Liputan6.com, Jakarta - Dua penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia berdebat di Twitter mengenai kebijakan iklim.
China mempertanyakan apakah Amerika Serikat dapat memenuhi rancangan undang-undang penting tentang iklim yang ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden Joe Biden pada minggu ini.
Advertisement
Menanggapi itu, Duta Besar AS untuk China, Nicholas Burns, pada Rabu 17 Agustus 2022, mencuit, "Tentu saja Amerika akan memenuhi komitmennya." Ia menggunakan emotikon bendera nasional untuk Amerika. Ia meminta China melanjutkan pembicaraan tentang iklim yang ditangguhkan, dan menulis, "Kami siap."
Saling cuit di Twitter itu merupakan bentuk dari kekhawatiran yang lebih luas bahwa kerja sama AS-China penting bagi keberhasilan upaya global mengekang kenaikan suhu. Dengan putusnya hubungan akibat isu mengenai Taiwan dan masalah-masalah lain, sebagian pihak mempertanyakan apakah kedua negara dapat bekerja sama dalam menanggulangi dampak perubahan iklim.
Iklim telah menjadi satu dari sedikit bidang dalam kerja sama antara kedua negara yang bertikai itu. Pejabat-pejabat Amerika mengkritik langkah China di mana Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan "undang-undang itu tidak menghukum Amerika - itu menghukum dunia."
Mengutip VOA Indonesia, Sabtu (20/8/2022), perdebatan di Twitter itu menyoroti perbedaan persepsi antara negara adidaya yang ingin terus memimpin dan negara dengan kekuatan yang terus bertumbuh yang kini tidak lagi ingin merasa terikat untuk mengikuti arahan pihak lain.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sempat Sepakat Soal Iklim di KTT COP26
China dan AS telah sepakat untuk meningkatkan kerja sama iklim selama dekade berikutnya, dalam pengumuman mengejutkan pada KTT iklim COP26 di Glasgow.
Kedua negara, baik China dan AS merilis deklarasi bersama langka yang menjanjikan tindakan.
Dikatakan kedua belah pihak akan "mengingat komitmen kuat mereka untuk bekerja sama" untuk mencapai tujuan suhu 1,5 derajat celcius yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris.
Mereka menyerukan peningkatan upaya untuk menutup "kesenjangan signifikan" yang tersisa untuk mencapai target itu.
Para ilmuwan mengatakan bahwa membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat celcius akan membantu umat manusia menghindari dampak iklim terburuk. Ini dibandingkan dengan suhu pra-industri.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Sepakat Atasi Sejumlah Isu Iklim
Negosiator iklim top China Xie Zhenhua mengatakan kepada wartawan bahwa tentang perubahan iklim "ada lebih banyak kesepakatan antara China dan AS daripada perbedaan".
Ada langkah-langkah yang disepakati dalam berbagai masalah termasuk emisi metana, transisi ke energi bersih, dan de-karbonisasi.
Tapi China menolak untuk bergabung dengan kesepakatan awal pekan ini untuk membatasi metana, gas rumah kaca yang berbahaya.
Berbagai Isu Iklim
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh hampir 100 negara lain. China malah berjanji untuk mengembangkan "rencana nasional" untuk mengatasi metana.
Xie diikuti oleh John Kerry, utusan iklim AS, yang mengatakan AS dan China "tidak kekurangan perbedaan, tetapi pada iklim, kerjasama adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan pekerjaan ini".
"Setiap langkah penting saat ini dan kami memiliki perjalanan panjang di depan kami," katanya.
Direktur Eksekutif Greenpeace Internasional Jennifer Morgan menyambut baik deklarasi antara China dan AS, tetapi memperingatkan bahwa kedua negara perlu menunjukkan komitmen yang lebih besar untuk mencapai tujuan iklim.
"Pada akhirnya pernyataan mereka gagal memenuhi seruan negara-negara yang rentan terhadap iklim yang menuntut agar negara-negara kembali ke meja perundingan setiap tahun dengan ambisi yang lebih besar sampai kesenjangan 1,5 derajat Celcius ditutup", katanya.
Advertisement