguraikan inisiatif baru yang akan melihat upaya yang dipimpin pemerintah untuk menciptakan sistem terintegrasi perbankan digital, blockchain, dan teknologi penambangan kripto yang dinasionalisasi.
Namun, bulan lalu, di tengah kerusuhan politik yang sedang berlangsung di negara Asia Selatan, pengawas domestik mengeluarkan peringatan kepada penduduknya agar tidak mengadopsi bitcoin.
Selain itu, bank sentral Sri Lanka (CBSL) menyatakan mereka tidak menganggap cryptocurrency sebagai uang tunai legal di negara tersebut dan telah menolak untuk memberikan izin bagi perusahaan kripto untuk beroperasi.